Salat Awabin

Saya bertanya mengenai salat awabin. Dulu sewaktu remaja, saya mendengar penjelasan dari guru saya bahwa salat awabin dikerjakan setelah salat magrib dan itu sering saya lakukan.

Da'i Ambassador

Assalamu'alaikum Wr Wb.

Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk bertanya. 

Saya bertanya mengenai salat awabin. Dulu sewaktu remaja, saya mendengar penjelasan dari guru saya bahwa salat awabin dikerjakan setelah salat magrib dan itu sering saya lakukan.

Namun seiring berjalannya waktu dan semakin mudahnya mengakses ilmu agama, saya tidak sengaja menonton short video yang singgah di beranda sosmed saya. Dalam video tersebut dijelaskan bahwa salat awabin adalah salat duha yang dikerjakan di waktu agak siang. Sang Ustaz mengutip salah satu hadis sahih bahwa salat awabin dikerjakan ketika pasir sudah panas terbakar matahari (maaf jika salah dengar atau salah ingat ketika melihat video tersebut).

Hal ini jelas membuat saya bingung. Mana yang benar? Salat awabin dikerjakan setelah magrib atau di waktu duha?

Mohon pencerahannya dan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Wassalam.

Jawaban:

Wa'alaikumussalam wr wb.

Salat awabin memang tidak banyak dibahas di dalam kitab fiqih, baik kitab salaf maupun kontemporer. Jika salat sunah yang memang umum dilaksanakan, tentunya banyak sekali dibahas, seperti salat dua hari raya, witir, tahajud, salat gerhana dan lainnya.

Jarang bukan berarti tidak ada. Mengenai pembahasan salat sunah awabin, kami temukan dalam kitab Fiqih Perbandingan Mazhab, salah satunya adalah kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuh karya Almarhum As-Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. Bahasan ini ditemukan ketika beliau  memaparkan beberapa salat sunah menurut mazhab As-Syafii sebagai berikut:

ومنها: صلاة الأوابين وتسمى صلاة الغفلة لغفلة الناس عنها بسبب عشاء أو نوم أو نحو ذلك، وهي عشرون ركعة بين المغرب والعشاء، وأقلها ركعتان لحديث الترمذي أنه صلّى الله عليه وسلم قال: «من صلى ست ركعات بين المغرب والعشاء، كتب الله له عبادة اثنتي عشرة ركعة».[1]

"Di antaranya adalah Salat Awabin yang juga disebut Salat Al-Ghaflah (Salat orang yang lalai) karena kelalaian banyak orang tentangnya akibat makan malam, tidur, atau hal-hal lainnya. Salat ini terdiri dari dua puluh rakaat antara Maghrib dan Isya, dan minimal dikerjakan dua rakaat. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: 'Barang siapa yang mengerjakan enam rakaat antara Maghrib dan Isya, Allah akan mencatat baginya pahala seperti mengerjakan dua belas rakaat.”

Namun sepertinya, hadis yang dikutip dalam kitab tersebut ada sedikit salah penulisan. Dalam kitab tersebut, pahala mengerjakan salat awabin enam rakaat sama dengan pahala “dua belas rakaat”. Mungkin yang dimaksud oleh penyusun kitab tersebut adalah “dua belas tahun” sebagaimana kami periksa dalam sunan Tirmidzi sebagai beikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى بَعْدَ الْمَغْرِبِ سِتَّ رَكَعَاتٍ لَمْ يَتَكَلَّمْ فِيمَا بَيْنَهُنَّ بِسُوءٍ عُدِلْنَ لَهُ بِعِبَادَةِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى بَعْدَ الْمَغْرِبِ عِشْرِينَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ زَيْدِ بْنِ الْحُبَابِ عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي خَثْعَمٍ قَالَ و سَمِعْت مُحَمَّدَ بْنَ إِسْمَعِيلَ يَقُولُ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي خَثْعَمٍ مُنْكَرُ الْحَدِيثِ وَضَعَّفَهُ جِدًّا.[2]

"Dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa melaksanakan salat enam rakaat setelah magrib, kemudian ia tidak berbicara buruk di antara salat tersebut, maka akan dihitung baginya dengan ibadah selama dua belas tahun." Abu Isa berkata: "Diriwayatkan dari 'Aisyah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa salat dua puluh rakaat setelah magrib, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga." Abu Isa berkata: "Hadis Abu Hurairah ini derajatnya gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadis Zaid bin Al Hubab, dari Umar bin Khats'am." Ia berkata: "Aku mendengar Muhammad bin Isma'il mengatakan, bahwa Umar bin Abdullah bin Abu Khats'am adalah seorang munkarul hadits, dan Muhammad bin Isma'il sangat melemahkannya."

Walaupun hadis ini banyak ulama yang mendaifkannya, tapi kalangan ulama mazhab syafi’I tetap memasukkan salat awabin yang dikerjakan setelah magrib ini masuk pada katagori fadailul a’mal. Keterangan ini kami kutip dari Dar Al-Ifta’ Al-'Am sebagai berikut:

والأحاديث الواردة في هذه الصلاة وإن كانت ضعيفة لكن يُعمل بها في فضائل الأعمال لكثرتها؛ ولأنها تندرج تحت الأمر العام بصلاة النفل، ولفعل الصحابة والتابعين من بعدهم لها، فقد ذكر ابن المبارك رحمه الله تعالى في كتاب [الزهد والرقائق 1/ 445]: عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: "من أدمن على أربع ركعات بعد المغرب كان كالمعقب غزوة بعد غزوة".[3]

"Walaupun hadis-hadis yang membicarakan tentang salat ini dianggap lemah, namun salat ini tetap bisa diamalkan untuk mendapatkan keutamaan amal (fadha’il A’mal), karena banyaknya hadis yang menyebutkan tentangnya. Selain itu, salat ini juga termasuk dalam perintah umum untuk melaksanakan salat sunah, dan dilakukan oleh para sahabat serta tabi'in setelah mereka. Ibnul Mubarak rahimahullah dalam kitab *Az-Zuhd wa Ar-Raqa'iq* (1/445) menyebutkan bahwa Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata: 'Barang siapa yang rutin mengerjakan empat rakaat setelah salat Magrib, maka ia seperti orang yang terus berperang setelah perang.'"

Namun, ada hadis sahih yang secara tekstual menyebut salat awabin, yaitu salat sunah duha yang dikerjakan agak siang, ketika pasir tanah dirasa panas sehingga membuat unta beranjak, sebagai berikut:

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَهْلِ قُبَاءَ وَهُمْ يُصَلُّونَ فَقَالَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ إِذَا رَمِضَتْ الْفِصَالُ. (رواه مسلم).[4]

Dari Zaid bin Arqam katanya; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berangkat menemui penduduk Quba' ketika mereka tengah mengerjakan salat, lalu beliau bersabda: "Shalat awabin (orang yang bertaubat) dikerjakan ketika anak unta mulai beranjak karena kepanasan." (HR. Muslim).

Mengenai hadis ini, Imam Nawawi berkomentar:

 وفيه فضيلة الصلاة هذا الوقت. قال أصحابنا: هو أفضل وقت صلاة الضحى، وإن كانت تجوز من طلوع الشمس إلى الزوال.[5]

“Dan padanya (dalam hadis ini, pent) merupakan fadilah (keutamaan) salat duha pada waktu ini. Para sahabat kami (ulama mazhab Syafi’I, pent) berkata: dia (salat awabin, pent) adalah paling utamanya salat duha walaupun boleh dikerjakan sejak terbit matahari sampai tergelincir.”

Dari penjelasan di atas, maka salat awabin dapat dilakukan pada dua waktu:


  1. Salat duha yang dikerjakan ketika cuaca sudah panas, sekira pukul 10.30 sampai sesaat sebelum salat zuhur.
  2. Salat enam rakaat, dilaksanakan di waktu antara magrib dan isya’. Salat ini juga bisa dilakukan minimal dua rakaat dan maksimal dua puluh rakaat.


Demikian dan semoga bermanfaat.

Wallahu A'lam.

Foto : Freepik

------------------

[1] Az-Zuhaili, As-Syaikh Wahbah, Al-Fqh Al-Islami Wa Adillatuh, Dar Al-Fikr, Damaskus, Cetakan Kedua, 1405 H, Juz 2, Hal. 64.

[2] At-Tirmidzi, Abu Isa, Hal. 299.

[3] https://www.aliftaa.jo/research-fatwas/3698, diakses 5 September 2025, pukul 14.06 WIB.

[4] Muslim, Ibn Hajjaj, Shahih Muslim, Dar Thaibah Lin Nasyr Wat Tauzi’, Riyad, Cetakan Pertama, 1427 H, Hal. 338.

[5] An-Nawawi, Yahya Ibn Syaraf , Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, Muassasah Qurthuba, Cairo, Cetakan Kedua, 1414 H, Juz 6,Hal. 44.

Bagikan Konten Melalui :