Haruskah? haruskah aku berdakwah? kenapa pula aku harus berdakwah? kira-kira apa yang membuatku bisa mencintai dakwah? Aku penasaran ingin tahu. Kau tahu, aku bukan orang baik-baik, setidaknya itu menurutku.
Aku hidup di jalanan. Aku terbiasa bergaul dengan mereka yang tak peduli dengan masa depan. Bagi kami, urusan perut lebih utama ketimbang yang ada di kepala. Meski ku akui, aku ingin sesekali merasakan kerepotan dan kejenuhan kalian duduk di, yang kalian sebut majelis, sepanjang hari. Mendengarkan ocehan dia yang kalian sebut ustadz, yang menurutku dia cukup sering menggunakan bahasa aneh yang tidak aku mengerti. Kalian sih bilangnya sedang belajar agama, dan itu adalah bahasa arab.
Wups, jangan tanyakan jenjang pendidikanku. Aku putus sekolah, tepatnya kapan, aku tidak ingat. Dan aku, sungguh tidak terlalu peduli dengan yang satu itu.
Ah, apalagi soal agamaku. Sudah ku bilang, aku bukan orang baik-baik. Aku memang masih sholat lima waktu pada waktunya, tapi surat yang ku baca selalu tiga surat terakhir. Karena memang hanya itu yang ku hafal. Sejak aku menginjakan kaki untuk hidup di jalanan, belum pernah sekalipun aku mengaji, paling-paling hanya tanpa disengaja mendengar lantunan dari masjid-masjid sekitar.
Aku tidak sepandai kamu soal agama. Yang bahkan sampai mendapat gelar sarjana di bidang syariah. Yang kamu bahkan sangat aktif di lembaga-lembaga dakwah. Ikut ngoceh di sana-sini soal agama. Asal kamu tahu, aku juga tidak begitu pandai dalam menjaga pergaulan. Aku bersalaman tanpa memandang lawan atau sesama jenis, yang penting mereka teman.
Aku juga bukan orang yang lembut. Bagiku kelembutan adalah kelemahan untuk jiwa seorang lelaki. Aku sering berkata keras. Ah karena aku hidup di jalanan, aku cukup sering loh didera penyakit demam. Tapi itu bukan masalah.
Jadi, kenapa pula kamu masih ngotot mengajakku berdakwah bersamamu ? aku tidak mau menjadi beban untukmu. Aku khawatir jika kamu membersamaiku, teman-teman dan karirmu akan meninggalkanmu pergi.
Lalu, apa katamu tadi, “Aku tidak sedang mencari teman minum kopi atau nongkrong bareng. Dalam pencarianku, aku tidak peduli dengan latar belakang mereka. Aku tidak peduli jika teman-temanku di sana menjauhiku, aku hanya peduli agar kegiatan dakwahku tetap berjalan. Setidaknya sampai nyawa ini terpisah dari ragaku. Dan aku meyakini, bahwa dengan bersamamu, dakwah Islamiyah yang sedang aku jalani akan menjadi lebih indah dan kokoh jika aku berjalan bersamamu.”
“Jadi, maukah kamu berdakwah bersamaku ?”
“Kenapa pula aku harus memenuhi ajakanmu ?”
“Karena Allah sudah mempertemukan kita.”
(M. Azzam/Cordofa)