“Dan berikanlah kabar gembira kepada-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah ia mengucapkan ‘Innalillahi wa innailaihi roji’un’. Mereka itulahyang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah : 155-157)
Salam, sahabat. Perkenalkan, nama saya Syafiah Sifa, PNS di sebuah kementrian di Jakarta. Syafiah Sifa dalam bahasa arab artinya penawar obat. Dua kata, satu makna. Untuk menyebuhkan. Dengan kata lain ‘Si Obat’ membutuhkan obat. Doa orang tua saya terpaut dalam nama harus bermakna beda karna sebuah penyakit bernama Lupus. Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus merupakan sebuah penyakit auto imun. Penyakit ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh pada manusia mengalami kelainan.
Saat itu, pertama kali saya berkenalan dengan Lupus ditandai dengan banyak darah keluar dari gusi saya. Bukan waktu yang singkat, 3 (tiga) hari saya harus menelan darah walau dalam kondisi tidur. Pada saat itu dokter sudah memberikan obat pembeku darah, tetapi hanya tidak bekerja dengan baik. Akhirnya, saya disarankan untuk ke dokter Hematologi (dokter spesialis darah). Saya menjalani opname. Dari hasil pemeriksaan Lab dan Klinis saya diduga mengidap ITP (kelainan pada trombosit).
Namun berjalannya waktu, banyak perubahan klinis tambahan yang hanya terjadi pada saya selain pendarahan, seperti sakit pada persendian, mudah lelah, rambut rontok dan sakit kepala berlebihan. Akhirnya, keluarga memutuskan untuk second opinion ke dokter darah lain. Dan ternyata… saya menyandang Lupus. Saat itu, rasanya hancur. Saya tidak pernah terpikir bahwa pendarahan itu awal saya akan berpisah dengan kehidupan saya sebagai orang sehat.
Pesimis. Ketika mendengar bahwa Lupus belum ada obatnya dan harus mengkonsumsi obat seumur hidup. Mata saya, bahkan baju saya basah dengan air mata. Saya tidak terpikir untuk menyalahkan Allah, menyalahkan siapapun. Hal yang saya lakukan saat itu hanya menangis, tanpa berpikir. Pada saat itu saya sedang aktif–aktifnya kuliah S1 harus menghadapi ujian dengan penyakit yang entah dari mana asalnya, terkenal juga tidak, tapi katanya bisa membunuh.
Semangat saya untuk beraktifitas menurun. Tidak ada keinginan untuk bertemu orang. Saya lebih memilih untuk diam di kamar dan menangis. Hal ini bukan tanpa alasan. Pada tahun 2005, adik saya yang kuliah di diploma Perumahsakitan mengangkat tentang Lupus untuk tugas semesternya. Jadi saya tahu betul bahwa penyakit ini dekat dengan kematian.
Dosen pun menyarankan saya untuk mengambil cuti dahulu, tapi saran itu tidak membuat saya tenang, melainkan tambah membuat saya depresi. Saya semakin terpukul dengan keberadaan Lupus di hidup saya. Saya merasa Lupus menghambat cita–cita saya. Membuat saya akan tertinggal jauh di belakang teman–teman saya.
Pikiran buruk terus menghantui saya. Dengan kata lain, bukan hanya fisik saya yang diserang tetapi juga mental dan batin. Terlebih, dokter mengatakan obat yang saya konsumsi memang akan mempengaruhi kondisi emosional. Belum lagi, obat Lupus itu seperti buah simalakama. Satu sisi untuk menekan imun yang berlebihan, satu sisi akan menyerang organ tubuh yang lain.
Lupus seperti akan membunuh saya. Namun, Alhamdulillah saya tidak terpikir sedikit pun untuk bunuh diri. Mungkin karena itu, Allah menyelamatkan saya. Selalu masih ada harapan untuk tidak menyalahi aturan-Nya. Bunuh diri bukan hanya memutus kehidupan kita, tetapi juga akan memutuskan rahmat Allah.
Cahaya tidak akan ada nilainya, kalau sebelumnya kita tidak pernah merasakan gelap. Itu yang pada akhirnya saya rasakan. Sehat tidak akan berarti kalau kita tidak pernah merasakan sakit. Begitu pun untuk hal lainnya. Seperti yang tertuang dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (H.R. Riwayat Al Hakim): “Periharalah yang lima sebelum datang lima”: Pertama, peliharalah masa hidupmu sebelum datang lima sebelum datang masa kematianmu. Kedua, periharalah masa senggangmu sebelum datang masa sempitmu. Ketiga, periharalah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu. Keempat, periharalah masa mudamu sebelum datang masa sakitmu.”
Alhamdulillah 4 tahun kemudian, tahun 2012, saya dipertemukan dengan banyak cahaya. Saya bergabung dengan Syamsi Duha Foundation. Salah satu organisasi Lupus dan Low Vision yang menitikberatkan dengan kesembuhan dari hati. Pada salah satu programnya, tafakur, saya merasa disindir akan kekufuran saya atas nikmat Allah. Rasa sakit yang saya punya seakan menguburkan syukur saya atas nikmat Allah yang tidak terbilang. Nikmat memiliki keluarga yang peduli, mempunyai sahabat–sahabat yang sayang sama saya, dan yang tidak kalah penting dipertemukan oleh Allah dengan lingkungan–lingkungan yang baik.
Saya pun introspeksi. Betapa baiknya Allah masih mengingatkan saya ketika masih di dunia, bukan di akhirat. Allah masih kasih kesempatan bagi saya untuk memperbaiki diri. Sakit adalah pengingat paling baik untuk saya menurut Allah. Segala hal yang menurut kita tidak baik belum tentu berlaku sama di sisi Allah. Allah punya matematikanya sendiri. Terbayang di benak saya kalau tidak ada ujian yang Allah kasih mungkin saya akan kurang syukur, masih bergaul di lingkungan yang tidak baik, tidak sungguh–sungguh dalam beribadah kepada Allah, dan mungkin masih banyak lagi.
Allah Ya Rahman, Allah Maha Pengasih. Bahkan dibalik semua ujian yang diberikan kepada kita terselip kasih sayangnya. Dalam hadis Rasulullah S.A.W dikatakan “Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang ridho (menerimanya) maka Allah akan meridhoinya dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.” (HR. At Tarmizi)
Salah satu bukti cinta Allah bagi siapa yang diuji dan ikhlas juga tertuang dalam hadits Rasulullah yang lainnya, seperti:
“Tidaklah seorang mukmin dan mukminan tertimpa musibah pada dirinya, anaknya dan hartanya sehingga ia berjumoa Allah ta’ala tidak membawa satu kesalahanpun.” (HR. At Tirmizi)
“Tidaklah seorang muslim yang tertimpa ganngguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-doaanya, sebagaimana pohoon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dan masih banyak lagi bukti sayang Allah kepada hamba-Nya yang tersurat maupun yang tersirat. Rasa sakit yang saya maupun teman-teman rasakan di dunia tidak sebanding dengan kebahagiaan yang akan diterima jika kita ikhlas. Saya, merasakan betul setelah Allah kasih saya ujian, Allah berikan pula kemudahan dalam berbagai urusan.
[…]