Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Izinkan saya bertanya masalah salat tahajud dan duha apakah salat-salat tersebut disunahkan berjamaah?
Latar belakang saya bertanya masalah ini karena saya sempat ditanya oleh murid di sekolah saya. Sang murid merupakan salah satu alumni pondok pesantren terkenal di Indonesia. Dia bertanya (tepatnya mengkritisi) salah satu agenda rutin sekolah yang mengadakan kegiatan salat tahajud dan duha berjamaah setiap dua bulan sekali.
Demikian dan terima kasih atas pencerahannya.
Wassalam.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr Wb.
Kami akan menjawab pertanyaan Anda sesuai fiqih mazhab Imam Syafi’i sebagai berikut.
Salat sunah ada yang memang dianjurkan (disunahkan) secara berjamaah, yaitu:[1]
1. Salat Idul Fitri dan Idul Adha
2. Salat Gerhana Matahari dan Bulan (Kusuf dan Khusuf)
3. Salat Istisqa’ (shalat minta hujan)
4. Salat tarawih dan witir di malam bulan Ramadhan
Semua salat-salat diatas lebih utama dilakukan secara berjamaah dibandingkan dengan dilaksanakan sendiri-sendiri.
Sedangkan yang tidak dianjurkan berjamaah adalah:[2]
- Salat sunah rawatib (qabliyah dan ba’diyah)
- Salat sunah mutlak yang dilakukan pada siang hari atau malam hari. Shalat mutlak yang dilakukan di malam hari diantaranya adalah salat tahajud (disyaratkan tidur sebelumnya).
- Salat duha
- Salat tahiyyatul masjid
- Salat tobat
- Salat tasbih
- Salat Istikharah
- Salat sunah (dua rakaat) sepulang dari safar di masjid sebelum memasuki rumah.
- Salat sunah wudu
- Salat awwabin, (dikerjakan antara waktu maghrib dan isya’) minimal dua rakaat dan maksimal 20 rakaat.
Lalu bagaimana hukumnya jika salat yang tidak dianjurkan berjamaah seperti yang kami sebutkan di atas, termasuk tahajud, duha, sunah rawatib, tasbih dan tahiyyatul masjid misalnya dilakukan berjamaah? Apakah salat tersebut sah? Jawabannya adalah sah.[3] Walaupun sah, namun tidak mendapatkan pahala berjamaah, hanya pahala melaksanakan kesunahan saja. Wallahu A’lam.
Kegiatan di sekolah Anda sangat baik tentunya, tujuannya mendidik agar para siswa terbiasa melakukan salat sunah tahajud atau qiyamul lail dan juga duha. Namun sebaiknya para siswa diberi informasi bahwa salat tersebut lebih utama dilakukan sendiri-sendiri. Salat tersebut dilaksanakan berjamaah hanya karena bertujuan mendidik saja, jangan sampai salat-salat tersebut dianggap sunah jika dilakukan berjamaah.[4]
Lalu apakah ada sahabat Rasulullah yang pernah berjamaah dengan Rasulullah ketika melaksanakan salat malam? Jawabnya tentu ada. Kita bisa melihat hadis berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ نِمْتُ عِنْدَ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَأَخَذَنِي فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ فَصَلَّى فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه مسلم)
Dari Ibnu Abbas RA bahwa ia berkata; “Saya pernah menginap di rumah Maimunah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara pada malam itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bermalam di rumahnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudlu lalu berdiri dan shalat. Maka saya pun berdiri (shalat) di samping kirinya, lalu beliau memegangku dan meletakkanku di sebelah kanannya. Pada malam itu, beliau shalat sebanyak tiga belas raka’at. (HR. Muslim).
Bukan cuma Ibnu Abbas yang pernah salat malam berjamaah dengan Nabi, sahabat lainnya dalam hak ini Ibnu Mas’ud juga pernah salat malam berjamaah dengan nabi. Menurut pengalaman beliau berjamaah salat malam dengan Nabi, beliau merasa keberatan dan hampir saja tidak mau melanjutkannya karena panjangnya bacaan Nabi dalam salat tersebut. Ini hadisnya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ قُلْنَا وَمَا هَمَمْتَ قَالَ هَمَمْتُ أَنْ أَقْعُدَ وَأَذَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radliallahu ‘anhu berkata: Pada suatu malam aku pernah shalat malam bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Saat shalat itu Beliau terus saja berdiri hingga aku terbetik perasaan yang jelek”. Kami tanyakan: “Apa perasaan jelekmu itu?” Dia menjawab: “Aku berkeinginan untuk duduk dan meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Bukhari).
Ada juga sahabat lainnya, yaitu Hudzaifah Ibn Al-Yaman RA yang juga pernah berjamaah salat malam denagn Nabi. Bacaan salat nabi pada salat tersebut sangat panjang. Berikut hadisnya:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلًا إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ فَكَانَ رُكُوعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ثُمَّ قَامَ طَوِيلًا قَرِيبًا مِمَّا رَكَعَ ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى فَكَانَ سُجُودُهُ قَرِيبًا مِنْ قِيَامِهِ قَالَ وَفِي حَدِيثِ جَرِيرٍ مِنْ الزِّيَادَةِ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
Dari Hudzaifah RA ia berkata; Pada suatu malam, saya shalat (Qiyamul Lail) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau mulai membaca surat Al Baqarah. Kemudian saya pun berkata (dalam hati bahwa beliau) akan ruku’ pada ayat yang ke seratus. Kemudian (seratus ayat pun) berlalu, lalu saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan shalat dengan (surat itu) dalam satu raka’at. Namun (surat Al Baqarah pun) berlalu, maka saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan segera sujud. Ternyata beliau melanjutkan dengan mulai membaca surat An Nisa` hingga selesai membacanya. Kemudian beliau melanjutkan ke surat Ali Imran hingga selesai hingga beliau selesai membacanya. Bila beliau membaca ayat tasbih, beliau bertasbih dan bila beliau membaca ayat yang memerintahkan untuk memohon, beliau memohon, dan bila beliau membaca ayat ta’awwudz (ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan) beliau memohon perlindungan. Kemudian beliau ruku’. Dalam ruku’, beliau membaca: “SUBHAANA RABBIYAL ‘AZHIIM (Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung).” Dan lama beliau ruku’ hampir sama dengan berdirinya. Kemudian beliau membaca: “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Maha Mendengar Allah akan orang yang memuji-Nya).” Kemudian beliau berdiri dan lamanya berdiri lebih kurang sama dengan lamanya ruku’. Sesudah itu beliau sujud, dan dalam sujud beliau membaca: “SUBHAANA RABBIYAL A’LAA (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi).” Lama beliau sujud hampir sama dengan lamanya berdiri. Sementara di dalam hadits Jarir terdapat tambahan; Beliau membaca: “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH RABBANAA LAKAL HAMDU (Allah Maha Mendengar akan orang yang memuji-Nya, Ya Tuhan kami bagi-Mu segala puji).” (HR. Muslim).
Walaupun para ulama mengetahui hadis-hadis di atas bahwa salat tahajud pernah dilakukan oleh Rasullah SAW secara berjamaah dengan beberapa sahabat, namun para ulama terutama jumhur mazhab Syafi’I tetap menghukumi tidak sunah berjamaah. Diantara alasannya adalah:
- Bahwa sahabat tidak rutin berjamaah dengan Rasulullah SAW ketika salat tahajud. Hal itu hanya terjadi sesekali saja. Contohnya Ibnu Abbas, itu pun dilakukan berjamaah secara spontan, tidak berniat jamaah denagn Rasulullah sejak awal.
- Salat malam Rasulullah sangat panjang dan tentunya sangat lelah bagi sahabat yang mengikutinya. Lihat saja pengalaman Ibn Mas’ud yang “rada ngedumel” di hatinya karena bacaan imam terlalu panjang.
- Jika memang salat tahajud dianjurkan berjamaah, sudah tentu Rasulullah memanggil para sahabat untuk melakukan hal itu secara rutin. Berbeda dengan salat sunah yang memang dianjurkan berjamaah seperti Istisqa, Salat gerhana dan hari raya. Semua salat itu dilakukan oleh Rasulullah secara berjamaah setiap kali melaksanakannya.
Dari uraian diatas, kegiatan rutin salat tahajud dan duha berjamaah di sekolah Anda silakan diteruskan dan tentunya untuk poin ini ada pahalanya, yaitu mengajarkan kebaikan. Namun demikian, para siswa harus juga diberi tahu bahwa salat tersebut lebih utama dilaksanakan sendiri-sendiri agar tidak dipahami bahwa salat tahajud dan duha disunahkan berjamaah seperti halnya salat tarawih.
Demikian, semoga manfaat.
Wallahu A’lam.
Foto : Unsplash
[1] Lihat Al-Fiqh Al Islami Wa Adillatuh kaya Asy-Syaih Wahbah Az-Zuhaili hal. Dar Al-Fikr: Cetakan kedua tahun 1405 H, Juz 2, 58-60.
[2] Ibid, hal. 58-64.
[3] Lihat Al-Majmu’ Syarh Al-Muhaddzab Lis-Syirazi, Maktabah Al-Irsyad, Jeddah: tanpa tahun, Juz 3, Hal. 499.
[4] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Islamy karya Muhammad Ibn Ibrahim At-Tuwaijiri, Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah, Riyadh: 1430 H, Juz 2, hal. 585.
[2] Ibid, hal. 58-64.
[3] Lihat Al-Majmu’ Syarh Al-Muhaddzab Lis-Syirazi, Maktabah Al-Irsyad, Jeddah: tanpa tahun, Juz 3, Hal. 499.
[4] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Islamy karya Muhammad Ibn Ibrahim At-Tuwaijiri, Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah, Riyadh: 1430 H, Juz 2, hal. 585.