Oleh: Totok Hadi Fitoyo, M.Pd
Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Allah yang mampu menggerakkan dan melangkahkan kaki manusia kemanapun Ia mau.
Tepat hari Selasa, 2 Juli 2019 perjalanan panjang itu dimulai. Sebelum berlayar bersama kapal laut, saya harus menuju ibu kota Jakarta untuk singgah di Graha Zakat Dompet Dhuafa, tepat pukul 20.00 WIB kereta berangkat dari Stasiun Tawang menuju Stasiun Pasar Senen. Alhamdulillah pukul 03.00 WIB sampai dan langsung dijemput tim Cordofa pusat, sampai GZ pukul 04. 00 kemudian istirahat.
Di hari yang sama saya bersama satu rekan bernama Roby Putra berkumpul guna briefing terkait keberangkatan ke Makassar. Tepat pukul 10.00 WIB, selesailah briefing kemudian berangkat menuju pelabuhan Tanjung Priok. Perjalanan lebih kurang membutuhkan waktu 2 jam sehingga pukul 12.00 WIB kami langsung check-in dan masuk ke KM Nggapulu. Perjalanan menggunakan KM Nggapulu pun dimulai.
Hari Pertama (Rabu, 3 Juli 2019)
Setelah kami menyelesaikan proses pemeriksaan tiket, masuklah kami ke KM Nggapulu, karena kami kehabisan seat otomatis masjid atau mushola-lah yang kami cari. Berkeliling deck kapal, alhamdulillah kami menemukan mushola yang lumayan besar bernama Ar Rouf. Seketika itu kemudian kami shalat, dan bertemu dengan DKM Mushola bernama Bapak Bonadi. Tujuan kami untuk bersilaturrahim dan memperkenalkan diri bahwa kami peserta Dai Samudra program dari Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa).
Kami disambut baik oleh beliau dan akhirnya kami berbincang seputar program Cordofa dan Dompet Dhuafa secara umum dan menjelaskan tujuan saya berada di kapal ini dan kegiatan kami ketika di Makassar, namun sayang niat kami mau silaturahim dengan kapten kapal harus tertunda karena kesibukan beliau yang tak bisa ditinggalkan. Selepas shalat kami bertemu dengan Jamaah Tabligh yang menyambut kami dengan ramah, dan terjadilah diskusi yang ringan serta menyenangkan. Mereka rencana akan pulang ke Ambon, dan bercerita tentang Jamaah Tabligh serta rencana pertemuan Jamaah Tabligh baik se-Indonesia maupun sedunia di India.
Selain di mushola kapal, kami berinisiatif untuk berkeliling kapal, karena ini memang pengalaman pertama kami naik kapal laut. Di luar mushola bertemu dengan orang Purwodadi yang sedang perjalanan dinas, Bapak Darwanto namanya ─yang ditemani Bapak Amirudin yang mau pulang ke Bau-Bau─ yang ternyata baru pertama kali juga naik kapal laut seperti kami. Tak jauh dari situ kami juga mengobrol dengan laki-laki paruh baya yang baru saja mengantar anaknya ke pesantren di Bandung dan Jombang, meskipun ia orang desa namun ingin anaknya bisa belajar agama dan sukses di desa.
Selepas kami berkeliling dan bertemu dengan beberapa penumpang kapal, waktu sudah menunjukkan pukul 17. 53 WIB, tibalah saatnya kami melakukan shalat Maghrib dan Isya’ dengan jama’ qoshor. Untuk waktu shalat hari pertama memang kami tidak banyak ikut andil, karena secara keseluruhan sudah ada Jamaah Tabligh, baik muadzin maupun imam shalat, serta kajian hari pertama kami hanya mengikuti dengan seksama rangkaian kajian yang diadakan dan diisi oleh Jamaah Tabligh. Selepas kajian alhamdulillah, lewat perantara pengurus mushola, kami dipertemukan dengan Wakil Kapten Kapal, beliau bernama Bapak Guntur, sehingga tidak perlu menemui kaptennya.
Awal mula bertatap muka, beliau tidak tahu sama sekali apa itu Cordofa atau Dai Samudra. Jangankan Cordofa, Dompet Dhuafa yang sudah 26 tahun saja beliau belum tahu. Akhirnya dengan pengetahuan yang kami miliki, kami jelaskan gambaran umum tentang Dompet Dhuafa dan Cordofa maupun tentang program Dai Samudra ini serta kegiatannya. Selepas diskusi alhamdulillah kami diminta istirahat di kamar 119, kamar salah satu ABK, dan tepat pukul 21.00 kami istirahat untuk mempersiapkan silaturahim di hari berikutnya.
Baca Juga: Perjalanan Hari Kedua (https://cordofa.id/menerjang-ombak-melewati-batas-mengarungi-samudra-2)