Kabar Terbaru

Surat Al-Kautsar

Muqaddimah
Surat ini termasuk golongan Makiyah, urutan ke-108 dalam mushaf, berjumlah 3 (tiga) ayat, 10 kata dan 42 huruf. [1] Surat ini merupakan surat terpendek dalam Al-Qur’an.

Sebab surat ini diturunkan:
Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi dala kitabnya Lubab An-Nuqul Fi Asbab An-Nuzul menulis beberapa riwayat mengenai sebab diturunkannya surat ini, yaitu:[2]

 Riwayat pertama:

أخرج البزار وغيره بسند صحيح عن ابن عباس قال قدم كعب ابن الأشرف مكةَ فقالت له قريش أنت سيدهم ألا ترى إلى هذا المنصبر المنبتر من قومه يزعم أنه خير منا ونحن أهل الحجيج وأهل السقاية وأهل السدانة قال أنتم خير منه فنزلت إن شانئك هو الأبتر.

” Al-Bazzar dan lainnya meriwayatkan dengan sanad shahih dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Suatu hari Ka’ab bin Asyraf datang ke Mekah, kaum Quraisy berkata kepadanya, “Kamu adalah pimpinan kaum Quraisy. Tidakkah kamu melihat orang yang terputus dari kaum ini. Dia mengira bahwa dirinya lebih baik daripada kami padahal kamilah. yang menjamu orang-orang yang datang menunaikan haji dan memberi minum mereka serta mengganti kain Ka’bah.”

Ka’ab berkata, “Kalian lebih baik darinya.” Lalu turunlah ayat: إن شانئك هو الأبتر   Artinya, “Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (QS. Al-Kautsar: 3).

 Riwayat Kedua:

  وأخرج ابن أبي شيبة في المصنف وابن المنذر عن عكرمة قال لما أوحي إلى النبي صلى الله عليه وسلم قالت قريش بتر محمد منا فنزلت إن شانئك هو الأبتر.

“Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam al- Mushanaf dan Ibnu Mundzir, dari Ikrimah, dia berkata, “Tatkala Nabi saw. diberi wahyu, kaum Quraisy berkata, “Terputuslah Muhammad dari kami.” Lantas turunlah ayat ke 3 surat al-Kautsar.”

 Riwayat ketiga:

وأخرج ابن أبي حاتم عن السدي قال كانت قريش تقول إذا مات ذكور الرجل بتر فلان فلما مات ولد النبي صلى الله عليه وسلم قال العاصي ابن وائل بتر محمد فنزلت.

“Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari As-Sudi, dia berkata: “Jika anak lelaki seseorang meninggal, kaum Quraisy berkata, “Si fulan telah terputus dari rahmat Allah.” Tatkala putra Nabi saw meninggal, Ashi bin Wa’il berkata: “Terputuslah Muhammad (dari rahmat)”, lalu turunlah ayat ini.”

Riwayat keempat:

وأخرجَ البيهقيُّ في الدلائل مثلَه عن محمد بن علي وسُمى الولدُ القاسمَ وأخرج عن مجاهد قال نزلت في العاصي بن وائل وذلك أنه قال أنا شانئُ محمد.
“Al-Baihaqi meriwayatkan hal serupa di dalam kitab Dalailun Nubuwwah dari Muhammad bin Ali, dan putra Nabi yang dimaksud adalah Qasim. Baihaqi juga meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata: “Surat ini turun mengenai Ashi bin Wa’il yang berkata, “Saya mencela Muhammad.”

 Riwayat Kelima:

وأخرج ابن جرير عن سعيد بن جبير في قوله فصل لربك وانحر قال نزلت يوم الحديبية أتاه جبريل فقال انحر واركع فقام فخطب خطبة الفطر والنحر ثم ركع ركعتين ثم انصرف إلى البدن فنحرها قلت فيه غرابة شديدة.

“Ibnu Jarir meriwayatkan dari Said bin Jubair mengenai firman Allah swt:   فصل لربك وانحر    dia berkata, “Ayat ini turun pada hari Perjanjian Hudaibiyyah. Nabi saw didatangi Jibril dan berkata, “Sembelihlah hewan kurban. dan shalatlah.” Lantas beliau berdiri dan berkhutbah layaknya khutbah Idul Fitri dan Idul Adha. Kemudian beliau shalat dua rakaat. Setelah itu beliau menyembelih unta yang gemuk.” Akan tetapi, riwayat ini sangat aneh.”

