Tadabbur Q.S. Al-Falaq

Salah satu surat pendek yang begitu banyak memiliki hikmah dalam kehidupan. Apa saja? Simak artikel tafsir berikut!

Da'i Ambassador

 

سورة الفلق

 

Surat Al-Falaq (Waktu Subuh)

 

Muqadimah

 

Surat ini tergolong Madaniyah menurut Ibnu Abbas, Mujahid dan Atha’. Sedangkan menurut Qatadah, surat ini tergolong Makiyah. Para ulama sepakat surat ini berjumlah 5 ayat, 25 kata, sama persis dengan jumlah kata pada surat Al-Fil dan Al-Lahab. Sedangkan hurufnya berjumlah 79, sama seperti jumlah huruf pada surat An-Nas.[1]

 

Asbabun Nuzul:

 

Ada seorang pemuda Yahudi menjadi pelayan Rasulullah Saw. Lalu orang-orang Yahudi mempengaruhi pemuda itu dengan gencarnya hingga pemuda itu mau menuruti kemauan mereka. Maka ia mengambil beberapa buah gigi sisir yang biasa dipakai oleh beliau Saw., setelah itu barang tersebut ia serahkan kepada orang-orang Yahudi lalu mereka menyihir Nabi Saw melalui benda itu, dan orang yang melakukannya adalah salah seorang dari mereka yang dikenal dengan nama Ibnu A'sam. Kemudian kedua barang tersebut ia tanam di dalam sebuah sumur milik Bani Zuraiq yang dikenal dengan nama Zirwan. Maka Rasulullah Saw. mengalami sakit dan rambut beliau kelihatan rontok. Beliau tinggal selama enam bulan seakan-akan mendatangi istri-istrinya, padahal kenyataannya tidak, dan beliau kelihatan gelisah dan tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada dirinya.

 

Ketika beliau sedang tidur, tiba-tiba ada dua malaikat datang kepadanya. Maka salah seorangnya duduk di dekat kepalanya, sedangkan yang lain duduk di dekat kakinya. Malaikat yang ada di dekat kakinya bertanya kepada malaikat yang ada di dekat kepalanya, "Apakah yang dialami oleh lelaki ini?" Ia menjawab, "Pengaruh Tib." Yang ada di dekat kakinya bertanya, "Apakah Tib itu?" Ia menjawab, "Sihir." Yang ada di dekat kakinya bertanya "Siapakah yang menyihirnya?" Ia menjawab, "Labid Ibnul A'sam, seorang Yahudi." Malaikat yang ada di dekat kakinya bertanya, "Dengan apakah ia menyihirnya?" Ia menjawab, "Dengan rambutnya dan gigi sisirnya." Yang ada di dekat kakinya bertanya, "Di manakah hal itu diletakkan?" Ia menjawab, "Di dalam mayang kurma jantan di bawah batu yang ada di dalam sumur Zarwan."

 

Maka Rasulullah Saw. terbangun dalam keadaan terkejut, lalu bersabda: Hai Aisyah, tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah telah menceritakan kepadaku tentang penyakitku ini.

 

Lalu Rasulullah Saw. menyuruh Ali, Az-Zubair, dan Ammar ibnu Yasir untuk mengeringkan sumur tersebut; maka mereka bertiga mengeringkan sumur itu, yang airnya kelihatan seakan-akan seperti warna pacar (merah). Mereka bertiga mengangkat batu itu dan mengeluarkan mayang kurma yang ada di bawahnya. Maka ternyata di dalamnya terdapat beberapa helai rambut Rasulullah Saw. dan beberapa gigi sisirnya, dan tiba-tiba di dalamnya terdapat benang yang berbuhul (mempunyai ikatan) sebanyak dua belas ikatan yang ditusuk dengan jarum.

 

Maka Allah menurunkan dua surat Mu'awwizatain, dan setiap kali Rasulullah Saw. membaca suatu ayat dari kedua surat tersebut, beliau merasa agak ringan, hingga terlepaslah semua ikatan benang itu dan bangkitlah beliau seakan-akan baru terlepas dari ikatan. Sedangkan Jibril a.s. mengucapkan:  Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu dari orang yang dengki dan pandangan mata yang jahat; semoga Allah menyembuhkanmu.

 

Setelah itu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah kami menangkap orang yang jahat itu dan membunuhnya?" Rasulullah Saw. menjawab:

 

“Diriku telah disembuhkan oleh Allah, dan aku tidak suka menimpakan keburukan terhadap orang lain.”[2]

 

Ayat 1:

 

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلْفَلَقِ ﴿١﴾

 

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar).”

