Kabar Terbaru

Kemuliaan Nabi Ibrahim Ada pada Masyarakat Greek

Tidak pernah terpikir jika apa yang menjadi sejarah di masa lalu, kemudian dibakukan dalam al-Qur’an, ternyata muncul penerapannya dalam kehidupan sosial bangsa Eropa, tepatnya di Athena, Yunani.

Begitulah kira-kira realitas yang ada dalam kultur Masyarakat Greek, di Athena Yunani. Menjadi kebiasaan bagi mereka untuk menghidangkan makanan terbaik dalam jumlah yang banyak kepada setiap tamu yang berkunjung kepada mereka. Meja makan pun penuh dengan aneka ragam hidangan. Tidak hanya itu, mereka melazimkan para tamunya untuk bisa menghabiskan makanan yang telah disediakan.

Fenomena tersebut adalah bagian dari qudwah hasanah yang dapat dilihat dari kisah Nabi Ibrahim. Dalam surat Az-Zariyat ayat 24-30, Allah menjelaskan beberapa hal tentang kebiasaan Nabi Ibrahim dalam menerima tamu. Pertama, Nabi Ibrahim menyambut tamu dengan baik sekalipun tamunya tak dikenal. Kedua, Nabi Ibrahim segera meminta keluarganya untuk menghidangkan daging anak sapi yang gemuk. Ketiga, Nabi Ibrahim berusaha mendorong agar tamunya itu bersegera untuk memakannya.

Dari gambaran di atas, terlihat bahwa Nabi Ibrahim tidak membeda-bedakan tamu yang datang. Tidak ada pemilahan kelas bagi para tamu. Semua tamu adalah raja. Model inilah yang oleh Jacques Derrida disebut dengan a welcome without why. Penyambutan kepada tamu tanpa pertaanyaan siapa yang datang, apa yang ingin dilakukan, dan mengapa ia datang. Inilah yang kemudian disebut dengan “the welcome of the other is the welcome of infinite” (menyambut kedatatangan orang lain adalah penyambutan tanpa batas).

Di samping itu, Nabi Ibrahim juga menyambut tamu dengan sepenuh jiwa dan raganya, lahir dan batin. Kebahagiaan penyambutan lahir ditunjukkan dengan makanan terbaik yang dihidangkan untuk tamu. Sementara kebahagiaan batin ditunjukkan dengan dorongan yang kuat agar makanan tersebut benar-benar dimakan oleh tamu. Perpaduan penyambutan lahir dan batin akan menghangatkan perasaan sehingga tamu yang datang merasa berada di rumahnya sendiri. Tanpa kehadiran keduanya, maka penyambutan terasa hambar dan tidak sempurna.

Jika masyarakat Greek di Eropa yang notabene bukanbangsa yang berasaskan nilai-nilai Islam, mereka begitu memuliakan kehadiran seorang tamu. Terlebih seorang Muslim, maka realitas telah menjadi nasehat yang fasih untuk bisa menjadikan qudwah Nabi Ibrahim dalam menyambut tamu menjadi kebiasaan kehidupan rumah tangga yang perlu diterapkan. Semoga Allah memberikan banyak keberkahan di bulan Ramadhan dengan memberikan khidmah kepada para tamu yang berkunjung ke rumah. (Ust. Abdul Ghoni, Dai Ambassador Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) – Yunani)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *