Kabar Terbaru

Menabung Untuk Berkurban

Ibadah Kurban yang dilaksanakan setiap tahun mempunyai tiga status hukum. Pertama, sunah muakadah (sunah yang ditekankan) bagi setiap muslim yang memiliki keluasan rezeki untuk berkurban). Kedua, sunah kifayah yaitu ketika ada salah satu anggota keluarga yang berkurban. Ketiga, hukumnya wajib bagi yang bernazar untuk berkurban.[1]

Yang namanya sunah tentu bagi siapa saja yang mau dan mampu. Bagi yang mengerjakannya memperoleh pahala dan bagi yang meninggalkannya tidak berdosa. Lalu bagaimana dengan kurban? Ya begitu, sunah, bagi yang mau dan mampu. Lalu bagaimana dengan orang yang mampu berkurban namun tidak mau? Ya tinggal lihat alasannya saja. Jika dia mampu namun ada kebutuhan lain yang lebih prioritas, ya bisa dimaklum tentunya. Lalu bagaimana jika memang benar-benar mampu dan benar-benar tidak mau? Andai saja orang seperti ini mengetahui hadis Rasulullah yang menyinggung malasnya orang berkurban padahal dia mampu, mungkin dia mau berkurban tiap tahun. Bagiamana tidak? Siapa yang berani hidup tenang jika tidak diakui sebagai umat beliau?[2]

Yang namanya muakadah itu sudah pasti dianjurkan, ditekankan dan hampir wajib. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa meninggalkan sunah muakadah itu tidak dosa, tapi dicela! Contohnya ya shalat jama’ah. Orang boleh saja shalat sendirian walapun dinding rumahnya menempel dengan dinding masjid. Tapi ya itu, karena kemalasannya itulah dia dicela.

Kurban bukan hanya sunah muakadah saja. Dia bisa menjadi sunah kifayah ketika ada salah satu anggota keluarga yang berkurban. Lihatlah hadis Rasulullah yang sangat menggugah agar kurban menjadi syiar:

عَنْ مِخْنَفِ بْنِ سُلَيْمٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: كُنَّا وُقُوفًا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ  -أخرجه البيهقي و احمد-

Dari Mikhnaf Ibn Sulaim RA dia berkata : Kami wuquf bersama Rasulullah SAW, Aku mendengar beliau bersabda,”Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih seekor udhiyah (hewan kurban) setiap tahun. (HR. Al-Baihaqi dan Ahmad).

Jika dibahasakan, seolah-olah Rasulullah bicara seperti ini: “Ayolah berkurban, paling tidak ada satu anggota keluarga yang berkurban, jangan sampai tidak!” Mayoritas ulama berpendapat bahwa pahala kurban itu diperoleh oleh seluruh anggota keluarga gara-gara ada satu anggota keluarganya yang berkurban.

Bahkan saking syiarnya kurban, bagi yang tidak mampu membeli seekor kambing bisa patungan. Misalnya ada tiga orang yang ingin berkurban tapi keuangannya tidak mendukung, mereka bisa patungan satu kambing, namun dalam pelaksanannnya tetap atas nama satu orang dengan maksud memperolah pahala kurban bagi mereka. Ini yang disebut ‘isytirak fits tsawab’ (berserikat untuk memperoleh pahala). Coba perhatikan, sampai segitunya semangat orang yang mau berkurban walapun keadaan keuangannya terbatas. Kita yakin bahwa mereka mengetahui pahala kurban yang sangat besar dan mau patungan untuk itu!

Ada baiknya menabung dan kuatkan azam untuk berkurban tahun depan. Jika bisa menabung untuk membeli hal yang kurang penting saja bisa diusahakan, kenapa kurban tidak? Kambing tidak seberapa jika dibandingkan dengan ‘benefit’ pahala yang diperoleh dari berkurban. Tapi ya begitulah, bagi yang malas tetap saja malas karena pahala tidak kelihatan! Orang malas hanya mau menerima keuntungan jika benar-benar terlihat oleh matanya yang hijau itu!

Wallahu A’lam.
Tim Cordofa.


[1] Lihat Fath Al-Qarib pada pasal Udhiyah

[2] Hadis ini cukup masyhur dan sering dibacakan oleh para khatib menjelang masuknya  bulan Dzulhijjah, “Siapa orang yang mempunyai keleluasaan (kemampuan) kemudian dia tidak berkurban, maka jangan sekali-sekali mendekati tempat shalat kami!”

 

 

Foto : Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *