RA. Kartini dan Islam
Siapa yang tidak kenal dengan Ibu RA Kartini? bagaimana hubungan belaiu dengan Islam? Simak artikel singkat berikut ini!

Ibu kita kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya
Ibu kita kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka
Reff:
Wahai ibu kita kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Ibu kita kartini
Putri jauh hari
Putri yang berjasa
Se Indonesia
Reff:
Wahai ibu kita kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Lagu ciptaan WR. Soepratman ini sering dinyanyikan oleh sebagian besar siswa di sekolah, khususnya sebelum tahun 2000. Pasca tahun 2000, penulis tidak yakin jika lagu ini banyak dikenal oleh gen Z.
35 tahun silam, penulis tidak terlalu mengerti sosok RA Kartini, terutama kisah beliau dan hubungannya dengan Islam. Yang terlintas saat itu, penulis hanya mengetahui bahwa Raden Ajeng Kartini adalah seorang wanita yang memperjuangkan kesetaraan kaum perempuan untuk maju sebagaimana kaum laki-laki. Kaum perempuan di zaman penjajahan Belanda adalah kaum yang hanya aktif di sumur dan di kasur. Kaum perempuan saat itu adalah kaum marginal yang seakan-akan tidak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan. Perjuangan ini mungkin lebih dikenal dengan emansipasi wanita.
Seiring berjalannya waktu, terutama ketika penulis menempuh pendidikan di sebuah pondok pesantren, barulah penulis memperoleh informasi yang sangat berharga. Kiai kami pernah menyampaikan bahwa Ibu RA kartini ternyata seorang muslimah yang sangat religius. Berikut kami kutip figur Ibu RA Kartini dari sisi religiusnya sebagai seorang muslimah:[1]
Bertemu Kiai Sholeh Darat
Kalau membaca surat-surat Kartini yang diterbitkan oleh Abendanon dari Belanda, terkesan Raden Ajeng Kartini sudah menjadi sekuler dan penganut feminisme. Namun kisah berikut memberi informasi baru mengenai apresiasi Kartini pada Islam dan ilmu tasawuf.
Fadhila Sholeh, cucu Kiai Sholeh Darat, tergerak menuliskan kisah Kartini tersebut. Takdir, menurut Ny. Fadhila Sholeh, mempertemukan Kartini dengan Kiai Sholeh Darat.
Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat yang juga pamannya. Kemudian ketika berkunjung ke rumah pamannya, Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Kiai Sholeh Darat.
Saat itu Kiai Sholeh Darat sedang mengajarkan tafsir Surat al-Fatihah. Kartini menjadi amat tertarik dengan Kiai Sholeh Darat. Kartini tertegun.
Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kiai Sholeh Darat dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah. Ini bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya tahu membaca Al-Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.
Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kiai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini dengan Kiai Sholeh.
"Kiai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?" Kartini membuka dialog.
Kiai Sholeh tertegun, tetapi tak lama. "Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?" Kiai Sholeh balik bertanya.
"Kiai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al-Fatihah, surat pertama dan induk Al-Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku," ujar Kartini.
Kiai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela.
Kartini melanjutkan, "Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur'an ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al-Qur'an adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"
Dialog berhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis Kiai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali, "Subhanallah."
Kartini telah menggugah kesadaran Kiai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar yaitu menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam Bahasa Jawa.
Dari biografi singkat tersebut, jelas sekali bahwa beliau termasuk pejuang Islam di Indonesia.
Semoga tulisan singkat ini menggugah kita semua. Alangkah malunya jika umat Islam di Indonesia malas memperdalam makna Al-Qur’an, padahal zaman sudah canggih.
Wallahu A’lam.
_______
[1] https://mediaindonesia.com/humaniora/666714/ra-kartini-yang-haus-ilmu-agama-islam-dan-tafsir-al-quran, diakses 25 April 2025 pukul 14.00 WIB