Siapa yang tidak kenal dengan Suriah ? sebuah Negara yang terletak di Timur Tengah dengan Negara Turki di sebelah utara, Irak di timur, Laut Tengah di barat dan Yordania di sisi selatan. Siapa yang tidak kenal dengan Suriah? wilayah yang kini tengah berbalut konflik perang saudara antara rezim Bashar al Assad dan rakyatnya. Siapa juga yang tidak mengetahui bahwa konflik itu juga bergumul dalam konflik keagamaan ? Sunni dan Syiah. Tak ayal lagi kita pun sudah mendengar bahwa ada yang menyamakan kisah Suriah ini dengan kisah Ashabul Ukhdud.
Terlepas dari perang yang sukses melahirkan lebih dari 260 serangan udara, 110 artileri, 18 peluru kendali, 68 bom, pembantaian lebih dari 200 warga serta melukai ratusan lainnya dalam kurun waktu sembilan hari, patut disyukuri bahwa rezim Suriah yang dinahkodai oleh al Assad telah berhasil merebut kembali salah satu situs bersejarah dunia dan Islam yang bermukim di tengah Suriah dari cengkeraman ISIS.
Dialah Palmyra. Sebuah kota tua yang terletak kira-kira 210 kilometer dari timur Laut Damaskus, dan di tengah-tengah antara Laut Tengah di sebelah barat dan Sungai Efrat di sebelah timur. Di masa kejayaannya, Palmyra lebih dikenal dengan nama Tadmor yang konon katanya disebutkan dalam Injil Ibrani sebagai sebuah kota gurun yang dibentengi oleh Raja Salomo dari Yudea. Tadmor merupakan kota dagang dalam jaringan dagang yang luas yang menghubungkan Mesopotamia dengan Suriah Utara.
Dikutip dari laman nationalgeographic.co.id, Michal Gawlikowski, mantan pimpinan University of Warsaw’s Polish Mission di Palmyra mengungkapkan bahwa lokasi ini dulunya tempat transit bagi barang-barang dari Asia Barat menuju Roma. “Palmyra adalah sebuah oase di tengah padang pasir”.
Pernyataan Palmyra sebagai oase padang pasir ini dipertegas dengan hasil penelitian seorang arkeolog bernama Jorgen Christian Meyer dimulai dari jarak 104 kilometer sebelah utara Palmyra, yang menemukan lebih dari 20 desa pertanian dan 15 pemukiman yang lebih kecil dari yang pernah ditemukan peneliti lain di sebelah barat Palmyra. Meyer juga menemukan jejak waduk dan saluran air buatan manusia guna menyimpan curah hujan dan badai musiman.
Para pedagang Tadmor memiliki kapal-kapal di perairan Italia dan mengendalikan jalur perdagangan India. Berkat perdagangan, Tadmor menjadi salah satu kota terkaya di Timur dan orang-orang Tadmor menjadi satu-satunya orang non-Romawi yang mampu hidup berdampingan dengan orang Romawi tanpa terpengaruh menjadi Romawi.
Tadmor menjadi bagian dari Provinsi Suriah Romawi pada masa pemerintahan Tiberius (14-37 M). Kota ini secara perlahan-lahan tumbuh menjadi bagian penting dalam rute perdagangan yang menghubungkan Persia, India, Cina dan Kekaisaran Romawi. Pada 129 M, Kaisar Romawi, Hadrianus, mengunjungi Tadmor dan begitu terpesona sehingga ia menyatakannya sebagai sebuah kota bebas dan menamainya Palmyra Hadriana.
Di tahun 634 M, Tadmor pernah ditaklukan oleh pasukan Arab Muslim di bawah komando Khalid bin Walid, namun dibiarkan utuh.
Palmyra dianggap pencapaian penting dalam peradaban kuno Timur Tengah dan hanya sebagian kecil dari situs ini yang telah digali. Sebagian besar peninggalan arkeologi masih terbenam di bawah tanah dan terlalu rapuh untuk digali.
Apabila kota ini tidak dapat direbut kembali sejak penjarahan yang dilakukan oleh ISIS pada Mei 2015 dan dihancurkan oleh mereka seperti yang mereka lakukan terhadap kota-kota bersejarah lainnya, maka sebuah bab penting mengenai sejarah Timur Tengah akan hilang, tersapu oleh konflik tragis ini. (M. Azzam Alghifary)