Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya.
Begini, Pak Ustaz! Saya sempat berselisih dengan kawan saya mengenai peringatan tahun baru Islam yang belum lama ini banyak diperingati oleh kaum muslimin di Indonesia, bahkan hampir seluruhnya.
Bermula saya mengajak kawan saya untuk membantu saya dan kawan-kawan mengawal Pawai Obor pada malam Tahun Baru 1445 H.
Semula saya menganggap dia mau saja. Tapi yang saya kaget, dia menolak keras dan mengatakan bahwa memperingati Tahun Baru Hijriyah tidak ada dasarnya dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dia keras mengatakan bahwa perbuatan kami dan masyarakat adalah Bid’ah Munkaroh dan wajib diberantas.
Saya merasa tidak enak hati dengan kawan-kawan saya yang lain dan saya berusaha memberikan pemahaman kepada kawan saya tersebut bahwa peringatan ini semata-mata untuk mengenang hijrahnya Rasulullah dan para sahabat RA.
Dia tetap bersikeras dan mendebat saya bahwa jika perbuatan tersebut baik, maka para sahabat juga akan melakukannya. Para sahabat juga akan memperingati Tahun Baru Islam. Dia balik bertanya kepada saya, apakah ada sahabat yang melakukannya?
Akhirnya saya mengalah dan mengatakan, jika kamu tidak mau ya sudah!
Saya sempat terpengaruh juga dengan statement kawan saya itu Ustad.
Mohon pencerahannya dan terima kasih.
Wassalam.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr Wb.
Sumber hukum dalam Islam bukan hanya Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadis) saja. Sumber hukum lainnya adalah Ijma’, Qiyas. Al-Maslahah Al-Mursalah, Urf Sahih dan lain-lain.
Jika sumber hukum dalam Islam hanya Al-Qur’an dan Hadis saja, itu sangat tidak mungkin. Jumlah ayat dalam Al-Qur’an dan jumlah hadis tentu sangat terbatas dan tidak pernah bertambah. Sedangkan masalah dari zaman ke zaman semakin bertambah. Oleh karena itu para ulama ahli ushul, membuat kaidah agar suatu masalah yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan Hadis menjadi jelas status hukumnya.
Dengan begitu lahirlah ijma’, qiyas, urf shahih dan lain-lain yang tentunya berbasis ijtihad.
Jika semua masalah harus sesuai dengan contoh Nabi, tentu hal ini tidak masuk logika normal dan sehat. Bagaimana mungkin suatu masalah atau perbuatan yang tidak Nabi contohkan lantas menjadi haram?
Peringatan Tahun Baru Islam bukan masuk pada ranah ibadah. Perbuatan tersebut hanya tradisi yang bertujuan untuk mengingat sejarah hijrahnya Nabi SAW dan para sahabat. Tradisi tersebut juga sebagai bentuk syukur bahwa umat Islam mempunyai kalender sendiri. Tradisi tersebut tidak bertentangan dengan syariat baku dalam Islam. Peringatan Tahun Baru Hijriyah kedudukan hukumnya sama dengan upacara kemerdekaan suatu bangsa. Itu tradisi yang baik. Tradisi semacam ini masuk pada katagori Urf Sahih (tradisi yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat Islam).
Lain halnya jika sebuah tradisi dianggap sebagai ibadah yang jika tidak dilakukan menjadi dosa. Jika kita tidak memperingati Tahun Baru Hijriyah setiap tahun dianggap dosa, barulah itu Bid’ah Munkaroh! Atau menjadi haram hukumnya jika memperingati Tahun Baru Islam dengan perkara-perkara yang bertentangan dengan Islam, misalnya diisi dengan perjudian, mabuk-mabukan dan lain-lain dan ini jelas tidak mungkin!
Teruskan saja, peringati terus Tahun Baru Hijriyah dengan tujuan mensyukuri nikmat Allah dan mengenang kesabaran Nabi SAW dan para sahabat ketika berhijrah demi tegaknya Islam.