Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Mohon maaf, Pak Ustaz. Pertanyaan saya ini muncul karena kegalauan saya melihat fenomena zaman sekarang ini.
Saya seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Islam di Jakarta. Saya juga aktif di kepengurusan salah satu masjid di tempat saya tinggal.
Ketika kami mau mengadakan PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), seperti biasa kami rapat pembentukan panitia. Setelah terbentuk, biasanya kami agak alot untuk menentukan penceramah yang akan kami undang.
Salah seorang panitia mengusulkan agar kami mengundang penceramah muda yang namanya sangat terkenal. Katakanlah Ustaz Z. Sebetulnya banyak yang setuju, namun ada seorang panitia lain yang sangat keberatan dengan alasan bahwa biaya memanggil Ustaz Z sangat mahal.
“Daripada ngundang dia mendingan ngundang penceramah biasa saja tapi alim, ilmunya banyak. Mubazir kalo kita mesti ngundang dia 30 juta. Ya banyak sih yang dateng, tapi kalo kita boleh jujur, isi ceramahnya biasa-biasa aja, masih lebih berisi ponakan saya yang keluaran pesantren. Maaf ya, saya jujur aja.” Kata Pak Lamri, salah satu panitia yang tidak setuju.
“Saya rasa ga masalah, pak. Kita mampu kok bayar segitu. Sekali-kali lah kita ngundang Ustaz Z yang memang sudah ngetop itu. Biar jamaah puas dan nyakepin masjid kita.” Kata Pak Rosta menanggapi.
“Sebetulnya sih saya ga suka aja dia pake matokin harga kalo diundang. Saya lebih respek kepada penceramah yang bagus penyampaiannya, isi ceramahnya daging semua dan ga matokin harga. Mendingan Ustaz R saja, walaupun beliau ga ngetop kaya ustaz Z!” Kata Pak Lamri menguatkan argumennya dan mencoba menawarkan solusi.
Ya, pokoknya rapat kami itu berjalan alot karena hal tersebut. Yang menjadi pertanyaan saya, apakah boleh penceramah mematok harga? Dan sebaiknya kita mengundang penceramah seperti apa?
Demikian, Pak Ustaz dan saya sampaikan terima kasih.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengambil upah untuk hal-hal yang berhubungan dengan ketaatan kepada Allah atau biasa disebut dengan Al-Ajru Alat Tha’ah. Perdebatan ini sudah lama dan sepertinya sulit sekali kapan berhentinya.
Singkatnya, sebagian ulama ada yang tidak membolehkan dengan berbagai dalil-dalil yang dijadikan pinjakan dalam berargumentasi dan begitupun dengan ulama sebaliknya, ada yang membolehkannya dengan mutlak. Ada juga sebagian ulama yang berpendapat makruh. Ada pula yang berpendapat boleh menerima upah, namun tidak mendapatkan pahala. Ada pula yang berpendapat boleh menentukan tarif, namun sangat tidak etis untuk dilakukan.
Lalu penceramah mana yang sebaiknya dipanggil?
Esensi dari ceramah adalah:
- Menyampaikan ilmu
- Memberikan pemahaman kepada jemaah mana yang baik dan mana yang buruk
- Dakwah
- Memberikan nasihat, wawasan dan pencerahan kepada jamaah.
Jika itu esensinya, maka penceramah yang alim dan sesuai antara perkataan dan perbuatanyalah yang paling baik untuk diundang dan tentunya sang penceramah tidak mematok tarif.
Walaupun demikian, panitia juga harus mengerti. Jangan mentang-mentang sang penceramah tidak menentukan tarif, panitia memberi uang transport alakadarnya. Berilah yang sesuai dan sepantasnya, bahkan lebih banyak lebih bagus.
Mengapa disarankan harus lebih banyak? Alasannya mudah:
- Panitia menghargai ilmu.
- Panitia menghargai waktu dan kegigihan sang penceramah dalam menyampaikan ilmu, terutama penceramah yang lokasinya sangat jauh dari yang mengundang.
- Apresiasi yang tinggi karena penceramah tersebut tidak mematok harga.
Demikian dan semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam.
Foto : Unsplash