 

Jika dilihat dari ayat pertama, maka surat Al-Falaq ini termasuk surat Al-Mu’awwidzah (surat perlindungan). Maksudnya adalah sebuah surat di dalam Al-Qur’an yang dimana isi dari surat tersebut mengajarkan Rasulullah untuk meminta perlindungan kepada Allah. 

 

Bukan hanya Al-Falaq, Surat An-Nas juga demikian karena ayat pertama surat tersebut juga bermakna mengajarkan untuk meminta perlindungan. Jadi untuk surat Al-Falaq dan An-Nas biasa disebut Al-Mu’awwidzatain (dua surat perlindungan). Kedua surat ini bisa dijadikan ruqyah untuk mengobati seseorang yang terkena sihir atau gangguan jin. 

 

Ayat 2:

 

مِن شَرِّ مَا خَلَقَ ﴿٢﴾

 

“Dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan.”

 

Al-Imam Jalaludin Al-Mahalli secara ringkas menafisrkan ayat ini, sebagai berikut: [3]

 

من حيوان مكلف وغير مكلف وجماد كالسم، وغير ذلك.

 

“(yaitu) dari kejahatan makhluk hidup yang berakal dan yang tidak berakal, dan juga dari kejahatan benda mati seperti racun dan lain sebagainya."

 

Melalui ayat ini, kita akan semakin tersadarkan bahwa kasih sayang Allah teramat besar kepada seluruh hamba-Nya. Dia menunjukkan kasih sayang-Nya dengan cara mengajarkan para hamba agar meinta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan makhluknya yang sudah jelas kejahatannya seperti setan. Allah juga mengajarkan kita agar berlindung dari makhluk yang berpotensi memiliki keburukan atau dampak negatif, seperti sengatan ular berbisa atau terkaman bintang buas.

 

Lihatlah lautan luas! Dari laut saja, besar sekali perputaran uang. Dari mulai transportasi orang maupun ekspedisi, hasil tangkapan seperti ikan dan hewan lainnya. Tak cukup sampai di situ, manusia juga memperoleh perhiasan dari kerang berupa mutiara yang tidak murah harganya. Renungkan ayat berikut!

 

وَهُوَ ٱلَّذِى سَخَّرَ ٱلْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا۟ مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا۟ مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى ٱلْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِهِۦ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.

 

“Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (Q.S: An-Nahl: 14).

 

Tapi ingatlah, selain ribuan kebaikan laut yang Allah berikan, manusia akan sangat takut terhadap ganasnya laut ketika badai terjadi dan pasangnya air laut bahkan sampai level tsunami! Inilah salah satu potensi “keburukan” laut.

 

Jika laut yang nampak tenang saja berpotensi buruk, apalagi manusia. Tidak semua manusia itu baik. Lihatlah para penipu, begal dan “monyet-monyet bangsa berkerah putih” alias koruptor! Para pejabat yang digaji besar dan diberi amanat untuk mengelola kekayaan negara justru malah menjadi maling! 

 

Begitulah, Allah sangat adil kepada kita. Dia mengajari kita agar berlindung dari kejahatan atau potensi buruk makhluk ciptaannya. Bacalah surat ini setiap hari karena kita tidak bisa menjamin dalam keadaan aman terus menerus. Keluar pintu rumah saja sudah ada potensi keserempet motor, hipnotis, kecopetan dan Laka lantas, bukan? 

 

Ayat 3:

 

وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ ﴿٣﴾

 

“Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.”

 

Melaui ayat ini juga, Allah mengajarkan Rasulullah dan umatnya agar berlindung dari potensi keburukan yang terjadi pada malam hari. Pada umumnya, malam hari adalah masa dimana manusia beristirahat secara maksimal dengan cara tidur. Di saat itulah manusia berada pada titik sangat lemah karena tidak dalam keadaan terjaga. 

 

Contoh kecil saja, rongga terbuka manusia seperti telinga dan hidung tetap saja terbuka di saat tidur sekalipun.  Saat itu, bisa saja binatang kecil masuk melalui telinga dan hidung. Jika ini terjadi, maka manusia sangat merasa tidak nyaman bahkan sampai di level berbahaya jika yang masuk adalah binatang beracun, na'udzubillah.

 

Sekalipun tubuh kita tidak kemasukan binatang saat tidur malam, potensi bahaya tetap ada. Perampok, pencuri dan begal tentu lebih leluasa beraksi di malam hari. Sekalipun tidak kerampokan, kebakaran juga kerap terjadi pada malam hari dimana konsleting listrik tidak sempat diatasi karena lelapnya tidur kita!

