Kaum muslimin memang harus memiliki semangat jihad fi sabilillah. Jihad artinya berjuang. Fi sabilillah artinya di jalan Allah. Jihad fi sabilillah artinya berjuang untuk menegakkan agama Allah. Caranya? Ya banyak, Namanya juga berjuang, berupaya, dan bersungguh-sungguh agar agama Allah ini tegak selama-lamanya. Apapun bentuk pekerjaan yang dilakukan agar agama Allah ini tidak hilang ya namanya jihad. Tapi ingat ya, jihad yang dimaksud adalah jihad yang benar, bukan jihad versi teroris!
Jangan ditanya berapa jumlah ayat atau hadis yang memerintahkan jihad. Ayat dan hadisnya sudah pasti banyak. Cuma masalahnya adalah pemahaman terhadap ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut harus benar. Salah memahaminya bisa fatal, umat bisa brutal dan kanibal! “Makanya kalo ngaji jangan salah guru, nanti bisa jadi serba halu (baca: halusinasi). Bidadari halu dan surga halu!” begitu kata Kong Ali kepada cucunya, Malih.
Satu saja contoh ayat mengenai perintah jihad:
ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 41)
Semua ahli tafsir sepakat bahwa makna ayat di atas adalah perintah Allah kepada Rasulullah dan para sahabat untuk berjihad dalam arti berperang melawan musuh-musuh Allah yang berupaya menghancurkan Islam. Ayat ini turun berkenaan dengan sebagian orang yang saat itu ada keinginan uzur karena sibuk bekerja dan mencari aman dengan duduk-duduk saja di rumah untuk tidak ikut berperang. Allah tidak menerima alasan mereka dan malah tetap memerintahkan jihad berperang di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Mereka harus tetap berperang walaupun dalam keadaan berat sekali melaksanakannya.
Memang betul, hampir setiap kata jihad dalam Al-Qur’an memang diartikan berperang melawan musuh. Kita tidak pungkiri itu! Tapi ingat, di zaman Rasulullah itu memang keadaannya memaksa demikian. Jika tidak berperang, Islam bisa punah karena mendapat tekanan di sana-sini. Berperang di sini bukan diartikan menjajah negara orang, bukan menindas negara orang, bukan memaksa negara orang harus Islam semua, jika tidak mau menerima Islam maka harus dibantai habis-habisan, tidak! Apa buktinya? Lihatlah aturan peperangan dalam Islam! Dalam aturan Islam, musuh yang sudah menyerah tidak boleh dibunuh. Tidak boleh membunuh wanita, anak-anak, orang tua renta dan tidak boleh mengahancurkan rumah-rumah ibadah seperti gereja, sinagoge dan tempat-tempat penyembahan berhala. Begitu juga tidak boleh memaksa rakyat yang negerinya ditaklukan untuk memeluk Islam. Mereka dibolehkan untuk tetap memeluk agama mereka. Sudah sangat jelas peraturan dalam peperangan. Karena melihat kebenaran, keagungan dan kelembutan akhlak dalam Islam, tanpa disuruh, mereka masuk Islam dengan sendirinya tanpa harus dipaksa.
Jika sekarang ada orang yang melakukan bom bunuh diri dengan alasan jihad, itu dimana otaknya? Mereka ngaji sama siapa? Siapa yang mereka bunuh? Mereka membunuh saudaranya sendiri! Yang mati juga saudaranya sendiri yang muslim. Membunuh orang muslim apalagi sengaja, itu bukan perkara main-main! Neraka Jahanam tepatnya! Mereka yang melakukan pengeboman itu katanya jihad karena negara kita negara thagut, Astagfirullah! Alasan mereka sangat tidak logis. Hanya karena ingin mati syahid versi mereka, akhirnya tega membunuh saudara-saudara mereka sendiri yang mereka anggap sudah kafir!
“Inilah akibat ngaji salah guru!. Belajar syariat yang bener kudu ame guru yang bener, bukan guru abal-abal!” kata Kong Ali yang masih saja menasihati cucunya, Malih karena kawatir si Malih ikut-ikutan salah guru.
Lalu bagaimana caranya agar kita selamat dari “Majelis Taklim Teroris” terutama bagi anak-anak kita yang sudah mulai dewasa? Mudah sekali. Yang paling aman adalah belajar agama kepada para kyai, para ustad yang membuka pengajian di masjid-masjid. Atau juga di pesantren-pesantren, atau juga di majelis-majelis taklim yang diselenggarakan di rumah-rumah para kyai. Ngaji seperti ini pasti aman! Kenapa? Kajian seperti ini dilakukan secara terbuka, boleh dihadiri siapa saja dan tidak sembunyi-sembunyi seperti majelis taklim para teroris itu.
Jika ada anak-anak kita, kemenakan kita atau kerabat kita yang ikut ngaji dengan cara sembunyi-sembunyi, patut diwaspadai. Tanya saja siapa gurunya, apa yang diajarkan dan mengapa harus sembunyi-sembunyi. Anjurkan mereka agar beralih kepada kajian-kajian yang bersifat terbuka.
Lalu bagaimana memahami ayat-ayat jihad yang benar? Mudah sekali. Lihatlah semangat yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut. Intisari dari perintah jihad, baik dengan jiwa dan harta adalah bertujuan menegakkan agama Allah. Perang dalam ayat-ayat tersebut hanya berupa contoh saja. Perang dalam ayat tersebut tentu bersifat kondisional. Jika sekarang ini tidak ada perang, maka ayat-ayat jihad harus dimaknai dalam pengertian berjuang di jalan Allah dalam bentuk mencerdaskan umat, membangun ekonomi kaum muslimin, mengembangkan teknologi, terus berdakwah dan mencegah upaya pemurtadan umat. Itu baru jihad zaman sekarang! Jika mati dalam melakukan jihad ini, maka matinya mendapatkan pahala syahid. Surganya beneran, bukan halu! Bidadarinya betulan, bukan halu! Yang halu itu adalah mereka yang salah guru dan akibatnya “mati sangit”, na’udzu billah!
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa
Foto : Unsplash