Waraqah Bin Naufal

Khadijah RA pernah membawa Rasulullah SAW untuk berkonsultasi dengan sepeupunya yang beragama masrana, Waraqah Bin Naufal. Apakah hal tersebut bisa disimpulkan bahwa sebagian ajaran Islam merupakan plagiasi dari ajaran nasrani? Simak jawabannya melalui konsultasi berikut!

Da'i Ambassador

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, saya diberikan kesempatan untuk bertanya di forum yang mulia ini.

Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah SAW pernah berkonsultasi dengan Waraqah bin Naufal, sepupu istri beliau, Khadijah RA. Berdasarkan catatan sejarah, Waraqah bin Naufal diketahui memeluk agama Nasrani. Oleh karena itu, peristiwa tersebut sering kali menimbulkan kritik, terutama terkait dengan kenyataan bahwa Rasulullah SAW, yang merupakan Nabi bagi umat Islam, berkonsultasi dengan seorang tokoh Nasrani, yakni Waraqah bin Naufal. Sebagian pengkritik bahkan berpendapat bahwa mungkin sebagian ajaran Islam berasal dari pengaruh ajaran Nasrani, yang mereka anggap sebagai plagiasi.

Bagaimana sebaiknya kita merespon kritik tersebut?, Wassalam.

Jawaban:

Wa'alaikumussalam Wr Wb.

Ada beberapa pemahaman yang perlu diluruskan mengenai pertemuan Rasulullah SAW dengan sepupu Ummul Mu’minin, Sayyidatuna Khadijah RA, yaitu Waraqah bin Naufal, yang memang beragama Nasrani. Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa pertemuan ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW berkonsultasi dengan seorang Nasrani, yang kemudian menimbulkan persepsi bahwa ajaran Islam mungkin dipengaruhi oleh agama Nasrani.

Untuk menghindari kesalahpahaman, mari kita bahas secara perlahan melalui beberapa poin berikut:

Pertama, pertemuan Rasulullah SAW dengan Waraqah bin Naufal merupakan inisiatif dari Khadijah RA, bukan semata-mata keinginan Rasulullah SAW. Pertemuan ini terjadi karena Khadijah merasa khawatir dengan keadaan suaminya yang tampak ketakutan sepulang dari tahannuts di Gua Hira. Rasulullah SAW merasa sangat terguncang setelah bertemu dengan Malaikat Jibril.

Pada saat itu, baik Rasulullah SAW maupun Khadijah RA tidak mengetahui siapa sebenarnya Jibril dan apa makna dari perintah untuk membaca firman Allah yang terdapat dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5. Karena merasa khawatir dengan keadaan suaminya, Khadijah berinisiatif untuk mencari seseorang yang mungkin bisa menjelaskan makna dari peristiwa tersebut. Dalam pemikirannya, Khadijah teringat pada sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang dikenal sebagai seorang yang religius. Pemilihan Waraqah bin Naufal sebagai tempat konsultasi didasari oleh kenyataan bahwa pada waktu itu mayoritas penduduk Makkah adalah kaum musyrikin penyembah berhala, sedangkan Waraqah bukanlah penyembah berhala.

Berikut ini adalah cuplikan hadis sahih mengenai pertemuan tersebut:

فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ وَكَانَ امْرَأً قَدْ تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ فَيَكْتُبُ مِنْ الْإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَبَرَ مَا رَأَى فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى مُوسَى.(رواه البخارى و مسلم).

“Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waraqah sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: "Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini". Waraqah berkata: "Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waraqah berkata: "Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa Waraqah beragama nasrani dan mampu menulis kitab Injil dalam bahasa Ibrani. Waraqah bukanlah beragama nasrani sejak lahir, beliau mempelajari agama nasrani karena tidak setuju dengan penyembahan berhala. Berikut keterangannya:

قوله: ( تنصر ) أي: صار نصرانيا، وكان قد خرج هو وزيد بن عمرو بن نفيل لما كرها عبادة الأوثان إلى الشام وغيرها يسألون عن الدين، فأما ورقة فأعجبه دين النصرانية فتنصر، وكان لقي من بقي من الرهبان على دين عيسى ولم يبدل، ولهذا أخبر بشأن النبي صلى الله عليه وسلم والبشارة به، إلى غير ذلك مما أفسده أهل التبديل وأما زيد بن عمرو فسيأتي خبره في المناقب إن شاء الله تعالى.[1]

"Yang dimaksud dengan 'تنصر' (menjadi Nasrani) adalah bahwa ia telah menjadi seorang Nasrani. Ia bersama Zaid bin Amr bin Nufail pergi ke Syam dan tempat-tempat lainnya setelah mereka berdua merasa muak dengan penyembahan berhala. Mereka mencari agama yang benar. Adapun Waraqah, ia merasa tertarik dengan agama Nasrani dan akhirnya menjadi Nasrani. Ia bertemu dengan orang-orang dari kalangan rahib yang masih memeluk agama Isa tanpa adanya perubahan (pengikut nabi Isa AS yang masih murni, pent). Oleh karena itu, ia memberi kabar tentang Nabi ﷺ dan kabar gembira mengenai kedatangannya, serta hal-hal lainnya yang telah dirusak oleh Ahlut Tabdil (para perubah ajaran). Adapun Zaid bin Amr, kabarnya akan disebutkan dalam bab manaqib, insya Allah."

Melalui keterangan tersebut, Waraqah bin Naufal merupakan seorang Nasrani yang mengikuti ajaran murni Nabi Isa AS. Ajaran murni Nabi Isa AS, di antaranya, mencakup kabar mengenai akan diutusnya Nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, sangat tepat bagi Khadijah RA untuk berkonsultasi dengan Waraqah bin Naufal, mengingat pengetahuan Waraqah mengenai ajaran-ajaran yang berkaitan dengan kenabian dan wahyu.

Kedua, sekalipun Rasulullah SAW dianggap berkonsultasi dengan Waraqah bin Naufal, hal tersebut dapat dipahami sebagai suatu tindakan yang wajar, mengingat pada saat itu baik Khadijah RA maupun Rasulullah SAW belum mengetahui bahwa beliau telah diangkat menjadi Nabi. Apabila Rasulullah SAW sudah mengetahui bahwa beliau telah diangkat menjadi Nabi, tentu beliau tidak akan berkonsultasi dengan Waraqah bin Naufal. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak hadis berikut:

يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ. (رواه البخارى و مسلم).

“Dia (Waraqah) berkata: “Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah aku akan diusir mereka?" Waroqoh menjawab: "Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku". Waraqah tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatrah (kekosongan) wahyu.”

Melalui hadis di atas, kita memahami bahwa Rasulullah SAW baru menyadari bahwa kedatangan Namus (Jibril) membawa wahyu, saat itulah beliau menjadi nabi, sebagaimana yang dialami Musa AS. Dan mulai saat itulah Rasulullah akan diusir oleh kaumnya karena menolak dakwah. Melalui hadis ini juga, Waraqah akan menjadi pengikut dan menolong Rasulullah. Namun sayangnya, Waraqah wafat lebih dulu di masa fatrah

Ketiga, yang ditanyakan oleh Khadijah RA bukanlah masalah syariat. Dengan demikian, bertemunya Nabi dengan Waraqah tidak berimplikasi terhadap kenabian Muhammad SAW dan ajarannya.

Demikiandan semoga bermanfaat.

Wallahu A’lam. 

Foto : Freepik

--------

[1] Al-Asqallani, Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar, Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, Dar Assalam, Riyadh, Cetakan Pertama, 1421 H, Juz 1, Hal. 34.

Bagikan Konten Melalui :