Kabar Terbaru

Juang Dakwah Anak Yatim

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya, yang berbuat riya’ dan enggan (memberi) bantuan.” (Al Ma’un: 1-7)

Namanya Daun. Iya Daun. Seperti nama salah satu bagian dari tumbuhan. Daun adalah seorang anak laki-laki yang penuh ceria. Daun senang sekali bermain dengan teman-temannya. Daun juga sangat suka berteman dengan siapapun. Sebagai anak laki-laki, Daun tumbuh menjadi anak yang tegar. Aku hampir tidak pernah mendapatinya menangis. Ya, bahkan dihari ayahnya meninggalkan dunia. Daun hanya tahu ayahnya tertidur pulas dan dibawa oleh mobil ambulan.

Daun kecil terlalu muda untuk memahami kalau ambulan tidak akan pernah mengembalikan ayahnya. Tapi Daun tidak pernah bertanya-tanya. Daun hanya terus bermain sepanjang hari dengan wajah cerianya.

Daun tidak pernah menangis. Aku hampir tidak pernah mendapatinya menangis. Daun selalu tersenyum saat aku memanggilnya. Daun juga selalu menggandeng tanganku saat kami berjalan bersama. Daun tidak pernah membuatku khawatir. Terlebih membuatku khawatir bila kelak ia menanyakan tentang ayahnya.

Kini, Daun sudah tumbuh menjadi seorang pria dewasa. Meski tidak lagi banyak bermain, Daun masih selalu ceria dan senang berteman dengan siapapun.

Daun yang sedari kecil tidak pernah kulihat menangis, malam ini untuk pertama kalinya ia menangis. Malam sebelum ia akan mengikat janji suci dengan wanita pilihannya. Daun bertanya kepadaku sambil menatapku dalam.

“Ibu, boleh aku memelukmu dan menangis?” ucap Daun penuh harap.

Aku hanya mengangguk. Masih mengenakan kopiah dan sarung, Daun memelukku erat lama sekali sambil menangis. Tanpa mengucapkan kata apapun ia terus saja menangis, sesekali ia sesenggukan. Aku hanya bisa menahan pelukannya, membiarkan Daun menumpahkan semua bebannya.

Saat itu aku tahu, selama ini Daun menyimpan kesedihannya. Ia mengerti bila ayahnya sudah mati, tapi dia tidak ingin membuat ibunya sedih. Daun tidak pernah bertanya dimana ayahnya meski ia ingin sekali bertanya. Ia takut melihat ibunya sedih. Aku baru tahu tentang semua itu, malam ini.

Daun bercerita tentang banyak hal, termasuk alasan ketika Daun memutuskan membiayai kehidupan kami sejak dini tanpa memutus pendidikannya. Dia ingin menjadi seperti ayahnya. Dia ingin segera menggantikan posisi ayahnya, terutama dalam hal memberi banyak kasih sayang kepadaku.

Seorang anak yatim akan terbebani tugas yang tidak seharusnya dia tanggung. Tidak sedikit dari mereka yang lebih memilih untuk mencari penghidupan dan meninggalkan pendidikan. Padahal hari depan adalah milik mereka. Maka tidakah berlebihan jika Allah menamakan orang-orang yang enggan mengasihi dan menyayangi anak yatim sebagai pendusta agama.

Coba bukalah hatimu untuk mereka. Tunjukanlah kasihmu dan tumbuhkan harapan. Karena hari depan adalah milik mereka. Mari bersama-sama kita untuk masa depan Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *