Apaan Sih, Dikit-dikit Alfatihah? Bid'ah!
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh, di Indonesia, sedikit-sedikit Alfatihah, apakah ada tuntunannya? Simak konsultasi menarik berikut!
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Sebelumnya mohon maaf, Ustaz jika pertanyaan saya ini mungkin dinilai terlambat dan termasuk pertanyaan ringan yang mungkin mudah dijawab oleh santri pemula. Tapi biar bagaimana pun, saya harus bertanya agar saya tidak ragu dan salah menilai orang lain, terutama orang berilmu.
Seperti pada umumnya, kebiasaan kita di Indonesia, selalu membaca surat Alfatihah di awal kegiatan, sebelum berdoa ataupun sesudah berdoa. Umur saya sekarang sudah hampir 70 tahun. Sedari kecil sampai sekarang, saya sudah biasa membaca Alfatihah sebelum saya berdoa agar hajat saya dikabulkan.
Namun yang membuat saya heran dan maaf ( jika boleh jujur, saya agak kesal ), tiba-tiba ada orang dari timur tengah dengan pakaian seperti seorang syekh (mungkin memang syekh betulan), beliau menghadiri sebuah acara dan tanpa ragu-ragu mengkritik kebiasaan orang-orang di Indonesia yang sedikit-sedikit membaca Alfatihah, seperti yang saya katakan di muka tadi. Beliau menyampaikan kritik keras tersebut dengan gestur nyinyir ( maaf, ini hanya penilaian saya pribadi, mungkin orang lain tidak menilainya demikian ).
Setelah orang tersebut pulang ke negaranya, tak lama setelah itu, ada beberapa ustaz yang mohon maaf jika boleh dibilang latah) ikut-ikutan mengkritik kebiasaan membaca Alfatihah, seperti yang dikemukakan sang syekh. Dan lebih parahnya lagi, ustaz-ustaz tersebut mengatakan bahwa kebiasaan membaca Alfatihah sebelum berdoa atau memulai kegiatan adalah bid’ah, tidak ada contohnya dari nabi dan sahabat.
Masya Allah, menurut saya, bid’ah itu perbuatan hina. Ga main-main, ancaman bagi pelaku bid’ah adalah neraka. Berarti, puluhan tahun saya membaca Alfatihah sebelum berdoa, sesudah berdoa dan memulai kegiatan positif, semuanya sia-sia karena saya nantinya masuk neraka!
Bukan hanya itu, ribuan ulama dari dulu hingga sekarang ada di Indonesia dan mereka mengamalkan Alfatihah sebagaimana biasa pada umumnya. Apakah ulama-ulama Indonesia itu semuanya bodoh karena melakukan perbuatan bid’ah membaca Alfatihah?
Jika memang yang dikatakan sang syekh dan para ustaz latah dan video mereka beredar di medsos itu benar, buat apa ada pesantren di Indonesia yang otomatis mereka adalah ahli bid’ah, calon penghuni neraka? Untuk apa ada majelis taklim yang jumlahnya mungkin jutaan di Indonesia jika ujung-ujungnya mereka adalah ahlun-nar karena bid’ah membaca Alfatihah?
Mohon dengan sangat, agar Ustaz dan tim berkenan memberikan jawaban objektif dan tidak emosional dan jangan memihak kepada golongan mana pun.
Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika pertanyaan saya ini terkesan emosional. Demi Allah, saya hanya ingin kebenaran dan menunggu ajal saya di masa tua ini.
Terima kasih.
Wassalam.
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Sebelumnya kami sampaikan terima kasih atas kepercayaan Bapak untuk berkonsultasi kepada kami.
Kami hanya khusus menjawab pertanyaan bapak sesuai pokok permasalahan secara subtansi dan seobjektif mungkin, tanpa tendensi sedikit pun kepada pihak tertentu.
