Kabar Terbaru

Memaknai Shalat

Shalat merupakan tiang agama (ashshalatu ‘imaduddin),  begitu bunyi hadits Rasulullah SAW yang telah kita pahami bersama. Namun, sering kali dari kita hanya menganggapnya sebagai angin lalu, sekedar diucap dan didengar, lalu menguap tidak berbekas. Sebagian umat belum mampu menghayati makna dari shalat yang dilaksanakan lima kali setiap harinya.

Sesungguhnya, suatu bangunan tidak akan kokoh apabila tidak ditopang dengan tiang yang kuat, atau pun tidak ada tiang sama sekali, maka bangunan tersebut kian mudah runtuh walau dengan tiupan angin. Itulah perumpamaan sederhana terhadap ibadah shalat. Agama (Islam) menjadi mudah untuk dikoyak-koyak oleh mereka yang memusuhi Islam, sebagai akibat umatnya yang kurang peduli, salah satunya dalam perkara menegakkan shalat.

Seorang orientalis Barat pernah mengemukakan, bahwa umat Islam dapat mencapai masa keemasan seperti dahulu, apabila jama’ah shalat Shubuh memenuhi mesjid, atau jumlah tersebut dibandingkan ketika shalat Maghrib, lebih-lebih shalat Jum’at yang bisa meluas hingga keluar mesjid. Hal ini dapat didefinisikan, jama’ah yang memenuhi mesjid saat (shalat Shubuh terutama), menandakan ketaatan umat semakin baik dan keimanan kian meningkat. Dengan demikian, kepedulian umat terhadap agama terbentuk seiring dengan kecintaannya dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam.

Seperti kita ketahui, shalat termasuk salah satu pondasi dalam bangunan agama Islam, selain syahadat, zakat, puasa, dan haji (Rukun Islam). Dalam hadits Rasulullah yang lain, shalat ialah amalan yang paling dicintai oleh Allah, yang diikuti dengan berbakti kepada orang tua (birrul walidain), dan berjuang di jalan Allah (jihad). Karena itu, shalat termasuk perkara yang wajib dikerjakan bagi setiap Muslim dalam situasi dan kondisi apapun, bahkan ketika anggota tubuh tidak dapat digerakkan, maka cukup dengan isyarat (bahasa hati), apabila dirasakan masih mampu melaksanakannya.

Dalam pelaksanaan shalat, lebih utama dikerjakan pada awal waktu serta berjama’ah, dan lebih utama lagi ialah di rumah Allah, yaitu mesjid. Sebab mesjid memang dipergunakan tidak lain sebagai tempat beribadah kepada Allah. Kondisi yang terjadi selama ini, sebagian mesjid seperti museum saja. Seminggu sekali baru menjadi penuh ketika shalat Jum’at, setelah itu hari demi hari dilewati dengan segelintir jama’ah yang aktif shalat di mesjid, itu pun banyak di antaranya kaum tua. Biasanya, hanya shalat Maghrib, jumlah jama’ah lebih dari shalat fardhu lainnya.

Tentu saja, shalat yang merupakan syariat yang diterima Rasulullah ketika Isra dan Mi’raj, banyak mengandung manfaat dan umumnya makna yang sangat bernilai dalam kandungan shalat. Sudah mafhum, bahwa shalat berjama’ah – bersama-sama walaupun hanya terdiri dari satu imam dan makmum, lebih baik 27 derajat daripada shalat sendirian. Langkah kaki menuju ke mesjid, diperhatikan oleh Allah dengan memberinya pahala sepuluh kebaikan setiap langkah dari rumah ke mesjid.

Perlu diperhatikan, bahwa ibarat seorang nahkoda, sang imam yang memimpin shalat seharusnya dipilih yang terbaik di antara  jama’ah. Hal ini penting, karena baiknya laju pelayaran sebuah kapal, ditentukan oleh kelaikan nahkoda mengomandoi para awak kapalnya. Makmum tidak hanya diam apabila imam melakukan kesalahan. Mereka berhak menegur dengan ucapan subhanallah bagi laki-laki dan tepuk tangan bagi perempuan. Sang imam pun hendaknya ikhlash menerima teguran tersebut selama hal itu bersifat membangun, bukan desduktrif.

Terdapat deskripsi indah mengenai keutamaan shalat. Suatu ketika, Rasulullah mengguncang-guncangkan sebatang ranting pohon. Yang terjadi ialah, daun-daun yang menempel di ranting itu, satu persatu berguguran. Logika inilah yang disesuaikan dengan ibadah shalat yang ikhlash dilakukan, maka dapat menggugurkan dosa-dosa (kecil) yang telah diperbuat.

Seseorang yang badannya kotor akibat debu dan asap yang beterbangan, ia akan membersihkan badannya misalnya dengan mandi. Ini pula pesan yang ingin disampaikan Rasulullah, bahwa shalat (dengan diawali wudhu) yang dilaksanakan lima kali setiap hari, akan melunturkan kotoran-kotoran yang menempel di anggota tubuh. Shalat yang didahului oleh wudhu, diibaratkan dengan mandi, maka dengan mengerjakannya dapat menghapuskan dosa-dosa. Dengan melaksanakan shalat semata-mata karena Allah, kepenatan serta kesulitan dapat diatasi secara bertahap dengan menggunakan akal pikiran yang jernih dan hati yang bersih, setidaknya mempengaruhi kehidupan kita secara positif.  Wallahu a’lam bish showab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *