Tadabur Surah Al-Ikhlas
Berjumlah 4 ayat menurut hitungan Ulama Qira'at Madaniyyin, Bashrah dan Kufah. Adapun menurut hitungan Ulama Qira'at Makkiyyin dan Syam

Foto : Freepik
سورة الإخلاص
Surat Al-Ikhlas (Ikhlas)
Muqaddimah
Surat ini tergolong surat Makiyah menurut Al –Imam Mujahid, Al-Imam Atha’ dan Al-Imam Qatadah. Adapun menurut Ibn Abbas RA, surat ini tergolong Madaniyah.[1]
Berjumlah 4 ayat menurut hitungan Ulama Qira'at Madaniyyin, Bashrah dan Kufah. Adapun menurut hitungan Ulama Qira'at Makkiyyin dan Syam, surat ini berjumlah 5 ayat. Perbedaan hitungan ayat ini terletak pada kata “lam yalid”, apakah terhitung satu ayat dan atau terpisah dari ‘Wa lam Yulad.”[2]
Berjumlah 15 kata dan 47 huruf.[3]
Jika menurut ulama yang menghitungnya 4 ayat sebagaimana yang ada pada mushaf kita, maka susunan ayatnya sebagai berikut :
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤﴾
Jika menurut ulama yang menghitungnya 5 ayat, maka susunan ayatnya sebegai berikut:
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٤﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٥﴾.
Sabab Nuzul:
Al-Imam Ahmad dan Al-Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Ubay Ibn Ka’ab RA
أَنَّ الْمُشْرِكِينَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مُحَمَّدُ انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ) قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ.(
“Bahwa orang-orang musyrik berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Muhammad, sebutkan nasab Rabbmu kepada kami." Maka Allah Tabaaraka Wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: '(Katakanlah "Dialah Allah yang maha Esa, Allah adalah Robb yang bergantung kepadaNya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia) ' (Qs. Al Ikhlas: 1-4).
Hadis ini banyak disematkan dalam kitab-kitab tafsir mayoritas ulama seperti At-Thabari, Al-Baghawi, Ibn Athiyah, Al-Qurthubi, Ibn Katsir dan Ibn Asyur.[4]
Ayat 1:
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾
“Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.”
Ayat ini adalah sebuah jawaban dan penegasan mengenai salah satu sifat Allah, yaitu Tunggal atau Esa.
Dialah Allah Yang Satu, Yang tidak ada semisal-Nya, tidak memiliki teman dan pendamping, tidak melahirkan dan memiliki sekutu.[5]
Ayat ini juga menjadi penegasan kepada kaum musyrikin Makkah bahwa Allah, Tuhan kaum muslimin berbeda dengan tuhan-tuhan yang disembah mereka yang jumlahnya sangat banyak dan berbeda-beda. Berhala-berhala dan dewa-dewa yang mereka sembah merupakan tuhan yang mereka buat sendiri dan mereka pula yang memberi nama sesuka mereka.
Islam merupakan agama yang mudah dicerna akal. Tuhan harus satu, tidak boleh berbilang. Jika tuhan lebih dari satu, maka hancurlah alam semesta ketika mereka berbeda kehendak. Misalnya, tuhan pertama berkehendak mengazab suatu kaum, tapi tuhan kedua justru tidak setuju. Jika dua tuhan tersebut saling berseteru bahkan sampai bertengkar, alam semester pasti hancur! Itu baru dua tuhan, bagaimana jika tuhannya ada 3, 4 dan seterusnya?
Firman Allah Q.S. Al-Anbiya’ ayat 22:
لَوْ كَانَ فِيهِمَآ ءَالِهَةٌ إِلَّا ٱللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ رَبِّ ٱلْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ.
"Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki 'Arsy, dari apa yang mereka sifatkan."
Ayat 2:
ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾
“Allah tempat meminta segala sesuatu.”
Kata “As-Shamad” memiliki banyak makna. Salah satu makna yang masyhur adalah Allah adalah Tuhan yang seluruh makhluk meminta segala kebutuhan kepada-Nya untuk selama-lamanya.[6]
Jika kita mau sabar sedikit saja, kita bisa membuka tafsir Ibn Katsir yang memaparkan beberapa riwayat mengenai makna As-Shamad.[7] Untuk meringkas tulisan, diatara makna As-Shamad adalah:
Yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam kebutuhan dan sarana mereka.
Yang Maha Sempurna dalam perilaku-Nya, kemulian-Nya, Kebesaran-Nya, Kesantunan-Nya, pengetahuan-Nya, kebijaksanaan-Nya dan seluruh sifat yang melekat pada-Nya.