Doa merupakan salah satu ibadah seorang hamba kepada Allah secara langsung. Salah satu amalan agat doa terkabul, diantaranya didahului dengan tawassul, yaitu mencari wasilah. Tawassul harus sesuai syariah dan tidak boleh menyalahinya sama sekali. Allah sendiri yang memerintahkan hambanya mencari wasilah, sebagaimana firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱبْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ ٱلْوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُوا۟ فِى سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah ( jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.” (Q.S. Al-Maidah: 35).”
Ada satu hadis yang cukup populer yang mengisahkan tiga orang yang terperangkap di dalam gua karena pintu gua tertutup dan mereka tidak bisa keluar. Mereka berdoa kepada Allah agar pintu gua terbuka. Sebelum mereka berdo’a mereka bertawassul dengan amal salih masing-masing yang akhirnya doa mereka terkabul, pintu gua terbuka dan akhirnya mereka dapat keluar dengan leluasa.
Untuk mempersingkat jawaban, kami hadirkan terjemah hadis tersebut, sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda: "Ada tiga orang dari umat sebelum kalian pergi hingga mereka berteduh bermalam ke sebuah gua. Mereka memasukinya lalu ada sebuah batu besar dari gunung jatuh menutupi gua mereka. Mereka berkata, “Sungguh tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian dari batu besar ini kecuali kalian berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amalan saleh kalian.”
“Salah seorang dari mereka berkata, “Ya Allah, dahulu aku memiliki dua orang tua yang sudah berusia lanjut. Dahulu aku tidak mendahului memberi minum sebelum kedua orang tuaku, baik itu keluargaku atau budakku. Suatu hari aku pergi jauh mencari sesuatu, sehingga aku tidak pulang ke tempat kedua orang tuaku hingga keduanya telah tertidur. Aku memerah susu untuk minuman keduanya namun aku mendapati keduanya sudah tidur. Aku tidak suka untuk memberi minum yang lain sebelum kedua orang tuaku, baik itu keluargaku atau budakku. Aku tetap memegangi gelas menunggu keduanya bangun hingga fajar terbit. Kedua orang tuaku bangun dan meminumnya. Ya Allah, jika aku melakukan itu karena mengharap wajah-Mu, geserlah batu yang menutupi tempat kami.”
Mulut gua itu sedikit terbuka namun mereka belum bisa keluar. Nabi SAW bersabda: “Yang lain berkata, Ya Allah, dahulu putri pamanku merupakan wanita yang paling aku cintai. Aku menginginkan dirinya namun dia tidak menginginkanku sampai dia mengalami paceklik hingga dia (butuh bantuan dan) mendatangiku. Aku memberinya seratus dua puluh dinar dengan syarat dia mau berduaan denganku.
Dia pun melakukannya sampai ketika aku hendak melakukan keinginanku kepadanya, dia berkata, “Engkau tidak halal untuk membuka cincin kecuali dengan haknya.”
Aku pun mengurungkan diri untuk menggaulinya, lalu aku berpaling darinya padahal dia wanita yang paling aku cintai dan aku meninggalkan emas yang telah kuberikan padanya. Ya Allah, jika aku melakukan itu karena mengharap wajah-Mu, geserlah batu yang menutupi tempat kami.
Batu itu bergeser namun mereka masih belum bisa keluar. Nabi SAW bersabda: “Orang ketiga berkata, Ya Allah, sesungguhnya aku mengupah beberapa pekerja. Aku sudah memberi upah mereka kecuali seorang pria yang pergi meninggalkan upahnya. Aku mengembangkan upahnya itu hingga menghasilkan banyak harta.
Setelah sekian waktu, dia mendatangiku seraya berkata, “Wahai hamba Allah, berikan upahku!”
Aku katakan kepadanya, “Seluruh unta, sapi, kambing, dan budak yang engkau lihat itu dari upahmu.”
Dia berkata, “Wahai hamba Allah, engkau jangan mengolok-olokku!”
Aku katakan, “Sungguh aku tidak sedang mengolok-olokmu.”
Lalu dia mengambil dan menggiring seluruhnya. Dia tidak meninggalkan sedikit saja darinya. Ya Allah, jika aku melakukan itu karena mengharap wajah-Mu, bukalah jalan keluar untuk kami.
Batu itu bergeser membuka, lalu mereka bisa berjalan keluar. (HR. Al-Bukhari).
Lalu, bolehkah bertawassul dengan membaca Alfatihah?
Jawabannya tentu boleh, sesuai hadis sahih berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ فَقَالَ هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيتَهُ .
"Dari Ibn 'Abbas berkata: "Ketika Jibril duduk bersama Nabi ﷺ, ia mendengar suara berderak dari atasnya. Ia mengangkat kepalanya dan berkata: 'Ini adalah pintu yang dibuka di langit hari ini yang belum pernah dibuka sebelumnya. Kemudian ketika seorang malaikat turun melalui pintu itu, ia berkata: 'Ini adalah malaikat yang turun ke bumi yang belum pernah turun sebelumnya. Ia memberi salam dan berkata: 'Bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu yang tidak diberikan kepada nabi sebelum kamu: Al-Fatihah dan penutup Surah Al-Baqarah. Kamu tidak akan membaca satu huruf dari keduanya kecuali kamu akan diberikannya.”
Hadis diatas, selain diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim, hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam An-Nasa’i. Al-Imam As-Sindi mengomentari hadis ini sebagai berikut:
(حرفا منهما) اى مما فيه من الدعاء الا اعطيته اي اعطيت مقتضاه و المرجوا ان هذا لا يختص به بل يعمعه و أمته صلى الله تعالى عليه و سلم.[1]
“(satu huruf dari keduanya (dari surat Al-fatihah dan ayat ayat akhir surat Al-Baqarah, pent)) atau dari padanya (satu huruf) dari doa kecuali engkau diberikannya (dikabulkan, pent) atau apa yang dipintanya diberikan (dikabulkan, pent). Dan hal ini tentunya diharapkan bukan hanya khusus bagi b eliau SAW saja, tetapi juga berlaku untuk umat beliau SAW.”
Jadi, melalui hadis ini, bagi orang yang berdoa, doanya akan dikabulkan jika sebelum berdoa, dia bertawassul dengan membaca Surat Alfatihah atau beberapa ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah.
Hadis berikutmya, mengenai terkabulnya doa melalui surat Alfatihah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ { مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ { اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ.
“Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Qur'an di dalamnya, maka shalatnya masih mempunyai hutang, tidak sempurna" Tiga kali. Ditanyakan kepada Abu Hurairah: "Kami berada di belakang imam?" Maka dia menjawab: "Bacalah Ummul Qur'an dalam dirimu, karena aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Allah berfirman, 'Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu, dan hambaku mendapatkan sesuatu yang dia minta. Apabila seorang hamba berkata: 'Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.' Maka Allah berkata: 'HambaKu memujiKu.' Apabila hamba tersebut mengucapkan, 'Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang.' Allah berkata: 'HambaKu memujiKu.' Apabila hamba tersebut mengucapkan, 'Pemilik hari kiamat.' Allah berkata: 'HambaKu memujiku.' Selanjutnya Dia berkata: 'HambaKu menyerahkan urusannya kepadaKu.' Apabila hamba tersebut mengucapkan, 'Hanya kepadaMulah aku menyembah dan hanya kepadaMulah aku memohon pertolongan.' Allah berkata: 'Ini adalah antara Aku dengan hambaKu. Dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta'. Apabila hamba tersebut mengucapkan, 'Berilah kami petunjuk jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula orang-orang yang sesat.' Allah berkata: 'Ini untuk hambaKu, dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta'.”
Selain diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim, hadis sahih tersebut juga diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’I, Ibn Majah, Malik dan Ahmad. Diantara komentar Al-Imam An-Nawawi mengenai hadis tersebut adalah:
(قسمت الصلاة بيني وبين عبدي نصفين) الحديث قال العلماء المراد بالصلاة هنا الفاتحة سميت بذلك لأنها لا تصح إلا بها كقوله صلى الله عليه وسلم الحج عرفة ففيه دليل على وجوبها بعينها في الصلاة قال العلماء والمراد قسمتها من جهة المعنى لأن نصفها الأول تحميد لله تعالى وتمجيد وثناء عليه وتفويض إليه والنصف الثاني سؤال وطلب وتضرع وافتقار.[2]
"(Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian) Hadis ini, para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan shalat di sini (dalam hadis ini, pent) adalah surah Al-Fatihah. Ia disebut demikian karena tidak sah shalat tanpa membacanya, seperti sabda Nabi ﷺ tentang haji, 'Haji adalah Arafah'. Ini menunjukkan kewajiban membacanya secara khusus dalam shalat. Para ulama juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembagian ini adalah pembagian dari sisi makna, karena setengah bagian pertama adalah pujian kepada Allah, pengagungan, dan sanjungan serta penyerahan diri kepada-Nya, sementara setengah bagian kedua adalah permohonan, doa, dan pengharapan."
Jadi, hadis diatas dapat dijadikan hujjah bahwa dengan membaca Al-Fatihah, baik sebelum berdoa atau sesudah berdoa hukumnya adalah sunah dan doa akan dikabulkan.
Kesimpulan:
- Bertawasul sebelum berdoa, baik dengan amal saleh maupun dengan membaca ayat Al-Qur’an, khususnya Surat Al-fatihah jelas boleh, bahkan sunah.
- Bertawasul dengan Surat Al-fatihah baik dibaca sebelum atau sesudah berdoa bukanlah perbuatan bid’ah, justru sunah.
- Bukan hanya Alfatihah saja, bertawasul dengan membaca beberapa ayat terakhir Surat Al-Baqarah , baik sebelum berdoa ataupun sesudahnya juga sangat dianjurkan, namun hal ini tidak umum dilakukan di Indonesia, kecuali menjadi salah satu bacaan zikir setelah salat atau ihda’uts tsawab (menghadiahkan pahala bacaan zikir untuk mayyit).
- Jadi, kebiasan umat Islam yang sedikit-sedikit membaca Al-fatihah, baik sebelum atau sesudah berdoa ataupun memulai suatu acara atau kegiatan, semuanya dimaksudkan untuk bertawasul dengan surat Al-fatihah yang initinya adalah doa agar hajat dikabulkan dan suatu acara bisa berjalan dengan lancar dan penuh berkah.
- Bertawasul dengan surat Al-fatihah bukan hanya umum dilakukan di Indonesia, tapi juga banyak dilakukan oleh umat Ilam di belahan dunia.
- Seuatu yang membuat kita ragu karena adanya perkataan dari seseorang, dan perkataan tersebut kontra dengan amaliah ibadah yang sudah masyhur atau umum dilakukan di Indonesia, alangkah baiknya tidak langsung menyalahkan. Hal tersebut bisa dikonsultasikan kepada para ahli ilmu, misalnya kepada para kiai atau ustaz yang kompeten, bukan yang nanggung ilmunya, apalagi hanya bisa baca teks hadis dan terjemahan saja.
- Alhamdulillah, kebiasaan para kiai dan santri di berbagai pesantren di Indonesia, sejak dahulu hingga saat ini, begitu juga dengan para asatidzah dan masyarakat, baik di masjid-masjid atau majelis taklim di Indonesia yang membiasakan bertawasul dengan Surat Al-fatihah merupakan amalan sunah yang bersesuaian dengan hadis-hadis sahih. Semoga seluruh pesantren dan majelis taklim di seluruh Indonesia tetap istiqamah menjadi pusat pendidikan dan tradisi keislaman, aamiin.
Demikian dan semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam.
Foto : Freepik
----------
[1] As-Sindi, Sunan An-Nasa’I Bi Syarh Al-Hafizh As-Suyuthi Jalaliddin Wa Hasyiyatil Imam is Sindi, dar Al-Ma’tifah, Beirut, t.t., Juz 1, Hal. 476.
[2] An-Nawawi, Shahih Muslim Bi Syarhin Nawawi, Mu;assasah Qurthubah, Cairo, Cetakan ke-2 1414 H/1994 M, Juz 4, Hal. 137.