 

Rasulullah SAW, sebelum tidur, mencontohkan dan mengajarkan kepada kita membaca do’a dan bererapa ayat Al-Qur’an sebelum tidur, diantaranya membaca surat ini. Berikut hadisnya:

 

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ.

 

Dari Aisyah bahwa biasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila hendak beranjak ke tempat tidurnya pada setiap malam, beliau menyatukan kedua telapak tangannya, lalu meniupnya dan membacakan: "QULHUWALLAHU AHAD.." dan, "QUL `A'UUDZU BIRABBIL FALAQ..." serta, "QUL `A'UUDZU BIRABBIN NAAS.." Setelah itu, beliau mengusapkan dengan kedua tangannya pada anggota tubuhnya yang terjangkau olehnya. Beliau memulainya dari kepala, wajah dan pada anggota yang dapat dijangkaunya. Hal itu, beliau ulangi sebanyak tiga kali. (HR. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).

 

Ayat 4:

 

مِن شَرِّ ٱلنَّفَّٰثَٰتِ فِى ٱلْعُقَدِ ﴿٤﴾

 

“Dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya).”

 

Dalam kitabnya,  Ma’alim At-Tanzil, Al-Hafzih Al-Baghawi menyampaikan tafsir ayat ini sebagai berikut:

 

يعني السواحر اللاتي ينفثن في عقد الخيط حين يرقين عليها . قال أبو عبيدة : هن بنات لبيد بن الأعصم سحرن النبي  صلى الله عليه وسلم.[4]

 

“Yaitu para penyihir wanita yang meniup-niupkan pintalan benang sambil membaca mantra. Abu Ubaidah berkata: mereka adalah anak-anak perempuan labid Ibn Al-A’sham yang telah menyihir Nabi SAW.”

 

Para penyihir menggunakan beberapa media untuk melukai korbannya. Praktek sihir sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Siapakah yang pertama kali mengajarkan sihir kepada manusia? Ya sudah pasti setan-setan lah pelakunya! Mereka mengajarkan sihir kepada manusia. Firman Allah:

 

وَاتَّبَعُوۡا مَا تَتۡلُوا الشَّيٰطِيۡنُ عَلٰى مُلۡكِ سُلَيۡمٰنَ‌‌ۚ وَمَا کَفَرَ سُلَيۡمٰنُ وَلٰـكِنَّ الشَّيٰـطِيۡنَ كَفَرُوۡا يُعَلِّمُوۡنَ النَّاسَ السِّحۡرَ وَمَآ اُنۡزِلَ عَلَى الۡمَلَـکَيۡنِ بِبَابِلَ هَارُوۡتَ وَمَارُوۡتَ‌ؕ وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنۡ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوۡلَاۤ اِنَّمَا نَحۡنُ فِتۡنَةٌ فَلَا تَكۡفُرۡؕ‌ فَيَتَعَلَّمُوۡنَ مِنۡهُمَا مَا يُفَرِّقُوۡنَ بِهٖ بَيۡنَ الۡمَرۡءِ وَ زَوۡجِهٖ‌ؕ وَمَا هُمۡ بِضَآرِّيۡنَ بِهٖ مِنۡ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذۡنِ اللّٰهِ‌ؕ وَيَتَعَلَّمُوۡنَ مَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنۡفَعُهُمۡ‌ؕ وَلَقَدۡ عَلِمُوۡا لَمَنِ اشۡتَرٰٮهُ مَا لَهٗ فِى الۡاٰخِرَةِ مِنۡ خَلَاقٍ‌ؕ وَلَبِئۡسَ مَا شَرَوۡا بِهٖۤ اَنۡفُسَهُمۡ‌ؕ لَوۡ کَانُوۡا يَعۡلَمُوۡنَ.

 

"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir." Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu."

 

Lalu jika ada pertanyaan, mengapa selevel Rasulullah saja terkena sihir? Lah, jika beliau terkena sihir, tentu saja terjadi kekacauan dalam hal penyampaian wahyu! Bisa saja Rasulullah salah menghafal ayat dan salah juga menyampaikan ayat atau wahyu kepada umatnya. Bagaimana menjawab pertanyaan ini?

 

Rasulullah SAW, selain penyampaian wahyu, beliau juga seorang manusia. Rasulullah juga pernah berdarah dan terluka ketika berperang melawan musuh. Adapun Rasulullah SAW terkena sihir, itu hanya sekedar terkena gangguan fisik yang berefek pada halusinasi kecil. Tapi untuk urusan wahyu, Rasulullah tetaplah ma’shum, sebagaimana ayat :

 

وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ.