 Riwayat keenam:

وأخرج ابن المنذر عن ابن جريج قال بلغني أن إبراهيم ولد النبي صلى الله عليه وسلم لما مات قالت قريش أصبح محمد أبتر فغاظه ذلك فنزلت إنا أعطيناك الكوثر تعزية له.

“Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dia berkata: “Saya mendengar kabar bahwasanya tatkala Ibrahim, putra Nabi saw, meninggal, kaum Quraisy berkata, “Muhammad telah terputus dari rahmat Allah. Lantas hal itu membuat beliau marah, maka turunlah ayat:   إنا أعطيناك الكوثر   “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.” Hal itu dimaksudkan untuk menghibur dan menenangkan jiwa beliau SAW.

Jika kita perhatikan beberapa riwayat mengenai sebab nuzul turunnya surat ini, maka setidaknya memberikan makna kepada kita bahwa tingginya kebencian tokoh-tokoh kafir Makkah seperti Al-Ash Ibn Wail kepada Rasulullah SAW. Kata “Abtar” yang diterjemahkan dengan “terputus” merupakan kata cacian dan celaan kepada orang yang dibenci.

Ayat 1:

إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ ٱلْكَوْثَرَ ﴿١﴾

“Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.”

Dalam ayat ini Allah menegaskan kepada Rasulullah bahwa beliau SAW adalah hamba-Nya yang diberikan Al-Kautsar. Arti Al-Kautsar adalah kebaikan atau nikmat yang banyak. Diantara nikmat yang banyak itu adalah berupa surga atau telaga milik nabi SAW yang diberi nama Al-Kautsar. Sungai ini diperuntukan untuk umat Rasulullah SAW. Selain itu, diantara nikmat yang banyak itu adalah nikmat diturunkannya Al-Qur’an, pangkat kenabian, hak syafaat dan lain-lain.[3]

Mengenai telaga Al-Kautsar, ada hadis sahih berikut:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أَغْفَى إِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا فَقُلْنَا مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُورَةٌ فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ { إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ } ثُمَّ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ فَقُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِي فَيَقُولُ مَا تَدْرِي مَا أَحْدَثَتْ بَعْدَكَ.

Dari Anas RA dia berkata, “Pada suatu hari ketika Rasulullah di antara kami, tiba-tiba beliau tertidur, kemudian mengangkat kepalanya dalam keadaan tersenyum, maka kami bertanya, ‘Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah? ‘ Beliau menjawab, ‘Baru saja diturunkan kepadaku suatu surat, lalu beliau membaca, ‘Bismillahirrahmanirrahim, Inna A’thainaka al-Kautsar Fashalli Lirabbika Wanhar, Inna Syani’aka Huwa al-Abtar, ‘ kemudian beliau berkata, ‘Apakah kalian tahu, apakah al-Kautsar itu? ‘ Kami menjawab, ‘Allah dan RasulNya lebih tahu.’ Beliau bersabda, ‘Ia adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku kepadaku. Padanya terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang umatku menemuiku pada hari kiamat, wadahnya sebanyak jumlah bintang, lalu seorang hamba dari umatku terhalang darinya, maka aku berkata, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya dia termasuk umatku’, maka Allah berkata, ‘Kamu tidak tahu sesuatu yang terjadi setelah (meninggalmu).” (HR. Muslim).

Selain riwayat Muslim, Imam Bukhari juga meriwayatkan tentang keindahan telaga Al-Kautsar sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا عُرِجَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى السَّمَاءِ قَالَ أَتَيْتُ عَلَى نَهَرٍ حَافَتَاهُ قِبَابُ اللُّؤْلُؤِ مُجَوَّفًا فَقُلْتُ مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَذَا الْكَوْثَرُ

Dari Anas RA, Ia berkata; Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengalami peristiwa Mi’raj ke langit, beliau pun bersabda: “Aku mendatangi telaga, pada kedua tepinya terdapat Qubah berongga yang terbuat dari mutiara. Maka aku pun bertanya, ‘Apa ini wahai Jibril? ‘ Ia menjawab, ‘Ini adalah Al Kautsar.” (HR. Bukhari).[4]

Ayat ini merupakan motivasi dari Allah untuk Rasulullah agar tidak merasa lemah karena terus menerus mendapatkan cemoohan, olok-olok dan ejekan dari sebagian tokoh kafir Quraisy.

