Kabar Terbaru

Masalah Badal Haji

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Mohon izin untuk bertanya masalah badal haji.

Ayah saya wafat dua bulan lalu. Kami sebagai anak-anak almarhum menerima warisan cukup banyak. Kami tidak lupa untuk bersedekah atas nama almarhum ayah agar pahalanya sampai kepada beliau.

Ada teman yang bertanya kepada saya apakah almarhum ayah saya sudah berhaji semasa hidupnya. Saya menjawab bahwa almarhum belum sempat berhaji. Mendengar jawaban tersebut, maka teman saya menyarankan agar almarhum ayah saya dibadalkan hajinya.

Saran teman saya tersebut saya sampaikan kepada saudara-saudara kandung saya anak-anak almarhum. Mendengar apa yang saya sampaikan, saudara sulung saya mengatakan bahwa badal haji bisa dilakukan jika almarhum ayah pernah bernazar atau berwasiat agar jika wafat sebelum haji, maka anak-anak almarhum membadalkan hajinya. Seingat kami, almarhum tidak pernah berwasiat.

Pertanyaan saya, apakah badal haji hanya dapat dilakukan jika almarhum berwasiat atau bernazar seperti yang diungkapkan saudara sulung saya?

Demikian pertanyaan saya dan terima kasih.

Wassalam.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr Wb.

Sebelum kami menjawab inti pertanyaan saudara, mari kita simak salah satu hadis yang menyingung masalah badal haji sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ اقْضُوا اللَّهَ الَّذِي لَهُ فَإِنَّ اللَّهَ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ.

Dari Ibn Abbas, bahwa seorang wanita menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berujar, “Ibuku bernazar untuk haji, hanya terburu meninggal dunia, bolehkah aku menggantikan hajinya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Silahkan, berhajilah engkau untuk menggantikannya, bukankah engkau sependapat sekiranya ibumu mempunyai hutang, bukankah engkau yang melunasi?” Wanita itu menjawab, “Ya.” Lantas Nabi berkata: “Penuhilah hutang Allah, sebab Allah lebih berhak untuk dilunasi hutangnya.”(HR. Bukhari).

Berikut kami sampaikan beberapa poin yang dapat kita ambil dari hadis diatas. Baik poin utama terkait pertanyaan saudara ataupun poin lainnya sebagai tambahan ilmu mengenai badal haji, sebagai berikut:

  1. Jumhur ulama berpendapat bahwa membadalkan haji untuk orang yang sudah wafat adalah boleh. Hanya imam Malik saja yang berpendapat bahwa kebolehan tersebut jika sebelum wafat pernah berwasiat untuk dihajikan. Jika tidak, maka badal haji atas namanya tidak boleh. Inilah poin pertanyaan saudara. Menurut jumhur ulama, badal haji untuk almarhum ayah saudara hukumnya boleh walaupun tidak ada wasiat atau nazar.
  2. Biaya badal haji karena nazar diambil dari harta si mayyit, begitu juga dengan hutang si mayyit dan kewajiban si mayyit yang belum ditunaikan seperti zakat, wasiat, kafarat dan lainnya. Namun jika ada kerelaan dari ahli waris untuk membiayai pelaksanaan nazarnya, maka tidak ada masalah.
  3. Menurut salah satu pendapat Imam Syafi’i, hutang kepada Allah berupa haji badal karena nazar lebih harus didahulukan daripada hutang kepada manusia. Adapun sebagian ulama lainnya berpendapat sebaliknya, bahkan sebagian lainya mengatakan bahwa antara mendahulukan badal haji karena nazar dengan membayar hutang untuk mayyit dua-duanya sama-sama kuat.
  4. Orang yang belum pernah berhaji dibolehkan untuk bernazar haji. Apabila dia berhaji, maka haji fardunya dianggap telah terpenuhi, namun ia tetap berhaji yang kedua kalinya untuk berhaji karena nazarnya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Namun ada juga sebagian ulama yang berpendapat sebaliknya, apabila dia berhaji, maka hajinya dianggap haji nazar namun ia harus berhaji fardu di lain waktu. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa hajinya dianggap telah mencukupi semuanya, baik haji fardu mau pun haji nazarnya.
  5. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan badal haji disyaratkan harus sudah berhaji terlebih dahulu. Berbeda dengan jumhur, ulama Hanafiyah berpendapat bahwa orang yang belum pernah berhaji boleh melaksanakan badal haji. Jumhur berargumen dengan suatu hadis bahwa Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki yang melafazkan Talbiah atas nama Syubrumah (Labbaika Yaa Syubrumah, Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah atas nama Syubrumah!). Rasulullah bertanya kepadanya : “Apakah kamu sudah pernah berhaji ?”. Dia menjawab: “Belum.” Haji yang kamu lakukan sekarang ini adalah hajimu, kemudian berhajilah untuk Syubrumah !”
  6. Selain badal haji untuk orang yang sudah wafat, badal haji juga boleh dilakukan untuk orang yang masih hidup dengan alasan halangan tetap, yaitu sakit berat yang harapan sembuhnya sangat sedikit atau untuk orang tua yang sudah sangat lemah. Ada pun halangan lainnya seperti sakit yang masih ada harapan sembuh, dipenjara dan ada harapan bebas, dan alasan miskin karena masih ada harapan kaya, maka ulama sepakat tidak boleh.
  7. Wanita boleh membadal hajikan pria atau sebaliknya.
  8. Rasulullah menggunakan metode qiyas dalam menjawab pertanyaan agar mudah dipahami oleh penanya.
Wallahu a’lam.

Foto : Unsplash
Referensi:

  • Fath Al-Baari, Ibn Hajar Al-Asqallani, Riyadh: Dar Thaiba, 1426 H, Juz 5 hal 147-157
  • Al-Fajr Al-Satthi’ Ala Shahih Al Jaami’, Muhammad Al-Fudhail Ibn Al-Fathimi, Maktabah Al-Rusyd, 2009, Juz 5 hal 182.
  • Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, Wahbah Al-Zuhaili, Beirut: Dar Al-Fikr, 1985, Juz 3 hal 41-42.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *