Assalamu’alaikum Wr Wb.
Seperti pada umumnya di pagi Hari Raya Idul Fitri, saya dan teman saya sepakat menuju masjid untuk melaksanakan salat Idul Fitri. Karena rumah kami berdekatan, kami berangkat bersama menuju masjid melewati gang terdekat agar segera sampai. Setelah salat dan khotbah selesai, kami sepakat untuk segera pulang ke rumah untuk bersalam-salaman dengan keluarga, kerabat dan tetangga.
Namun yang ganjil menurut saya, teman saya tersebut mengajak saya melewati jalan berbeda, bukan melalui gang terdekat seperti yang kami lalui saat menuju masjid. Saya bertanya kepada teman saya, “To,kenapa ga lewat gang ini? Ngapain milih jalan beda dan jauh juga?” “Kata guru ngajiku, sunahnya melewati jalan yang berbeda antara pergi dan pulang Salat Id. Aku juga ga tau sih apa alasannya. Ya pokonya begitu kata guru ngajiku dulu,” jawab Anto dengan entengnya.
Karena tidak mau dianggap cerewet, akhirnya saya ikuti saja ajakan Anto. Nah, berdasarkan pengalaman saya tersebut, saya ingin bertanya, apakah kita memang dianjurkan untuk memilih jalan berbeda antara pergi dan pulang Salat Id?
Demikian pertanyaan saya dan terima kasih.
Wassalam.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr Wb.
Benar, teman Anda benar sekali. Sunah ini sudah banyak ditinggalkan oleh banyak orang di zaman ini. Mungkin karena kurang mendalamnya fikih Hari Raya dan lebih suka ngaji via reels di medsos, akhirnya banyak yang tidak mengetahui hal ini. Inilah kekurangan ngaji instan dan tidak betah lama seperti kami dulu belajar dengan para kiai. Baiklah, untuk menjawab pertanyaan Anda, simak satu hadis berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَخَذَ يَوْمَ الْعِيدِ فِي طَرِيقٍ ثُمَّ رَجَعَ فِي طَرِيقٍ آخَرَ.
Dari Ibnu Umar, bahwa: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika hendak berangkat salat Id, beliau melewati suatu jalan dan kembali dari salat Id melewati jalan yang lain.” (HR. Abu Daud no. 976).
Melalui hadis ini kita memahami bahwa sunah bagi kita untuk melalui jalan yang berbeda ketika berangkat Salat Id dan pulang setelahnya. Semua ulama sepakat tentang sunahnya hal ini. Mereka hanya berbeda dalam menafsirkan hikmah dari perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Tidak ada dalil pasti mengenai hikmah hadis ini dan hasilnya sudah pasti ijtihad murni. Karena hasil ijtihad, maka sudah pasti banyak perbedaan dalam penafsiran hikmah apa yang dapat dipetik. Di dalam kitab Aun Al-Ma’bud disebutkan bahwa sedikitnya ada 20 pendapat mengenai hikmah dari perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Dari 20 pendapat tersebut, ada yang dianggap benar dan yang lainnya agak sulit diterima.
Berikut pendapat para ulama mengenai hikmah tersebut, diantaranya:
- Agar sedekah beliau merata. Jika hanya menempuh jalan yang sama, maka masyarakat yang berada di jalan yang berbeda tidak memperoleh sedekah dari beliau.
- Agar jalan yang dilalui menjadi saksi di akhirat.
- Agar rahmat bertebar seluas-luasnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan rahmat bagi seluruh alam.
- Menyenangkan hati para sahabat beliau. Sudah menjadi kegembiraan bagi sahabat apabila rumah mereka dilalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Dan masih banyak lagi ragam pendapat para ulama lainnya.
Adapun jika dikaitkan dengan konteks saat ini, mungkin saja hikmahnya adalah agar kita bisa bersilaturahmi lebih merata kepada para kerabat, tetangga dan handai tolan sepulang dari selesai melaksanakan Salat Hari Raya.
Wallahu A’lam.
Foto : Freepik
Referensi:
- Aun Al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud
- Fath Al-Bari Syarah Shahih Al-Bukhari
- Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi