Setiap masuk bulan Desember, di Handpone (HP) Ustaz Hamid selalu ada saja yang bertanya mengenai hukum mengucapkan Selamat Natal yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Pertanyaan itu selalu ada dari mulai zaman HP beliau yang besarnya seperti ulekan sampai model slim dengan berbagai aplikasi androidnya. Dari mulai zaman SMS sampai dengan WA, pertanyaan itu selalu hadir tanpa diminta.
Walaupun pertanyaan itu sudah dijawab via chatting, masih saja ada jemaah yang menelepon karena merasa belum puas dengan jawaban sang Ustaz. “MasyaAllah, ini orang mau nanya apa ngajakin debat sih?” keluh Ustaz Hamid kepada istrinya, Ustazah Jamilah. “Siapa suruh jadi Ustaz? hehe” canda sang istri agar suaminya fresh kembali. “Begini aja, sayang! Buat saja tulisan singkat semacam artikel sederhana mengenai polemik tahunan hukum mengucapkan Selamat Natal! Kalo begitu kan enak jadinya, ga cape!” usul sang istri tercinta. “Baiklah, bidadariku! Terima kasih sarannya ya!” ujar Ustaz Hamid kepada istri tercintanya itu.
Dengan penuh kehati-hatian, Ustaz Hamid akhirnya membuat tulisan singkat seperti ini:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Kepada seluruh jemaah yang saya hormati. Berhubung banyaknya pertanyaan masuk kepada saya mengenai hukum mengucapkan Selamat Natal, maka dengan ini saya membuat sedikit tulisan agar mudah dipahami. Tulisan ini bukanlah membela salah satu golongan. Tulisan ini hanyalah mengetengahkan pro kontra para ulama mengenai polemik tersebut dan sedikit solusi yang saya tawarkan untuk menyikapi hal ini. Setelah tulisan ini dibuat, saya tidak melayani chatting lanjutan apalagi telepon. Jika masih ada yang kurang paham dengan apa yang saya sampaikan melalui tulisan ini, silakan saja bertanya kepada ustaz lain. Terima kasih atas pengertiannya!
Pasal 1:
Para ulama sepakat atas keharaman mengikuti ritual ibadah agama lain. Haram bagi kaum muslimin untuk mengikuti ritual natalan. Semua ulama sepakat, ayatnya mudah saja, lakum dinukum waliyadin! Adapun mengucapkan Selamat Natal, maka para ulama berbeda pendapat. Perbedaan para ulama mengenai hal ini berdasarkan cara pandang terhadap dalil-dalil teks (nash) dalam Al-Qur’an maupun Hadis-hadis Nabi. Yang namanya metode atau pemahaman tidak mesti harus sama. Ini namanya Ijtihad! Jika ada hadis ayat atau hadis secara tekstual tentang haramnya mengucapkan Selamat Natal, tentu tidak akan pernah terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ini.
Pasal 2:
Argumentasi para ulama, baik yang mengharamkan ataupun yang membolehkan, secara singkat sebagai berikut:
Pendapat yang mengharamkan:
Mengucapkan Selamat Natal artinya mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Isa atau Yesus Kristus yang diartikan sebagai tuhan bagi umat Kristen. Dengan mengucapkan Selamat Natal, berarti setuju jika Nabi Isa dijadikan tuhan. Setuju jika Nabi Isa dijadikan tuhan, maka murtad menjadi konsekuensinya. Menurut ulama yang mengharamkan, apapun alasannya, mengucapkan Selamat Natal adalah haram!
Pendapat yang membolehkan dengan syarat:
Mengucapkan Selamat Natal boleh saja selama tidak meyakini bahwa Nabi Isa adalah tuhan. Ucapan Selamat Natal boleh dilakukan dengan alasan basa-basi saja untuk menjaga keharmonisan antar umat beragama. Jika dengan ucapan Selamat Natal tidak mempengaruhi keimanan seorang muslim dan bertujuan untuk memperlihatkan bahwa umat Islam adalah umat yang menghargai pemeluk agama lain, maka hal ini boleh saja.
Pasal 3:
Usulan atau saran:
Dengan tidak berpihak pada salah satu pendapat, maka saya, Abdul Hamid memberikan tawaran solusi sebagai berikut:
- Bagi yang tidak berkepentingan untuk mengucapkan Selamat Natal, janganlah mengucapkan kalimat tersebut. Contoh: Anda tidak punya kerabat yang Nasrani atau tetangga sebelah rumah yang Nasrani. Anda bukan pegawai yang bekerja di perusahan atau toko yang pemiliknya beragama Nasrani.
- Bagi pihak yang memang dalam kondisi “mengharuskan” untuk mengucapkan Selamat Natal, maka mengucapkan Selamat Natal merupakan rukhshah atau keringanan dalam syariat selama tidak diniatkan untuk menyetujui akidah Nasrani. Contoh para pejabat, pegawai pada perusahaan yang dimiliki Nasrani, memiliki kerabat atau tetangga dekat Nasrani dsb.
- Hendaknya umat Islam saling menghormati pilihan masing-masing pendapat ulama dan jangan sampai perbedaan pendapat ini menjadi polemik tahunan yang membosankan.
- Demikian yang saya sampaikan. Atas perhatiannya saya sampaikan mohon maaf dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Abdul Hamid
Mendengar kisah Ustad Hamid diatas, Kong Ali berkata kepada cucunya, Malih: “Jangan pasang status di FB atawe di WA kaya gini Lih, Selamat Natal Bagi Yang Merayakannya. Engga perlu itu, ente ga punya kepentingan ngedesek!”
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa
Foto : Unsplash