Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Mohon izin Pak Ustaz! Akhir-akhir ini ada berita viral mengenai batalnya pernikahan karena calon Istri meminta mahar sertifikat rumah. Permintaan itu dilakukan H-3 sebelum akad sekaligus resepsi pernikahan.
Karena keluarga calon suami merasa keberatan, akhirnya rencana menikah dengan calon istrinya tersebut dibatalkan padahal semua persiapan dari mulai undangan, pelaminan, catering dan hiburan sudah disiapkan oleh keluarga calon suami.
Yang menjadi pertanyaan saya, apakah besarnya mahar atau mas kawin dalam Islam itu ada batasan minimal atau maksimal? Bagaimana Islam memandang peristiwa yang sedang viral tersebut?
Terima kasih.
Wassalam.
Jawaban:
Wa’alaikumus Salam Wr. Wb.
Mahar dalam pernikahan atau mas kawin dalam istilah Fiqh Islam disebut dengan “Shadaq”, yaitu harta yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya karena adanya pernikahan. Harta di sini bisa berupa uang, barang atau jasa yang bernilai. Mahar bukan rukun nikah, tapi wajib hukumnya bagi suami.
Firman Allah SWT:
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (Q.S. An-Nisa: 4)
Mahar boleh disebutkan dalam aqad nikah dan boleh juga tidak disebutkan. Besarnya mahar dalam Islam juga tidak dibatasi. Jumlah mahar adalah berdasarkan kesepakatan antara calon suami dan calon istri.
Karena tidak dibatasi, maka boleh saja calon istri meminta mahar berapa saja. Bolehkah minta mahar emas seberat emas yang ada di Monas? Ya boleh saja asal permintaan itu disanggupi dan disetujui calon suami.
Pada prinsipnya, mahar merupakan penghargaan yang tinggi dari calon suami kepada calon istrinya. Idealnya, semakin mahal mahar, semakin baik. Bagi calon suami yang kaya raya, sudah sepantasnya memberikan mahar yang pantas dan sesuai. Namun, jika calon suami bukan dari kalangan berkecukupan, sebaiknya calon istri atau calon wali tidak meminta mahar yang memberatkan calon suaminya. Intinya, mahar itu berdasarkan kemampuan calon suami dan calon istri sepakat dengan hal itu.
Sebaiknya kesepakatan besarnya mahar ditentukan di saat melamar atau khitbah. Jika tidak ada kesepakatan, tentu tidak ada pernikahan. Jangan sampai kasus seperti yang Anda ceritakan di atas terulang kembali sehingga merugikan keluarga calon suami yang sudah menyiapkan semuanya namun batal karena keberatan dengan jumlah mahar yang diajukan di H-3 tersebut.
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa
Foto : Unsplash