Kabar Terbaru

Jangan Kalah Dengan Kuda!

Al-Qur’an memang tidak ada cacat sedikitpun. Semakin digali, maka semakin banyak ilmu dan hikmah yang diperoleh. Al-Qur’an, walaupun Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah sejak 14 abad lalu, namun Al-Qur’an tetap dan selalu relevan hingga Hari Akhir.

Salah satu contoh relevansi Al-Qur’an hingga saat ini adalah Q.S. Al-Adiyat, yang akan kita bahas ayat 1-7 saja, sebagai berikut:

 وَٱلْعَٰدِيَٰتِ ضَبْحًا ﴿١﴾ فَٱلْمُورِيَٰتِ قَدْحًا ﴿٢﴾ فَٱلْمُغِيرَٰتِ صُبْحًا ﴿٣﴾ فَأَثَرْنَ بِهِۦ نَقْعًا ﴿٤﴾   فَوَسَطْنَ بِهِۦ جَمْعًا ﴿٥﴾ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لِرَبِّهِۦ لَكَنُودٌ ﴿٦﴾ وَإِنَّهُۥ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ ﴿٧﴾.

1. Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah.
2. Dan kuda yang memercikkan bunga api (dengan pukulan kuku kakinya).
3. Dan kuda yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi.
4. Sehingga menerbangkan debu.
5. Lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.
6. Sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak bersyukur) kepada Tuhannya.
7. dan sesungguhnya dia (manusia) menyaksikan (mengakui) keingkarannya.

Allah bersumpah dengan kuda perang yang digunakan untuk berjihad fi sabilillah. Kuda perang pada zaman ketika surat ini diturunkan adalah kendaraan perang yang sangat diandalkan. Dengan demikian, Allah bersumpah dengan kuda ini agar menjadi perhatian kaum muslimin untuk menerima pesan-pesan Allah pada ayat-ayat berikutnya.

Pada 5 ayat pertama surat ini, Allah bersumpah dengan menyebutkan kehebatan kuda-kuda perang. Sesuai ayat pertama, kuda mampu berlari dengan sangat kencang dan kuat, berbeda dari binatang-binatang lainnya. Harimau mampu berlari kencang, namun tidak mampu bertahan untuk menempuh jarak jauh seperti kuda. Begitu juga dengan kucing, anjing, kelinci dan lainnya.

Selain berlari kencang, kuda juga mampu menempuh medan bebatuan dan terjal. Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh binatang pada umumnya. Kuda memiliki hentakan kaki yang sangat kuat untuk bertolak. Saking istimewanya, Allah menggambarkan percikan bunga  api yang keluar dari kuku kakinya. Percikan bunga api tentu keluar karena gesekan kuat antara kukunya dengan bebatuan ketika kuda berlari dengan kencang dan kuat, Masya Allah! Kehebatan ini tergambarkan pada ayat kedua.

Selain  kehebatan yang telah disebutkan di atas, kuda perang juga mampu melihat di medan gelap dan mengantarkan penunggangnya menyerbu pasukan musuh. Kuda-kuda itu dengan berani dan ganas masuk ke tengah-tengah pasukan musuh dan menerbangkan debu-debu karena hentakan dan ringkikannya yang begitu keras dan melemahkan mental musuh. Keistimewaan ini tergambarkan pada ayat 3-5.

Lihatlah! Kuda-kuda perang yang memiliki banyak kehebatan dan keistimewaan tersebut sangat tunduk dengan tuannya, sang penunggang kuda. Andaikan kuda-kuda yang hebat itu memiliki akal layaknya manusia, mungkin saja mereka menolak bahkan menjungkalkan orang yang menungganginya!

Bagaimana tidak? Apakah kita yang memiliki akal ini mau diperintahkan untuk berlari kencang, terengah-engah dan menggendong orang lain? Mau?

Bukan hanya menggendong dan lari terengah-engah dengan jarak jauh, maukah kaki kita ini menginjak bebatuan dan medan terjal sampai kaki kita lecet-lecet, robek atau cedera?

Jika hanya sekedar menggendong dan kaki robek saja, mungkin masih bisa ditahan. Lalu apakah kita mau diperintahkan oleh yang kita gendong untuk maju ke medan musuh? Apakah mata kita tidak berpotensi tertusuk pedang atau tombak? Jika tidak kena mata, apakah mau perut kita tergores pedang? Mungkin untuk yang satu ini kita menyerah! Sudah lelah lari terengah-engah, telapak kaki robek, berat menggendong dan lalu dipaksa untuk maju ke medan musuh? Ogah amat!

Tapi lihatlah kuda-kuda perang itu! Mereka sangat setia dan tunduk kepada tuannya walaupun nyawa mereka menjadi taruhannya. Lima ayat pertama ini bisa saja dimaknai sebagai sindiran menohok kepada kita. Kuda saja begitu taat dan setia kepada tuannya. Lalu bagaimana dengan kita? Apakah ketaatan dan kesetiaan kita kepada Allah sebanding atau melampaui kuda perang?

Barulah pada ayat ke-6 dan seterusnya pesan dari Allah baru disampaikan. Pada ayat ke-6 ini Allah menegaskan bawa manusia pada umumnya adalah makhluk yang ingkar kepada Tuhannya. Seakan-akan ayat ini bisa dipahami bahwa manusia yang ingkar itu sangat hina, masih lebih mulia kuda-kuda perang yang tidak Allah anugerahi akal itu!

Bahkan yang lebih parahnya lagi, manusia yang ingkar itu sadar akan keingkaranya kepada Allah. Dia sadar bahwa perbuatan ingkarnya itu dilihat oleh Allah. Sekan-akan fakta ini mengatakan bahwa orang yang ingkar ini sudah tidak memiliki urat malu lagi!

Sudahlah, tulisan ini tidak boleh terlalu panjang karena akan semakin membongkar egoisme dan kemunafikan kita. Walaupun kita lebih unggul dari kuda karena akal pikiran yang kita miliki, tapi sangat jauh dengan kesetiaan dan ketaatan kuda perang kepada tuannya. Ayo, jangan kalah sama kuda!

Wallahu A’lam.
Foto : Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *