Di era modern ini, di zaman dimana semua serba mudah, tidak ada lagi jarak yang memisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Dimasa ini juga semua orang sibuk dengan dunia mereka, tak terkecuali para anak muda, para pujangga. Mereka sibuk dengan kebahagian mereka, ada yang hobi main game, olahraga, menyanyi dll, bahkan ada yang sibuk dengan pasangan mereka, kencan kesana kemari, traveling bahkan ada yang menikah di usia mudanya.
Namun hal ini bertolak belakang dengan seorang anak muda, Sebut saja namanya Deni. Dia seorang anak laki laki berdarah minang, berusia 24 tahun, baru selesai dari studinya menyelasaikan Gelar sarjana di kampus salah satu Negeri di Sumatra Barat. Di usia yang sangat muda, Deni lebih memilih hidupnya untuk mengabdikan diri menjadi seorang Da’i yang siap ditempatkan di daerah pedalaman desa, atau biasa disebut daerah 3T ( Terpencil, Terluar, dan Terdalam). Apa yang dilakukan oleh Deni bukan hanya sekedar cari pengalaman, namun tujuan hatinya ingin mengajarkan islam bagi mereka yang membutuhkan pemikiran nya dan bagi mereka yang jauh dari kata fasih akan pengeatahuan.
Sebagai seorang Dai yang ditempatkan di Pedalaman, merupakan pengalaman pertama yang pernah dilalui seumur hidupnya, karena sudah 24 tahun dia beraktivitas di kota, namun kali ini, dan untuk pertama kalinya semua aktivitasnya berada di daerah 3T.
Desa Sumber Makmur, Dusun 02 di ujung Dermaga, disinilah saya di tempatkan. Tanggal 01 maret 2021 saya berangkat dari Sumatra barat menuju Sumatra selatan, Palembang menuju lokasi penempatan. Untuk menuju daerah penempatan bukan lah perjalanan yang mudah atau cepat, dimana kendaraan yang digunakan pun sangat terbatas, saya berangkat ke lokasi menggunakan Spedboat, sejenis perahu kecil yang menggunakan tenaga mesin, melewati sungai Musi yang besar dan panjang yang terkenal dengan sungai terbesar di Sumatra. Perjalanan yang cukup lama dan melelahkan, sebab spedboat yang dinaiki setiap saat harus menerima benturan keras dari ombak yang muncul di sungai, apalagi ketika ada spedboat lain yang lewat, ombaknya bahkan lebih besar dan benturannya akan lebih keras, disinilah pertama kali nyali berdakwah seorang Dai muda di uji. Ketika dalam perjalanan nya saja sudah begitu bagaimana ketika di lokasi.
Tapi tidak dengan saya, justru ini menjadi tantangan baru bagi saya, selain kekuatan mental, kekuatan fisik, juga dibutuhkan dan saya harus siap dengan ini. Meski begitu yang namanya manusia pasti punya rasa takut, dalam perjalanan kekhwatiran yang saya rasakan sangat besar, karena pertama kali menaiki spedboat melintasi sungai dengan ombak dan benturan keras, seolah olah yang di fikirkan, jika spedboatnya karam atau tenggelam , kemana badan akan diselamatkan. Itulah kadang yg terlintas difikiran saya ketika menuju lokasi dakwah, ditambah lagi spedboat yang saya naiki cukup kecil, yang hanya bermuatan sekitar 8 orang saja. Tentu akan menambah kekhawatiran yang lebih ketika menaiki spedboat kecil tersebut.
Lebih kurang 2 jam perjalanan akhirnya kami dan rombongan sampai di lokasi, kedatangan kami disambut hangat oleh masyarakat setempat. Alhamdulillah, itulah kalimat pertama yang terucap saat sudah menginjakkan kaki ditanah itu. Melihat wajah haru penuh bahagia dari masyarakat, hati yang tadinya khawatir berubah menjadi bersemangat, seolah olah kami pulang ke kampung sendiri. Apalagi mendengar dan tahu kalau Dai yang ditempatkan didesa mereka adalah seoarang anak muda yang belum menikah. Mereka mulai mengeluarkan bahasa bahasa rayuan dan guyonan ala ibu ibu ketika melihat anak muda seperti saya. Disitulah saya merasa salah tingkah karena sering kali diperhatikan.
Hari pertama dilalui, dimana hari ini adalah hari pertama Saya berjumpa dengan anak dan orang tuanya. Sekitar jam 12.30 lokasi rumah saya atau tempat mengaji sudah dipenuhi oleh anak anak yang haus akan ilmu agama. Mereka saling menyapa dan memberi salam bahkan sungkem (bahasa jawa) kepada saya. Saya sebelumnya sempat berfikir kalau anak anak di pedalaman pasti sedikit dan tidak banyak. Ternyata waktu itu sekitar lebih kurang 50 orang datang menemui saya untuk di ajarkan agama. Waktu berlalu saya duduk bersama mereka, disitu saya melihat berbagai macam tingkah laku anak anak pedalaman. Ada yg lari lari, berteriak, bertengkar bahkan nangis, sebagai Seorang Dai ujian ini harus di hadapi.
Dan saya mulai berfikir bagaimana mengajarkan anak anak ini dengan cinta, saat mereka sibuk dengan tingkah lakunya, saya memanggil mereka dengan sebutan ” Anak Sholeh” , seketika mereka bengong, dan mungkin berfikir siapa yang ustadz ini panggil?, namun saya berkata lagi kalian semua anak sholeh dan sholehah ustadz, ayo duduk bersama ustadz, dan akhirnya mereka pun duduk bersama saya. Sayapun memulai perkenalan dengan bercerita, nampaknya mereka asyik dengan cerita saya, bahkan ada satu anak yang sampai tertidur di samping saya, begitu mereka antusias sekali ingin belajar. Dan pada akhirnya sayapun memperkenalkan diri saya kepada mereka. Dan mereka baru tahu saya orang sumatra barat, tapi mereka lebih mengenal dengan sebutan orang Padang.
Perkenalan selesai, mereka sudah tahu siapa saya, dan mulai akrab dengan saya. Hari demi hari saya lalui dengan mengajarkan mereka mengaji, bersholawat , praktek ibadah dan bahkan yang saya ajari , mereka juga bisa hafal Quran. Namun tak sampai disitu, setiap hari saya mengajar , setiap hari juga saya mengahadapi tingkah laku anak anak yang diluar batas. Bagi seorang manusia biasa tentu jengkel, kesal, bahkan bisa marah. Tapi tidak dengan saya, menghadapi anak anak yang seperti itu bukan bagitu, tapi menghadapinya dengan cinta. Sebagian masyarakat heran, kenapa anak anak bisa dekat dengan saya, bahkan mereka meminta saya untuk memarahi anak mereka jika anaknya nakal. Namun saya katakan, ” Buk, anakny gak nakal, tapi anaknya ingin diperhatikan,” , disitulah timbul ide saya bagaimana saya mengajarkan agama islam ini kepada mereka dengan penuh Cinta. Ketika Cinta yang kita ajarkan, cinta yang kita tanamkan, maka mereka akan datang pada kita. Seperti ungakapan seorang ustadz kepada saya, ” Sentuh Hatinya , maka dia akan menjadi milikmu selamanya”. Begitulah sehari hari yang saya lalui bersama mereka hingga berbagai macam kegiatan, mereka senang dengan saya, orang tua mereka bangga, dan saya pun bahagia. Karena sejatinya Mengajarkan cinta harus dengan penuh cinta.
Sebagai anak muda, dan sebagai Dai muda yang ditempatkan dilokasi pedalaman atau 3T, adalah sebuah Pengalaman luar biasa yang hanya bisa saya rasakan satu kali seumur hidup saya. Dan pengalaman ini, tiada duanya, karena saya tahu allah akan membalas semuanya , dan menajdikan amal baik ini penolong bagi saya, apalagi disaat usia yang matang, belum menikah masih muda, akan menjadi lebih berat lagi tantangannya ,tidak hanya mental, fisik dan lainnya, namun tidak bagi saya, Menjadi seorang Dai yang diterjunkan di 3T adalah tugas mulia, yang hanya dimiliki oleh mereka yang berhati cinta.
Deni Saputra
Dai Pemberdaya Dompet Dhuafa
#Meretas Dakwah Melintas Batas