Rumah tangga yang baik tentu memiliki pemimpin yang baik. Suami merupakan pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Semakin baik kepemimpinan seorang suami, semakin baik pula rumah tangganya.
Jika rumah tangga harus ada pemimpin yang baik apalagi ideal, apalagi sebuah negara. Pemimpin yang baik mutlak diperlukan agar mampu menjalankan amanah dari rakyat dan mengelola negara dengan sangat baik.
Jika ada pertanyaan, pemimpin bangsa yang baik itu seperti apa? Tanpa menjawab dengan panjang lebar, tentu dengan mudah dan spontan kita mampu menjawabnya. Jawaban tiap orang tentu tidak semua seragam. Biasanya, jawaban yang paling umum untuk pertanyaan ini adalah pemimpin yang bertanggung jawab, berani dan memperhatikan kepentingan rakyat.
Terlepas dari beragamnya perspektif mengenai pemimpin yang baik apalagi ideal, ada kisah menarik di dalam Al-Quran mengenai hal ini. Silakan simak Q.S. Al-Baqarah ayat 246-251. Karena tulisan ini bukanlah jurnal apalagi disertasi, maka kisah tersebut penulis sampaikan dalam beberapa poin sebagai berikut:
- Setelah Nabi Musa AS wafat, para pemuka Bani Israil mencari pemimpin baru yang akan mereka angkat menjadi Raja. Mereka meninta fatwa kepada seorang Nabi yang bernama Syamwil (menurut jumhur ulama tafsir). Mereka beralasan bahwa seorang Raja diperlukan agar mereka bisa berjuang di jalan Allah (ayat 246).
- Nabi Syamwil menyampaikan kepada mereka bahwa Allah SWT memilih Thalut agar menjadi Raja bagi Bani Israil. Mereka merasa heran dan keberatan karena Thalut bukanlah keturunan dari bangsawan dan tidak memiliki harta yang banyak. Saat itu, menjadi barometer untuk kelayakan seorang pemimpin. (ayat 247)
- Nabi Syamwil juga menyampaikan bahwa Allah memilih Thalut karena ia memiliki keluasan ilmu dan fisik yang mengagumkan (basthatan fil ilmi wal jism). Thalut Allah anugerahkan kecerdasan yang luar biasa. Untuk konteks sekarang, pemimpin haruslah orang yang memiliki kecerdasan, wawasan yang sangat luas serta memiliki visi dan kemampuan menganalisa dengan baik. Untuk fisik, Thalut sangat mengagumkan karena konteksnya saat itu adalah peperangan. Jika ditarik untuk konteks sekarang, bastathan fil jismi adalah pemimpin yang ‘good looking’. Memiliki wibawa, gagah dan memiliki kemampuan public speaking luar biasa, baik di negeri sendiri dan untuk kancah internasional. (masih ayat 247).
- Thalut dianugerahkan oleh Allah untuk mendatangkan tabut (peti yang isinya peninggalan keluarga Nabi Musa dan Nabi Harun AS) yang sudah lama Allah hilangkan. Allah menghendaki Thalut untuk mendatangkan tabut tentu karena kesalehan dan Tingkat spiritual yang sangat tinggi. Untuk konteks sekarang, pemimpin bukan hanya cerdas dan good looking, tapi harus bertakwa dan rajin tirakat. Rajin bangun malam dan berzikir! Gitu loh! (ayat 248).
- Allah menguji Thalut dan pasukannya menyebrangi sungai. Bagi pasukan yang meminum airnya, ia akan membelot dan lari dari peperangan. Dan ternyata benar, dari jumlah pasukan yang semulanya berjumlah 80.000, tinggal 4.000 orang saja yang tidak minum. Sisanya, 76.000 pasukan membelot dan lari dari sebelum bertemu musuh. Mereka yang minum air sungai dilanda ketakutan untuk berperang. Walapun tinggal sedikit saja, Thalut dan pasukannya tetap berperang. Hal ini menadakan bahwa Thalut adalah pemimpin yang memiliki kesabaran, keteguhan dan keyakinan luar biasa kepada Allah. Artinya, seorang pemimpin tidak boleh memiliki mental “tempe” dan mau saja menjadi “boneka”. (ayat 249-250).
Begitulah Al-Qur’an menggambarkan beberapa karakter pemimpin ideal bagi sebuah bangsa. Semoga saja masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim selalu ingat kisah Thalut di setiap musim pemilu dan tidak asal pilih calon pemimpin layaknya memilih “tempe goreng”.
Wallahu A’lam.
Foto : Unsplash