 

“Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia.”(Q.S. Al-Maidah: 67).[5]

 

Jika kita perhatikan, ayat ke-2 Q.S Al-Falaq, Allah mengajarkan kita untuk berlindung dari kejahatan makhluk secara umum. Begitu pun dengan ayat ke-3, mengajarkan kita agar berlindung dari kejahatan malam. Nah, ayat ke 4 ini terasa lebih khusus, yaitu mengajarkan kita agar berlindung dari kejahatan para penyihir. Bisa jadi, kejahatan para penyihir ini lebih besar dari keburukan atau kejahatan makhluk lain pada umumnya, sehingga Allah menyebutnya langsung secara khusus di ayat 4 surat ini.

 

Ayat 5:

 

وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ ﴿٥﴾

 

“Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki."

 

Surat ini ditutup dengan peringatan tersirat bahwa dengki merupakan kejahatan tersembunyi yang mendorong untuk melakukan tindak kejahatan besar. 

 

Dengki adalah (hasad) adalah rasa iri yang dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain agar kenikmatan yang diperoleh oleh orang lain menjadi hilang, walaupun kenikmatan tersebut tidak menjadi pindah kepada si pendengki. 

 

Akibat dengki, pelaku bisa membunuh dan menghancurkan nama baik seseorang. Tidak cukupkah kisah Qabil dan Habil? Akibat dengki, saudara kandung tidak lagi menjadi orang yang harus disayangi dan dilindungi. Tidak cukupkah kisah Nabiyullah  Yusuf AS sewaktu kecil ketika beliau dikeroyok, dipukuli oleh tangan-tangan kekar saudara-saudaranya yang sudah tumbuh dewasa sebelum diceburkan ke dalam sumur? 

 

Dengki itu penyakit hati yang sangat berbahaya. Rasulullah SAW mewanti-wanti kita agar menjauhi sifat dengki, melalui hadis:

 

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَالصَّلَاةُ نُورُ الْمُؤْمِنِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنْ النَّارِ

 

Dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kedengkian akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar, dan sedekah akan menghapus kesalahan sebagaimana air dapat mematikan api. Salat adalah cahaya seorang mukmin, sedangkan puasa adalah perisai dari api neraka." (HR. Ibn Majah, Abu Ya’la, Ibn Asakir dan Ibn Ady).

 

Perhatikan warning dari nabi diatas! Segala kebaikan-kebaikan yang sebelumnya dimiliki pendengki akan sirna sebagimana kayu bakar yang hangus oleh api. Artinya, pahala pendengki yang begitu banyak karena salatnya, sedekahnya, ilmunya dan amal-amal kebaikan lainnya akan diganti dengan dosa membunuh, adu domba, menghancurkan nama baik, menghalangi orang lain untuk berbuat kebaikan dan seterusnya.

 

Ada pesan tersirat juga dari hadis di atas. Agar terhindari dari penyakit dengki, yaitu perbanyak sedekah! Sedekah akan melembutkan dan menentramkan hati, seperti air yang mematikan api. Perbaiki kualitas salat dan puasa agar hati terang dan terhindar dari ancaman neraka.

 

Dengan mempelajari surat ini, kita mengerti bahwa sihir dan kedengkian merupakan kejahatan yang sangat berbahaya sehingga Allah mengajarkan kita agar terlindung dari dua kejahatan ini.

 

Wallahu A’lam.

Foto : Freepik

____________

 

[1] Abu Amr Ad-Dani, Al-Bayan Fi Addi Ayil Qur’an, Markaz Al-Makhtutthat Wa At-Turats Wa Al-Watsa’iq, Kuwait, 1414 H, Hal. 297.

[2] Al-Wahidi, Asbab Nuzul Al-Qur’an, Dar Al-Kitab  Al-Jadid Cetakan pertama, 1389 H, Hal. 513.

[3] Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain Al-Muyassar, Maktabah Libnan Nasyirun, Beirut, 2003 M, Hal. 605.

[4] Abu Muhammad Al-Husain Ibn Mas’ud Al-Baghawi, Ma’alim At-Tanzil, Dar Thayba, Riyadh, 1409 H, Juz 8, Hal. 596.

[5] Lihat At-Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbaz Az-Zuhaily, dar Al-Fikr, Damaskus, Cetakan ke-10, 1430 H, Juz 15, Hal. 878.

Bagikan Konten Melalui :