Suatu ketika saya pernah berdebat kecil dengan kawan saya yang membaca ta’awudz dengan tambahan ‘sami’il alim’ seperti:
Lalu dia berkemontar: “Aku diajarin sama guru ngajiku begitu. Dia ahli tajwid, hafiz 30 juz.”
Mendengar komentarnya begitu, akhirnya saya diam dan tidak meneruskan debat.
Yang ingin saya tanyakan, apakah kita dibolehkan membaca ta’awudz dengan redaksi seperti yang dibaca oleh teman saya, Pak Ustaz?
Demikian pertanyaan saya dan terima kasih atas pencerahannya.
Wassalam.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wr wb.
Membaca ta’awudz ketika akan memulai membaca Al-Qur’an hukumnya sunah. Allah SWT berfirman:
فَإِذَا قَرَأْتَ ٱلْقُرْءَانَ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
“Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (Q.S. An-Nahl: 98).”
Berdasarkan Al-Qur’an Surat An-Nahl: 98 tersebut, para ulama sepakat (ijma)’ bahwa redaksi ta’awudz adalah:
أَعُوذُ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
“Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk.”
Jumhur ulama sepakat bahwa redaksi ta’awudz diatas adalah redaksi (nash) yang paling utama karena sesuai tekstual Q.S An-Nahl: 98 dan berdasarkan hadis-hadis shahih.
Ada sebagian ulama yang melarang merubah redaksi ta’awudz yang umum kita baca karena memahami ayat di atas secara tekstual (nash) dan beberapa riwayat hadis yang secara tekstual mengisyaratkan demikian.
Namun sebagian ulama membolehkan dengan menambah redaksi ta’awudz yang paling umum diatas dengan berbagai redaksi. Alasan kebolehan ini berdasarkan beberapa riwayat dan diamalkan oleh pakar ilmu qiraat.
Seorang pakar ilmu tajwid, Al-Imam Muhammad Ibn Al-Jazari As-Syafi’i Rahimahullah dalam kitabnya An-Nasyr Fi Al-Qira’at Al-Asyr, penerbit Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut: tanpa tahun Juz 1 hal. 249-251 menyampaikan bahwa sedikitnya ada 8 (delapan) redaksi tambahan sebagai berikut:
Redaksi pertama, dengan menambahkan As-Sami’il Alim, seperti:
أَعُوذُ بِٱللَّهِ السَّميِعِ العَلِيمِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
Redaksi kedua, dengan menambahkan Al-Azhim, seperti:
أَعُوذُ بِٱللَّهِ العَظِيمِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
A’uudzu billaahil ‘Azhiimi minasy syaithoonirrojiim
Redaksi ketiga, dengan menambhakan Innallooha huwas samii’ul ‘aliim, seperti:
Redaksi keempat, dengan menambahkan Al-Azhim As-Sami’ Al-Alim, seperti:
أَعُوذُ بِٱللَّهِ العَظِيمِ السَّميِعِ العَلِيمِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
Redaksi kelima, dengan menambahkan Al-Azhim dan Innallooha huwas sami’iul Alim, seperti:
Redaksi keenam, dengan menambahkan As-Sami’ Al-Alim dan Innallooha huwas sami’ul aliim, seperti:
أَعُوذُ بِٱللَّهِ السَّميِعِ العَلِيمِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ إِنَّ اللهَ هُوَ السَّمِيعُ العَلِيمِ
Redaksi ketujuh, dengan menambahkan wa astaftihullooha wa huwa khoirul faatihiin, seperti:
أَعُوذُ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ وَ أَسْتَفْتِحُ اللهَ وَ هُوَ خَيْرُ الفَاتِحِيْنَ
Redaksi kedelapan, dengan menambahkan Al-Azihim, wa biwajhihil karim wa sulthoonihil qodiim, seperti:
أَعُوذُ بِٱللَّهِ العَظِيمِ وَ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَ سُلْطَانِهِ الْقَديْمِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
Demikian, semoga bermanfaat.