Nikmat yang Allah berikan kepada Rasulullah SAW tentu menjadi keberkahan dan kebaikan pula untuk seluruh umat manusia, khususnya umat beliau. Misalnya nikmat pangkat kenabian. Jika Allah tidak mengutus beliau, tentu kita tidak pernah mengenal Islam.

Begitu juga dengan nikmat Al-Qur’an. Andai saja Allah tidak menurunkan Al-Qur’an kepada beliau, tentu kita berada di jalan kegelapan untuk selama-lamanya.

Begitu juga dengan hak syafaat yang diberikan kepada beliau di hari Akhir. Hal ini merupakan nikmat dan kebaikan luar biasa bagi umat beliau. Andaikan tidak ada hak syafaat, bisa jadi kita tidak bisa memasuki surga.

Oleh karena itu, sebagai bentuk syukur kepada Allah dan mahabbah (kecintaan) kita kepada Rasulullah, hendaklah kita memperbanyak salawat.

Ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ ﴿٢﴾

“Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Karena Allah telah memberikan nikmat yang begitu banyak kepadamu, wahai Muhammad, maka dirikanlah salat dan berkurbanlah dengan ikhlas karena Allah. Penafsiran ini berdasarkan siyaq al-kalam (konteks kalimat) pada ayat sebelumnya.

Akan tetapi ada penafsiran yang lebih khusus, yaitu “Dirikanlah Salat Idul Adha dan berkurbanlah, wahai Muhammad!” Dan ada juga sebagian ulama yang menafsirkan “Dirikanlah salat subuh secara berjamaah dan berkurbanlah di Mina!” Ada pula penafsiran, “Dirikanlah salat wajib 5 waktu dan berdoalah! Ada juga yang menafisrkan, “Dirikanlah salat dan tegaklah kepalamu setelah bangkit dari ruku!”

Semua perbedaan penafsiran tersebut berdasarkan riwayat yang dikemukakan oleh Al-Imam As-Suyuthi dalam karyanya Ad-Dur Al-Mantsur Fi At-Tafsir Al-Ma’tsur.[5]

Ayat 3:

إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلْأَبْتَرُ ﴿٣﴾

“Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”

Ya, Allah betul-betul menjamin bahwa orang yang membenci Rasulullah adalah orang yang tidak akan mendapatkan kasih sayang Allah. Dia akan mendapatkan rahmat dari Allah jika bertaubat dari perbuatan membenci nabi. Membeci apanya? Ya banyak sekali, bisa membenci fisik beliau, sunah beliau, ajaran beliau, keluarga dan keturunan beliau dan apapun yang disematkan kepada beliau SAW.

Walaupun sabab nuzul surat ini adalah balasan kepada beberapa kafir quraisy yang sangat membenci dan merendahkan Rasulullah, namun tetap saja, ancaman terputus dari rahmat Allah berlaku kepada siapa saja yang membenci Rasulullah dan apapun yang disematkan kepada beliau.

Wallahu A’lam.

Foto : Freepik
 —————
[1] Abu Amr Ad-Dani, Al-Bayan Fi Addi Ayil Quran, Kuwait: Markaz Al-Makhthuthat Wa At-Turats Wa Al-Watsaiq, Catakan pertama tahun 1414 H, Hal. 292.
[2] Jalaludin As-Suyuthi, Lubab An-Nuqul Fi Sabab An-Nuzul, Beirut: Muassasah Al-Kutub Ats-Tsaqafiyah, Cetakan pertama tahun 1442 H, Hal. 308-309.
[3] Lihat TafsirJalalain
[4] Hadis-hadis mengenai gambaran telaga atau sungai Al-kautsar juga diriwayatakan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i Ibnu Majah, Ahmad dan para perawi lainnya.
[5] Lihat halaman 650-651, juz 8, Dar Al-Fikr, Beirut 1433 H.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *