Kabar Terbaru

Pawang Hujan, Bolehkah?

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Di masyarakat kita, Indonesia, masih saja ada kebiasaan menggunakan jasa pawang hujan. Hal ini biasanya dilakukan ketika akan mengadakan hajatan, baik dari skala kecil seperti resepsi pernikahan dan juga skala besar seperti event-event nasional.

Pertanyaan saya singkat, bagaimana Islam memandang menggunakan jasa pawang hujan, bolehkah?

Terima kasih.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr Wb.

Sebelum kita membahas hukum ini, kita harus lebih dahulu mengetahui arti pawang.

Menurut KBBI, pawang artinya orang yang memiliki keahlian istimewa yang berkaitan dengan ilmu gaib, seperti dukun, mualim perahu, pemburu buaya, penjinak ular.[1]

Jika kita merujuk KBBI di atas, pawang hujan mungkin bisa kita artikan dengan orang yang memiliki kemampuan untuk menguasai, mengendalikan, mengatur atau menaklukkan hujan. Kemampuan tersebut bisa diperoleh dengan cara-cara gaib atau supranatural.

Dalam kacamata Islam, tidak ada yang bisa mengatur atau menundukkan hujan. Hanya Allah saja Yang Maha Menguasai semua apa yang ada di langit dan di bumi, salah satunya adalah hujan. Turunnya hujan dan dimana ia diturunkan adalah kehendak Allah semata.

Pawang hujan dalam arti KBBI di atas sudah tentu tidak diperkenankan dalam Islam. Tidak ada satu pun manusia yang dapat mengatur hujan sesukanya. Orang yang memanggil jasa pawang hujan dalam konteks ini tentu saja haram hukumnya.

Namun lain ceritanya jika pawang hujan yang dimaksud adalah orang yang diminta jasanya untuk berdoa kepada Allah agar Allah berkenan menggeser hujan ke tempat lain dan dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka hal ini dibolehkan.

Oleh karena itu, sebaiknya istilah pawang hujan tidak lagi disebutkan ketika hal itu dilakukan sesuai syariat Islam. Hal ini untuk membedakan ritual tolak hujan yang bertentangan dengan syariat.

Lalu timbul pertanyaan, apakah boleh berdoa kepada Allah agar hujan tidak turun jika kita punya hajat tertentu? Bukankah hujan itu rahmat? Sebeleum menjawab pertanyaan ini, kita bisa simak hadis Rasulullah SAW sebagai berikut: (simak hadis ini dari awal sampai akhir!)[2]
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ جُمُعَةٍ مِنْ بَابٍ كَانَ نَحْوَ دَارِ الْقَضَاءِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِثْنَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا قَالَ أَنَسٌ وَلَا وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلَا قَزَعَةٍ وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ قَالَ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ قَالَ فَلَا وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سَبْتًا قَالَ ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِي الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا عَنَّا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ حَوْلَنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ فَانْقَلَعَتْ وَخَرَجْنَا نَمْشِي فِي الشَّمْسِ قَالَ شَرِيكٌ فَسَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ أَهُوَ الرَّجُلُ الْأَوَّلُ قَالَ لَا أَدْرِي.

Dari Anas bin Malik bahwasanya; Ada seorang laki-laki yang masuk Masjid pada hari Jum’at dari pintu yang menghadap Darul Qadla`, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri sedang menyampaikan khutbah. Kemudian laki-laki itu segera menghadap ke arah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan pun telah terputus. Karena itu, berdo’alah kepada Allah agar menurunkan hujan.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “ALLAHUMMA AGHITSNAA ALLAHUMMA AGHITSNAA, ALLAHUMMA AGHITSNAA (Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami). Anas berkata, “Tidak, demi Allah, kami tidak melihat mendung maupun gumpalan awan sedikitpun di langit, juga tidak ada di antara kami ataupun di antara celah meski satu rumah maupun tempat tinggal.” Ia berkata, “Maka datanglah dari arah belakangnya segumpalan awan yang menyerupai sebuah perisai. Setelah memenuhi langit, awan tersebut menyebar lalu turunlah hujan.” Ia berkata, “Tidak, demi Allah kami tidak dapat melihat matahari kala itu.” Ia berkata, “Kemudian ada seorang laki-laki yang masuk melalui pintu tersebut pada hari Jum’at selanjutnya, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berdiri menyampaikan khutbah, maka ia menghampiri beliau dengan berdiri dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, harta benda kami telah lenyap dan jalan-jalan pun sudah buntu, maka berdo’alah kepada Allah supaya Dia menetapkannya bagi kami.” Ia mengatakan, “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya lalu berdo’a, “Ya Allah! Hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya, Allah! Berilah hujan ke daratan tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan.” Maka kami segera berdiri dan keluar berjalan di bawah sinar matahari.” Syarik berkata; Lalu aku pun bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah laki-laki itu adalah laki-laki yang pertama?” Ia menjawab, “Saya tidak tahu.” (HR. Muslim).

Mengenai hadis ini, Al Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadis ini menunjukkan beberpa faidah, diantaranya adalah Rasulullah memiliki mukjizat dalam hal terkabulnya doa beliau. Selain itu, adab rasulullah dalam berdoa. Beliau tidak meminta agar hujan tidak turun. Beliau hanya meminta agar hujan yang turun tidak memberikan mudharat bagi rumah-rumah dan jalan-jalan agar tidak membahayakan penduduk dan musafir.[3]

Dengan demikian, memohon kepada Allah agar hujan dipindahkan oleh Allah ke tempat lain karena ada hajat yang dibolehkan seperti resepsi perkawinan hukumnya boleh.

Kesimpulan:

  1. Meminta kepada Allah agar hujan dipindahkan karena hajat tertentu hukumnya boleh. Hal ini bisa dilakukan sendiri dengan cara berdoa sebagaimana hadis di atas. Atau juga boleh meminta bantuan orang saleh untuk berdoa dengan tujuan tersebut dan dilakukan sesuai syariat.
  2. Haram menggunakan jasa pawang hujan dalam arti bahwa si pawang diyakini mampu mengatur dan menundukkan hujan sesuai kehendaknya.
Wallahu A’lam.

Foto : Freepik
[1] https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pawang, dikases 21 Agustus 2024, pukul 20.00 WIB.
[2] Selain oleh Muslim, hadis  ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud, Nasa’I, Malik dan Ahmad.
[3] Lihat Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, Mua’assasah Qurthubah, Cairo, 1414 H, Juz 6, Hal. 273.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *