Umumnya muallaf yang telah memeluk Islam mengalami ujian keimanan yang dahsyat di masa-masa awal keislamannya. Beragam permasalahan dan perjalanan hidup yang mereka alami. Mereka telah melalui lika-liku kehidupan yang teramat rumit dan mengguncangkan iman. Seringkali diterpa oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Diuji oleh beragam masalah dan kesulitan hidup supaya iman mereka kepada ketauhidan dan kekuasaan Allah SWT semakin tumbuh dan mengakar kuat dalam dirinya. Tatkala hidayah Islam telah menghampirinya, mereka pun mengikrarkan dua kalimat syahadat. Diharapkan pemberian zakat maupun santunan kepada muallaf bisa semakin melunakkan hati mereka terhadap Islam dan membantu meringankan permasalahan hidup yang sedang dihadapinya.
Mereka yang baru masuk Islam lalu diberikan dana zakat atau santunan agar mereka tetap teguh dalam keislamannya. Dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Sa’id, bahwa Ali r.a. mengirimkan bongkahan emas yang masih ada tanahnya dari negeri Yaman kepada Nabi SAW. Kemudian Nabi SAW. membagi-bagikannya di antara empat orang, yaitu Al-Aqra’ ibnu Habis, Uyaynah ibnu Badar, Alqamah ibnu Ilasah, dan Zaid Al-Khair, lalu beliau SAW. bersabda: “(Aku memberi mereka untuk) aku jinakkan hati mereka (kepada Islam).”
Allah SWT dalam Qs. At-Taubah (9) ayat 60 telah menentukan bahwa muallaf sebagai salah satu golongan yang berhak menerima zakat.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” {Qs. At Taubah (9) : 60}
Illat (motivasi/alasan hukum) pemberian zakat kepada muallaf, sebagaimana yang telah ditentukan Allah SWT dalam Qs. At-Taubah (9) ayat 60, tidak didasarkan pada status muallaf (subjek) saja, tapi lebih mempertimbangkan faktor kondisi al-qulubuhum-nya (pembujukan hatinya). Maka tolak ukur kondisi ‘pembujukan hati’ pada masa Rasulullah Muhammad SAW tentunya berbeda dengan saat ini. Sebab penentuan kondisi ‘pembujukan hati’ ini sangat bergantung pada situasi dan kondisi peradaban Islam pada masa tersebut.
Namun para muallaf yang baru memeluk Islam ini tidak bisa memaksa untuk diberikan zakat. Apalagi mengancam akan murtad jika tidak diberi zakat. Murtad atau tidaknya mereka setelah beriman itu baik-buruknya merupakan tanggung jawab sendiri. Sedangkan tugas kita hanya sebagai penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan (Qs. Ali Imran (3) : 20).
Sedangkan muallaf yang telah lama memeluk Islam masih berhak menerima zakat atau santunan, jika kondisi mereka pada saat disurvey ternyata masuk dalam kategori kaum dhuafa dan fakir miskin. Jadi illat pemberian zakat atau santunan kepada muallaf yang telah lama memeluk Islam ini didasarkan pada faktor kondisi mereka yang masuk kategori ‘kaum dhuafa atau fakir miskin’, bukan lagi berdasarkan status mereka sebagai muallaf.
Pemberian dana zakat atau santunan dalam bentuk uang alangkah baiknya hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar muallaf yang bersifat darurat atau mendesak. Namun sebelum memberikan dana zakat kepada muallaf hendaknya dilakukan survey terhadapnya, supaya bisa mengetahui lebih dalam tentang pribadinya, latar belakang keislamannya, sejauhmana ketaatannya dalam berIslam, maupun apakah dia memenuhi kategori kaum dhuafa/fakir miskin atau tidak. Kebijakan survey ini demi prinsip kehati-hatian dan keamanahan dalam penyaluran zakat.
Pola kebijakan survey ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan mendidik para muallaf supaya lebih bersungguh-sungguh dalam berIslam, bukan karena alasan ingin mendapatkan dana zakat atau santunan saja.
Jadi lebih diutamakan pola pemberian santunan atau zakat produktif yang diwujudkan dalam program pemberdayaan kewirausahaan sehingga para muallaf mampu hidup mandiri dan berdaya.
Kebutuhan muallaf lainnya yang bersifat darurat adalah tempat tinggal sementara. Seringkali ada muallaf yang terusir dari keluarganya, atau karena alasan tertentu sehingga dia kehilangan tempat tinggal.
Wisma Muallaf Dompet Dhuafa adalah salah satu lembaga yang menyediakan tempat tinggal sementara bagi para muallaf yang membutuhkan. Selama tinggal di Wisma Muallaf ini para muallaf akan mendapatkan bimbingan dan pembinaan bersifat berkelanjutan supaya mereka bisa memeluk Islam secara kaffah. Muallaf juga akan dibekali pelatihan kewirausahaan supaya kelak ketika lulus dari Pesantren Muallaf bisa hidup mandiri dan berdaya.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” {Qs. Al Baqarah (2) : 208}
“Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” {Qs. Al Baqarah (2) : 209}