Q.S. Al-Lahab
سورة اللهب
Surat Al-Lahab (Api Yang Bergejolak)
Muqaddimah
Surat ini tergolong makiyah, 5 ayat, 23 kata dan 74 huruf. Surat ini bisa disebut dengan Al-Lahab dengan mengambil ujung ayat tiga. Bisa juga disebut surat Tabbat, dengan mengambil ujung ayat pertama. Dan juga bisa disebut Al-Masad, dengan mengambil ujung ayat 5.
Jika timbul pertanyaan, siapakah yang memberi nama untuk surat-surat dalam Al-Qur’an? Jumhur ulama mengatakan bahwa penyebutan nama untuk semua surat adalah tauqifi, artinya Rasulullah SAW sendiri yang memberi nama. Jika ada suatu surat dalam Al-Qur’an yang penamaannya lebih dari satu, maka hal itu adalah keniscayaan.[1]
Sabab Nuzul:
As-Syaikh Muhammd Al-Amin Ibn Abdillah Al-Harari Al-Alawi As-Syafi’i dalam kitabnya Tafsir Hada’iq Ar-Ruh Wa Ar-Rayhan Fi Rawabi Ulum Al-Qur’an, mengutip sebuah hadis mengenai sebab turunnya surah ini, sebagai berikut:
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى صَعِدَ الصَّفَا فَهَتَفَ يَا صَبَاحَاهْ فَقَالُوا مَنْ هَذَا الَّذِي يَهْتِفُ قَالُوا مُحَمَّدٌ فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ فَقَالَ يَا بَنِي فُلَانٍ يَا بَنِي فُلَانٍ يَا بَنِي فُلَانٍ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ فَقَالَ أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا تَخْرُجُ بِسَفْحِ هَذَا الْجَبَلِ أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ قَالُوا مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ قَالَ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ تَبًّا لَكَ أَمَا جَمَعْتَنَا إِلَّا لِهَذَا ثُمَّ قَامَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَقَدْ تَبَّ (رواه مسلم).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dan menaiki Bukit Soffa lalu berteriak seolah-olah memanggil: ‘Wahai para sahabatku’. Sebagian mereka tertanya-tanya siapakah yang berteriak. Sebagian mereka menjawab, ‘Muhammad’. Maka mereka pun mulai berkumpul ke arah beliau. Lalu Beliau pun bersabda: “Wahai Bani Fulan! Bani Fulan! Bani Fulan! Wahai Bani Abdul Manaf! Wahai Bani Abdul Muththalib! ‘ Maka mereka semua pun menghampiri beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudan bersabda: “Apakah pendapat kamu seandainya aku kabarkan kepada kamu bahwa satu pasukan tentara berkuda akan keluar melalui kaki bukit ini untuk menyerang kamu. Apakah kamu akan mempercayaiku? ‘ Mereka menjawab, ‘Kami tidak pernah mendapati kamu berdusta’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lagi: ‘Sesungguhnya aku membawa berita ancaman kepadamu tentang azab yang pedih’.” Ibnu Abbas berkata, “Abu Lahab mencela, ‘Celaka kamu! Apakah kamu minta kami berkumpul hanya untuk mendengar perkara ini (yaitu memberitahu berita ancaman azab).’ Lantas Abu Lahab berlalu pergi. Maka turunlah surat: ‘(Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan celaka). (HR.Muslim).[2]
Abu Lahab adalah salah satu paman Rasulullah SAW. Abu Lahab bukanlah nama asli. Nama sebenarnya adalah Abdul Uzza. Ibn Abdul Muthalib. Ia memiliki kuniyah (gelar) Abu Utbah. Dinamakan Abu Lahab karena wajahnya yang cerah. Dia sangat sering menyakiti Nabi SAW.[3] Kunyah Abu Lahab dimaksudkan untuk merendahkan dan menghina dirinya seperti kunyah Abu Jahal.[4]
Biasanya, seorang paman selalu bangga dan mendukung kemenakannya, apalagi terhadap hal-hal kebaikan, manfaat dan maslahat. Tapi, Abu Lahab berbeda, ia justru sangat membenci dakwah Rasulullah SAW dan mengutuknya.
تَبَّتْ يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ ﴿١﴾
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!”
Ayat ini merupakan celaan sekaligus kutukan bagi Abu Lahab. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan celakalah ia. Dari segi balaghah, ayat ini mengandung majas mursal, yaitu menyebut sebagian dengan maksud keseluruhan. Kedua tangan Abu Lahab dimaknakan diri Abu Lahab. [5] Dia akan hancur dan rugi di dunia dan di akhirat. Mengapa sampai ia mendapat kutukan begitu keras dari Allah? Ayat-ayat berikutnya menjadi jawaban.
Ayat 2:
مَآ أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَ.
“Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.”
Karena sudah dikutuk dan dilaknat oleh Allah, maka harta dan apa yang ia usahakan tentu sia-sia. Termasuk usaha dan upaya Abu Lahab untuk mencegah dakwah Rasulullah SAW. Sekeras apapun usahanya untuk menghalangi Rasulullah, maka tidak akan berguna. Allah akan selalu menolong utusan-Nya.
Ayat 3:
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ.
“Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.”
Ayat 4:
وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلْحَطَبِ.
“Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).”
Bukan hanya Abu Jahal yang masuk neraka. Istrinya, Ummu Jamil yang merupakan saudara perempuan Abu Sufyan juga masuk neraka. Ia sangat keras mendukung dan membantu suaminya menyakiti Rasulullah SAW dan dakwahnya.
Makna “pembawa kayu bakar” dalam ayat ini memiliki ragam makna namun semuanya tentu berkonotasi negatif. Salah satu maknanya adalah penyulut api permusuhan di masyarakat dan suka adu domba. Salah satu kebiasaannya adalah menaruh duri pada malam hari di jalanan yang biasa dilalui Rasulullah SAW.[6]
Ayat 5:
فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ.
Allah menggambarkan keadaan istri Abu Lahab dengan siksa api neraka Jahanam sebagaimana kebiasaannya di dunia ketika dia gencar menebarkan fitnah dan adu domba. Juga kebiasaannya membawa ikatan kayu-kayu berduri dengan tali yang dipintal di lehernya. Bentuk siskaan di neraka sesuai dengan kebiasaan pendosa di dunia.[7]
Hikmah yang dapat kita ambil melalui surat ini:
- Jadilah pasangan suami istri yang beriman dan cinta kepada Rasulullah SAW. jangan seperti Abu Lahab dan istrinya, pasangan laknat dunia akhirat!
- Jika suami dan istri dua-duanya beriman dan salih, insya Allah anak keturunannya menjadi salih dan salihah.
- Cukuplah surat Al-Lahab ini sebagai pengingat kita semua bahwa hidayah adalah mutlak hak Allah. Seharusnya Abu Lahab beriman karena ia adalah paman Rasulullah. Tapi faktanya tidak begitu, ia justru menjadi ikonic penentang dakwah Rasulullah SAW.
Wallahu A’lam.
[1] Bahasan mengenai hal ini memang cukup panjang. Tidak dipungkiri bahwa ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa penamaan sebuah surat di dalam Al-Qur’an ada yang memang bersifat tauqifi namun juga ada beberapa surat yang dinamakan berdasarkan ijtihad para sahabat. Namun, pendapat jumhur ulama bahwa nama dan susunan semua surat dalam Al-Qur’an bersifat tauqifi merupakan pendapat yang sangat kuat sebagaimana ditemukan dalam kitab-kitab Ulumul Qur’an, baik klasik maupun kontemporer.
[2] Penerbit: Dar Thaq San-Najah, Beirut, Tahun 1421 H, Juz 32, Hal. 417.
[3] Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim Lil Hafizh Ibn Katsir, Dar Ibn Hazm, Beirut, 1420 H, Hal. 2044.
[4] Lihat Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili, Dar Al-Fikr/2002, Juz 15, Hal. 858.
[5] Ibid
[6] Lihat Tafsir An-Nasafi, Dar Al-kalim At-Thayyib, Beirut, 1419 H, Juz 3, Hal. 692.
[7] Lihat At-Tafsir Al-Munir Wahbah Zuhaili, juz 15 hal. 861.