Saya PNS Perpajakan, Apakah Saya Harus Keluar

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Saya adalah PNS Perpajakan. Sungguh, saat ini saya sedang bingung tingkat tinggi mengenai status saya menurut syariat Islam.
Kegalauan saya berawal dari obrolan saya dengan kawan lama saya yang sekarang terlihat lebih religius dan agamis. Saya akui bahwa teman saya itu lebih pandai dari saya dari segi pemahaman agama secara dia sudah kurang lebih tiga tahun aktif mengikuti majelis yang dia klaim sebagai majelis yang benar-benar berpegang kepada Al-Quran dan As-Sunah.
Betapa kagetnya saya ketika dia mengatakan kepada saya bahwa pekerjaan saya adalah pekerjaan haram dan masuk neraka. Ia mengatakan bahwa gurunya di majelis tempat ia belajar mengutip sebuah hadis yang terjemahannya seperti ini: “Tidak masuk surga seorang pemungut pajak.”
Teman saya melanjutkan perkatanya bahwa jika saya tidak mau keluar dari pekerjaan saya, saya kelak akan masuk neraka.
Terus terang saya sangat terkejut dan takut sekali dengan kondisi saya saat ini. Usia saya sudah 45 tahun dan sudah memiliki 4 orang anak dan semuanya membutuhkan biaya sekolah yang tidak murah. Jika saya keluar saat ini, saya tidak begitu yakin bahwa saya dengan mudah bisa menutupi kebutuhan keluarga saya. Tapi di satu sisi saya sangat takut neraka. Ya Allah, jika saya bertahan terus dengan pekerjaan saya ini, tentu saya menafkahi keluarga dari hasil uang haram.
Yang menjadi pertanyaan saya pak Ustaz, benarkah apa yang disampaikan oleh kawan saya tersebut bahwa bekerja di perpajakan adalah haram? Terima kasih dan saya sangat mengharapkan jawaban yang pasti.
Wassalam.
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Kemungkinan hadis yang teman Anda kutip seperti ini:
???? ???????? ???? ??????? ????? ???????? ??????? ??????? ?????? ??????? ???????? ????????? ????? ??? ???????? ?????????? ??????? ?????? (???? ??? ????)
Dari Uqbah Ibn Amir dia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Tidak masuk surga seorang Shahibu Maks.” ( HR. Abu Daud). Lalu apa arti ‘shahibu maks’? Ya, guru teman anda mengartikan shahibu maks dalam hadis di atas adalah pemungut pajak. Apakah artinya memang demikian? Untuk mengartikannya, kita akan mencari dulu arti maks di atas menurut keterangan yang ada dalam kitab Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud sebagai berikut:????? ????? ?????? ?????? ???? ???? ?? ????? ????? ?? ??????? ?? ????????
Al Maksu adalah pengurangan dan kezhaliman dan uang-uang dirham yang diambil dari para pedagang di pasar-pasar pada masa jahiliyah.[1] Jika mengacu pada keterangan dalam kitab tersebut, maka Shahibu maks bisa diartikan sebagai “preman pemungut pungli” atau “preman tukang palak” bukan pegawai pajak. Pajak dalam konteks Indonesia tentu sangat jauh berbeda dengan Al-Muks dalam hadis tadi. Apakah ada hadis lain yang menyinggung tentang Al-Maksu? Ada. Hadisnya sangat panjang, namun kami hanya mengutip sebagian dari hadisnya secara singkat sebagai berikut:??????? ??????? ??? ??????? ??????????? ??????? ???????? ?????? ??????? ???????? ???? ???????? ??????? ?????? (???? ???? ?? ??? ???? ??? ?????
“Wahai Khalid, perlahan-lahanlah ! Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya seorang “Shahibu Maks” bertaubat sebagaimana taubatnya wanita itu, niscaya dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim Riwayat Abdullah Ibn Buraidah).
Kita simak komentar Imam Nawawi mengenai hadis diatas sebagai berikut:
?? ????? ?? ???? ??????? ??????? ???????? ? ???? ????? ??????? ????? ?? ????????? ???? ? ????? ??? ??? ???????? ????? ???? ??????? ???? ???? ?????? ?? ??? ?????
“Sungguh bahwa Al-Maksu termasuk perbuatan maksiyat paling buruk dan doa besar karena banyaknya pungutan kepada masyarakat yang dilakukan dengan kezhaliman mereka, berulangnya pelanggaran tersebut dan mengambil harta masyarakat tanpa hak yang benar dan membelanjakannya tidak sesuai dengan peruntukannya.”[2]
Jika melihat komentar Imam Nawawi menganai Al-Maksu diatas, maka lagi-lagi shahibu maks bisa kita artikan “Tukang Palak”, bukan pajak. Tukang palak jelas zalim dan jika tidak bertaubat tentu masuk neraka.
Palak dengan Pajak pasti berbeda! Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.[3]
Jadi tidak usah galau dan teruslah bekerja di tempat Anda. Jangan korupsi, jangan manipulasi dan melakukan pelanggaran lainnya yang dapat merugikan negara dan bangsa. Niatkan pekerjaan Anda sebagai bentuk pengabdian kepada negara.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa.
[1] Lihat Aunul Ma’bud Ala Sunan Abi Daud, Syaikh Muhammad Asyraf Ibn Abadi, Baitul Afkar Ad-Dauliyah, Jordan: t.t., Hal. 1250. [2] Lihat Shahih Muslim Bisyarh An-Nawawi, Muassasah Qurthubah, 1414 H, Juz 13 Hal. 290 [3] Silakan akses https://www.pajak.go.id/id/pajak