Jika kita mendengar kata wali Allah, mungkin secara spontan kita akan terbayang dengan sosok orang tua bersorban di kepala, berjubah, berwibawa, berilmu tinggi, sangat bertakwa dan memiliki karamah. Dan mungkin saja, tidak sedikit yang membayangkan bahwa karamah yang dimiliki oleh para wali adalah kesaktian atau hal-hal aneh yang tidak dimiliki orang pada umumnya. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa ada sebagian wali yang kasyaf, bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang pada umumnya.
Kesan-kesan yang melekat kepada para wali di atas ada benarnya. Yang namanya karamah tentu suka-suka yang memberi karamah, yaitu Allah SWT. Namun, apakah setiap karamah yang Allah berikan kepada setiap wali harus selalu identik dengan hal mistik? Ya engga lah! Apakah setiap wali harus selalu identik dengan jubah dan sorban di kepala dan harus menjadi seorang syeikh? Ya engga lah!
Wali itu apa sih? Wali itu banyak artinya, tergantung konteks kalimatnya. Wali bisa berarti kekasih, pelindung, pengayom, penjaga atau juga pemimpin. Jika apa arti waliyullah atau wali Allah? Jika ini yang dimaksud, tentu artinya tidak lain adalah kekasih Allah. Tidak mungkin waliyullah diartikan dengan pelindung Allah, penjaga Allah, apalagi pemimpin Allah!
Terus, apakah Rasulullah pernah berkomentar dengan wali Allah? Ada tentunya. Silakan simak hadis berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ.
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-KU, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (HR. Bukahri).
Hadis tersebut bermakna bahwa wali (kekasih) Allah itu adalah hamba-Nya yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan jalan ketakwaan. Para wali senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan ibadah wajib dan amalan sunah secara konsisten. Para wali tidak mau mengerjakan hal-hal makruh. Jadi, syarat menjadi wali Allah adalah:
- Orang beriman
- Konsisten menjalankan syariah Islam, mengerjakan hal-hal wajib, meningalkan yang haram, memperbanyak amalan-amalan sunah dan tentunya tidak suka dengan hal-hal makruh.
Allah mencintai para wali-Nya. Allah siap berperang kepada orang-orang yang menyakiti para kekasih-Nya. Allah sudah pasti melindungi, menjaga dan mengabulkan doa para wali-Nya.
Dari hadis di atas, tentunya setiap mukmin berpeluang menjadi para wali Allah. Menjadi wali ternyata tidak sulit secara teori. Dan tentunya, stempel wali bukan dari manusia, tapi mutlak dari Allah. Karena setiap mukmin yang bertakwa bisa menjadi wali, maka berhati-hatilah! Jangan sampai menyakiti sesama muslim, terutama menyakiti orang-orang bertakwa karena bisa jadi kita menyakiti wali Allah.
Wallahu A’lam.
Foto : Freepik