Sebetulnya mereka yang suka imam atau adzan dan memimpin tahlilan itu tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai Ustaz. Tidak semua dari mereka nyaman mendapat panggilan “Ustaz” karena merasa dirinya belum pantas. Tapi ya begitu, lama-lama mereka juga akan terbiasa karena masyarakatnya tetap menyebut mereka Ustaz.
Membaca dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, Ustaz merupakan gelar kehormatan bagi seseorang yang ahli di bidang agama. Paling tidak seorang Ustaz memahami bahasa Arab, nahwu dan sharaf, tafsir, hadis, fiqh, ilmu musthalah hadis, ilmu tafsir, ilmu aqa’id, sejarah Islam dan berakhlak sangat baik. Bahkan di sebagian negara Timut Tengah, gelar Ustaz ditujukan bagi dosen pakar dalam mata kuliah tertentu.
Bagi Ustaz betulan, fenomena ini sedikit mengganggu. Bagaimana tidak? Apa iya ada Ustaz yang baca Al-Qurannya berantakan? Apa iya dipanggil Ustdz kok bacanya A’uju billahi minas saitonir rozim (yang harusnya A’udzu billahi minasy syaithanir rajim)? Apa iya ada Ustaz kok masih ikut joged dangdutan dan nyawer biduan di atas panggung? Apa iya, kok ada Ustaz yang kemana-mana megenakan peci haji tapi celannya pendek di atas dengkul? Apa iya kok ada Ustaz yang “ngeblank” ketika ditanya apa dalil perintah puasa Ramadhan? Dan masih banyak apa-apa iya lainnya.
Ya salah yang ngasih gelar dong. Bahaya sekali jika ada orang yang baru mengerti sedikit tentang kesehatan dikasih gelar dokter. Masyarakat harusnya jeli dan mengerti siapakah orang yang memang layak dipanggil dengan gelar Ustaz. Bagi mereka yang sudah “kadongan” dikasih gelar Ustaz dan memang belum layak, seharusnya menolak dan tanpa ragu mengatakan, maaf saya bukan Ustaz! Dan ingat ya, nolaknya jangan basa-basi agar orang tidak menilai bahwa penolakan itu justru sikap rendah hati atau tawadhu!
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Lalu bagaimana dengan guru ngaji, guru di madrasah atau pesantren atau para da’i? Untuk mereka ya pantas dipanggil Ustaz karena salah satu makna dari kata Ustaz sendiri itu adalah orang yang mengajar. Tapi mereka harus jujur dan tidak malu mengatakan wallahu a’lam ketika tidak mampu menjawab pertanyaan yang menyangkut masalah agama, terutama masalah hukum syariat atau tafsir Al-Qur’an dan tafsir hadis.
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa.
Foto : Freepik