Tuhan yang tidak membutuhkan makan dan tidak ada sesuatu pun yang keluar dari Dzat-Nya
Tuhan yang tidak beranak dan diperanakkan. Ayat berikutnya merupakan tafsir dari ayat ini.
Tuhan yang tidak memiliki “Jauf”. Secara lieral, jauf artinya rongga mulut, tapi yang dimaksud disini Allah tidak berteriak keras kepada makhluknya, maksudnya tidak mengeluh dan marah dengan permintaan seluruh makhluk-Nya.
Jika melihat makna As-Shamad yang begitu banyak, kesemuanya menunjukkan bahwa Allah adalah Maha Sempurna dalam segala hal dan tidak satu pun yang layak memiliki sifat ini kecuali hanya Allah As-Shamad semata.
Tidak ada satu pun yang sanggup seperti Allah. Sehebat apapun manusia, dia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan banyak orang, apalagi sejagad raya. Jangankan memenuhi kebutuhan mereka semua, mendengar permintaan mereka saja sudah pasti pusing dan bawaannya mau marah saja karena setiap detik selalu saja ada yang meminta.
Ayat 3:
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾
"(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan".
Selain ayat ini, banyak juga ayat-ayat lain yang menyatakan bahwa Allah tidak memiliki anak. Jangankan ayat Al-Qur’an, secara logika saja tidak mungkin Tuhan memiliki anak. Terlebih anak Tuhan adalah manusia yang makan, minum, buang air, tidur, jima’ dan seterusnya. Tuhan tidak mungkin memiliki anak, apalagi menjadi anak.
Dan apa urgensinya Tuhan memiliki anak? Apakah untuk mewarisi estafet ketuhanan setelah sang Tuhan wafat? “Dah deh, ga logis juga kalo dipaksain! Sayang-sayang otak!” ujar Malih, cucu Kong Ali.
Islam bukan hanya agama iman, tapi agama yang juga menuntut pemeluknya untuk menggunakan akal untuk berfikir dan menganalisa. Afalaa ta’qiluun? Afalaa tatafakkaruun?
Ayat 4:
وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤﴾
“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."
Yang namanya Tuhan harus mengungguli apapun. Dia tidak mungkin setara dengan makhluk, apalagi melampaui-Nya. Dia sudah pasti tidak sama dengan makhluk. Tuhan mampu memberi makan seluruh makhluknya. Apakah makhluk mampu melakukannya? Makhluk mempunyai banyak kelemahan seperti lelah dan mengantuk. Apakah makhluk mampu menjaga alam semesta ini tanpa kantuk dan tidur? Bisa dibayangkan jika alam jagad raya ini dijaga oleh makhluk, pasti hancur lebur.
Melalui Q.S. Al-Ikhlas inilah Allah memberikan petunjuk bahwa Dialah Tuhan satu-satunya. Konsep ketuhanan dalam Islam sangat jelas, rasional dan tidak ambigu.
Bukan hanya masalah konsep ketuhanan saja yang jelas. Konsep kenabian dan kerasulan juga sangat jelas dan transparan. Tidak ada satu pun nabi dan rasul yang Allah utus berbeda dalam menyampaikan wahyu, dari Nabi Adam sampai Rasulullah SAW. Kitab-kitab yang Allah turunkan juga jelas, tidak ada satupun ayat-ayat di dalamnya yang saling kontradiktif. Syariatnya juga jelas, tidak ada satupun yang merugikan penganutnya. Dengan begitu, Islam adalah satu-satunya agama yang jelas semua konsepnya. Bersyukurlah memeluk Islam. Jangan malu-malu untuk menampakkan identitas ke-Islaman kita. Jangan merasa minder dengan umat agama lain.
Diantara keutamaan Q.S. Al-Ikhlas:
Setara dengan membaca sepertiga Al-Qur’an. Perhatikan hadis berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ :أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ يُرَدِّدُهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، وَكَأَنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ . رواه البخاري وَزَادَ في رواية : أَنَّ رَجُلاً قَامَ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَقْرَأُ مِنْ السَّحَرِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، لَا يَزِيدُ عَلَيْهَا. فَلَمَّا أَصْبَحْنَا أَتَى الرَّجُلُ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَسَلَّمَ نَحْوَهُ .
Abu Sa’id al-Khudri berkata: “Seseorang sahabat mendengar seorang membaca Qul huwallahu ahad berulang-ulang. Esok paginya sahabat ini datang kepada Nabi dan menceritakan kejadian semalam sambil mempertanyakannya. Rasulullah saw menjawab: Demi jiwaku yang ada di TanganNya, sesungguhnya surah itu sama dengan sepertiga al-Qur’an.Dalam riwayat al-Bukhari yang lain diceritakan bahwa: Pada zaman Nabi saw ada seorang sahabat yang membaca Qul huwa Allahu Ahad dari waktu sahur, tanpa menambah nambah. Ketika pagi, sahabat tersebut datang kepada Nabi saw, nabipun menjawab seperti hadis diatas (Demi jiwaku yang ada di Tangannya, sungguh surah itu sama dengan sepertiga al-Qur’an). (HR. Bukhari, Abu Daud dan Nasa’I, Malik dan Ahmad).
Bagaimana maksud hadis ini, bahwa Q.S. Al-Ikhlas setara dengan sepertiga Al-Qur’an?[8]
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan hadis ini, diantaranya:
Pendapat pertama:
Maksudnya adalah bahwa Surat Al-Ikhlas ini setara dengan sepertiga makna Al-Qur’an, karena makna Al-Qur’an terbagi tiga, yaitu tauhid, hukum dan kisah. Pendapat ini berdasarkan hadis Nabi SAW:
إنَّ اللَّهَ جَزَّأَ القُرْآنَ ثَلاثَةَ أجْزاءٍ، فَجَعَلَ {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} جُزْءًا مِن أجْزاءِ القُرْآنِ.
“Sesungguhnya Allah membagi Al-Qur’an menjadi tiga bagian, maka Dia menjadikan (surat) Qul Huwallahu Ahad sepertiga Al-Qur’an.” (HR. Muslim).
Pendapat kedua:
Maksudnya adalah membaca Q.S. Al-Ikhlas setara dengan memperoleh pahala sepertiga membaca Al-Qur’an. Artinya, jika membaca surat ini tiga kali, pahalanya sebanding dengan memperoleh pahala mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an secara keseluruhan. Pendapat ini berdalil denga hadis berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لأَصْحَابِهِ :أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ الْقُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ ؟ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ وَقَالُوا: أَيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَارَسُولَ اللَّهِ ؟ فَقَالَ :اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ الْقُرْآنِ.
Dari Said Ibn Al-Khudriy RA dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Adakah diantara kalian yang tidak mampu untuk membaca sepertiga al-Qur’an dalam semalam ?. Para sahabatpun merasa keberatan dan berkata: Siapa yang kuat melaksanakan hal itu hai Rasulullah ?. Rasulullah saw pun menjawab: Allahu al-samad (surat al-ikhlas) sama seperti sepertiga al-Qur’an.” (HR. Al-Bukhari).
Dengan melihat dua pendapat ini, tentunya ada sebagian ulama yang tidak sependapat bahwa membaca tiga kali Surat Al-Ikhlas sama saja dengan mengkhatamkan Al-Qur’an. Begitu juga sebaliknya, tidak sedikit ulama yang justru berpendapat sebaliknya, bahwa membaca surat ini tiga kali sama saja dengan pahala mengkhatamkan Al-Qur’an. Perbedaan pendapat ini sudah sangat lumrah karena masing-masing pendapat memiliki argumentasi yang kuat.
Wallahu A’lam.
----------------
[1] ] Abu Amr Ad-Dani, _Al-Bayan Fi Addi Ayil Qur’an_ , Markaz Al-Makhtuthat Wa At-Turats Wa Al-Watsa’iq, Kuwait, 1414 H, Hal. 309.
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Lihat Al-Muharrar Fi Asbab Nuzul Al-Qur’an oleh Dr. Khalid Ibn Sulaiman Al-Muzini, Damam, 1427 H, Juz 1 Hal. 1.106.
[5] Al-Imam Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, Mu’assasah Ar-Risalah, Beirut: 1427 H, Juz 22, Hal. 557
[6] Lihat Hasyiyah As-Shawi Ala Tafsir Al-Jalalin, Dar Tahqiq Al-Kitab , Lebanon, 2024, Juz 7, Hal, 551
[7] Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, Libni Katsir, Dar Ibn Hazm, Beirut, Cetakan Pertama,: 1420 H, Hal. 2050.
[8] Mengenai makna sepertiga Al-Qur’an dapat kita temui penjelasannya di berbagai kitab –kitab syarah hadis, diantaranya Fath Al-Bari’ Libni hajar Al-Asqallani, Hasyiyah As-Sindi Alan Nasa’i, Aun Al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud, Al-Muntaqa Syarah Muwattha Malik dan lain-lain.