
Seharusnya Kita Lebih Maju Dari Mereka!
Tulisan ini bukan bertujuan untuk mengatakan bahwa beberapa negara luar lebih baik dari negeri kita dari aspek kebersihan, kedisiplinan atau apa saja yang berhubungan dengan lingkungan dan sosial. Tulisan singkat ini hanya sebatas rasa cemburu tahap normal atau boleh saja dikatakan ‘persaingan antara harapan dan khayalan’ bahwa negara kita mampu mengalahkan negara luar dalam hal kedisplinan dan kebersihan lingkungan.
Kemacetan di beberapa jalan raya yang bukan disebabkan kecelakaan atau kerusakan jalan masih kerap terjadi. Kemacetan tersebut terjadi karena pedagang kaki lima yang menggelar lapak bukan hanya di trotoar tapi sampai menggunakan bahu jalan. Pengendara hanya diberikan satu lajur kanan sempit! Biasanya kondisi seperti itu berada di depan pasar. Hanya karena keegoisan mereka, kita dipaksa memaklumi dengan alasan perut dan ekonomi. Orang sakit, ambulan, orang yang dikejar waktu, truk-truk ‘
segede gaban’ juga dipaksa harus antri sambil berlomba membunyikan klakson yang membuat telinga kita hampir pecah dan ‘
gerutu berjamaah'.
Belum lagi ketika kita harus melewati suatu pemukiman warga yang semrawut. Got-got yang dipenuhi sampah dan aroma-aroma yang mengganggu hidung juga masih banyak. Terkadang kita berpikir dan bertanya-tanya mengapa mereka nyaman tinggal di lingkungan seperti itu? Jawabannya mudah saja, terpaksa! Awalnya sudah pasti tidak nyaman, tapi karena terbiasa, alasan keterpaksaan sudah tidak ada lagi.
Alasan keterpaksaan, alasan ekonomi atau alasan lain yang memaksa kita harus memaklumi, tidak mesti dibenarkan. Berdagang di trotoar, buang sampah di got, kali atau saluran air itu sebuah kezaliman. Berapa banyak hak orang yang terabaikan karena perbuatan zalim semacam ini. Apa jadinya jika wanita hamil harus melahirkan di dalam kendaraan karena macet yang dikondisikan dengan sengaja? Banjir tentu mengancam jiwa dan harta. Mereka yang buang sampah di got dan kali itu tidak memikirkan dampak banjir, yang ada di benak mereka adalah "
yang penting urusan gue kelar, orang mah bodo amat!"
Jangan anggap sepele kezaliman. Sekeras apapun ibadah kita, bisa gagal ke surga karena zalim setiap hari. Di antara persyaratan masuk surga adalah steril dari kezaliman. Surga itu bersih dan tentunya tidak mau dihuni oleh orang-orang yang suka mengotori lingkungan. Islam bicara kebersihan, kedisiplinan dan hak-hak manusia. Islam juga berbicara keindahan dan ketertiban. Jika ajaran Islam betul-betul diterapkan, tentu tidak ada lagi pemandangan semrawut dan kali yang kotor. Indonesia sebagai negara pemeluk Islam terbesar di dunia harusnya menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Tengok saja sebagian negara luar yang minoritas Islam tapi sangat
concern dengan lingkungan. Entah ajaran dari mana, kok bisa sih got di pinggir jalan seindah aquarium? Kok bisa sih sungai atau kali menjadi tempat wisata? Kok bisa sih antri dan mau berjejal di kereta atau kendaraan umum padahal mereka mampu membeli empat mobil?
Bisakah kita sebagai mayoritas muslim menyamai atau melampaui mereka? Bisa jika mau tertib dan taat peraturan. Allah memerintahkan kita agar menjadi warga yang disiplin, taat aturan dan memiliki integritas. Allah berfirman:
???????????? ????????? ??????????? ????????? ????????????
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji.” (Q.S. Al-Maidah: 1)
Janji-janji atau aqad-aqad dalam konteks sekarang adalah peraturan yang disepakati bersama, baik tertulis maupun tertulis. Bisa saja berupa undang-undang, hukum adat atau juga norma yang kesemuanya itu tidak melanggar kaidah fiqih. Buang sampah sembarangan, berdagang di trotoar, melanggar lalu lintas, masuk jalur busway dan sebagainya merupakan contoh melanggar ayat di atas. Berdosakah melanggarnya? Jawabannya bukan dari fikih yang sarat perdebatan, tapi jawabannya ada di hati kita masing-masing!
"Lampu mere dipasang di simpangan gunenye buat ngindarin celake. Kite sepakat kalo mere artinya berenti. Ijo artinya jalan. Cobe deh langgar tu aturan, nyawe ente bise ilang! Jangan mentang-mentang aturan lalu litas buatan manusie ente remehin!" pesan Kong Ali kepada cucunya, Malih.
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa
Foto : Unsplash
Bagikan Konten Melalui :