Kabar Terbaru

Kisah Mantan Supir Yang Kini Menjadi Pejuang Muallaf Di Suku Dayak

cordofa-dd-kaltimAktifitas monitoring program dakwah Cordofa di desa Karangan, Kutai Barat, sangat menggetarkan hati. Sebuah desa yang gersang dan sulit terjangkau karena trasnportasi darat belum memadai, sehingga butuh perahu untuk menyebrangi sungai Mahakam. Bagi kebanyakan orang, mungkin akan menghindari tinggal di desa tersebut. Terlebih untuk seorang Muslim, tinggal di masyarakat non Muslim, babi berkeliaran di mana-mana dan suku dayak yang sebagian besar masih primitif merupakan suatu tantangan besar.

Sosok dai yang mempunyai sikap kerelawanan ternyata ada di desa yang jauh dari hiruk pikuk kota. Ia adalah Pak Yusuf, mantan supir asal Jawa yang sudah 2 tahun berjuang di sana. “Awal mulanya, saya diminta pergi ke Kalimantan oleh ustadz saya untuk mengamalkan ilmu yang sudah di dapat, ketika menyantri kalong dahulu. Di sini, hanya ada 3 kepala keluarga (KK) yang berasal dari luar desa (pendatang),” tuturnya. Ia bertemu tokoh agama di sana dan diminta untuk mengurus Mushalla yang sudah lama tidak terurus. Alhasil, Ia tinggal di Mushalla tersebut cukup lama sebagai pengurus Mushalla (takmir masjid).

Bertani menjadi modal awalnya untuk dapat melangsungkan hidup bersama istri dan anaknya. Alhamdulillah, saat ini ia sudah mempunyai warung kecil untuk menambah penghasilannya.

Seiring berjalannya waktu, kehidupan syiar Islam disana lambat laun mulai terdengar, bahkan beberapa msyarakat asli dayak menjadi Muallaf. Saat ini, berkat usaha dan istiqomah beliau serta tokoh setempat, sudah ada 43 KK yang berikrar syahadat menjadi seorang Muslim. Kegiatan syiar berjalan rutin, seperti pengajian anak-anak, shalat jum’at dan kadang kajian untuk para orang tua. Keberkahan selanjutnya, banyaknya swadaya masyarakat untuk renovasi Mushalla untuk menambah kenyamanan beribadah dan aktifitas keagamaan.

“Kegiatan syiar Islam disini memang belum maksimal, para Muallaf yang belum mengenal ajaran Islam dan keterbatasan saya dalam menyampaikan Islam, sehingga butuh pendekatan yang perlahan untuk mengajarkan bahwa babi itu haram. Tapi ini sebisa yang kami lakukan untuk Islam di pedalaman,” tuturnya kembali.

Kisah singkat ini menggambarkan kita bahwa tantangan dakwah di luar sana penuh keterbatasan. Tapi ada yang tidak pernah terbatas bagi mereka, keyakinan kepada Allah. Untuk menolong agama pastilah Allah tolong kita dari jalan yang tak terduga. Sebab, dakwah bukan seberapa besar usaha yang kita lakukan, tapi seberapa yakin kita kepada-Nya. (Hardy/Cordofa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *