Kabar Terbaru

Memaknai Kurban Dalam Kehidupan

Ketika mendengar kata ‘kurban’, maka yang terlintas di benak kita adalah hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha. Ya, itu benar jika dilihat dari perspektif sederhana. Namun jika kita mau meluangkan waktu sebentar saja, maka kurban bisa menyangkut aspek sejarah dan filosofis yang sangat menarik.

Anda tentu ingat Qabil dan Habil kan? Dari sinilah kita mengenal kurban untuk pertama kalinya. Agar bisa diambil pelajaran, Allah mengabadikan kisah fenomenal tersebut di dalam Al-Qur’an. Silakan saja buka mushaf Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah ayat 27-31. Bagi orang yang sensitif jiwanya, dia akan menangis karena kisah ini sangat emosional dan disampaikan dengan gaya bahasa Arab yang sangat indah. Dari kisah yang disampaikan Al-Quran tersebut, paling tidak kita mengenal dua karakter yang bertolak belakang walaupun saudara kandung.

Lihatlah Qabil, sosok yang hanya mau menang sendiri, kikir, hasad dan akhirnya membunuh saudara kandunganya hanya gara-gara tidak mau menerima keputusan dari Allah. Berbeda telak dengan adiknya, Habil, sosok anak yang patuh, lembut, nerimo dan tidak mau membalas apa yang dilakukan kakaknya yang ‘ndableg’ itu.

Habil menuruti saja apa yang disampaikan ayahnya. Berbeda dengan Qabil yang protes dan akhirnya Allah memerintahkan agar mereka berdua melaksanakan kurban. Bagi kurban yang diterima oleh Allah, maka dia berhak mengawini Iklima nan cantik itu.

Karena ketaatan dan keikhlasannya, Habil berkurban dengan domba yang gemuk dan tentunya berbanding terbalik dengan Qabil si ‘pelit bin medit’ yang hanya berkurban seikat gandum, tetapi ketika ia menjumpai sebulir gandum yang besar di dalamnya, segera dirontokkannya dan dimakannya.[1] Dan akhirnya jelas sudah, kurban Habil yang diterima oleh Allah. Dari sini saja kita bisa menyimpulkan bahwa Allah menerima kesungguhan, ketaatan, memberi yang terbaik dan keikhlasan seorang hamba yang kesemuanya disimbolkan oleh kurban Habil.

Tulisan ini tidak mau panjang! Singkatnya kita bisa mengambil hikmah bahwa ibadah kurban yang dilakukan setiap tahun pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq merupakan ritual yang sarat makna. Hewan untuk kurban adalah hewan yang tidak asal jadi. Jika judulnya hanya makan daging rame-rame, kambing kurus dan sakit juga bisa dimakan. Hanya hewan yang memenuhi syarat saja yang sah untuk dijadikan kurban. Rasulullah SAW bersabda:

وَعَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا : الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا ، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ضَلْعُهَا ، وَالْكَبِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي  (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ ، وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ)

Dari Al-Bara’ Ibn Azib RA berkata: “ Rasulullah berdiri di tengah-tengah kami lalu Beliau bersabda: ”Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan kurban,  yaitu: hewan yang tampak jelas butanya,  tampak jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya,  dan hewan tua yang tidak bersumsum.” (HR. Ahmad dan Imam Empat, Hadis ini dishahihkan oleh Ibn Hibban dan Tirmidzi).[2]

Singkatnya, ibadah kurban mengajarkan kita untuk menjadi:

  • Pribadi yang taat dan bersyukur. Orang yang berkurban berterima kasih kepada Allah karena diberikan keluasan rezeki sehingga mampu berkurban.
  • Pribadi yang dermawan. Orang yang berkurban mau berbagi daging dengan orang lain. Dia hanya makan sepertiga paling banyak, bahkan tidak sampai sepertiga. Selebihnya disedekahkan kepada siapa saja yang mau. Berbeda dengan orang kikir yang di dalam hatinya berkata: “Ngapain sih kurban. Kambing kan lumayan harganya, sekalipun mau kurban, harusnya daging kambingnya dimakan sendiri, ngapain bagi-bagi orang!
  • Pribadi yang selalu mempersembahkan yang terbaik. Orang yang berkurban tidak mau asal jadi. Filosofisnya, dia akan mempersembahkan yang terbaik kepada siapa saja. Dia tidak mau kerja asal jadi, tidak mau sedekah asal-asalan, tidak mau ibadah asal-asalan dan tidak mau ngomong asal jeplak! Dia hanya mau meniru Habil yang mempersembahkan kurban yang terbaik.

Wallahu A’lam.
Tim Cordofa.


[1] Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim Libni Katsir, , Jayza: Mu’assasah Qurthubah, 1421 H, Juz 5, hal. 161
[2] Ridwan Shaleh dalam App. Sejarah, Fiqih dan Fadhilah Qurban, Fiqih/Hewan Yang Sah Untuk Dijadikan Qurban, Pusat Kajian Hadis.

 

 

Foto : Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *