Pesantren Kok Sesat?

Pesantren merupakan Lembaga Pendidikan Islam yang sangat membantu umat untuk mencetak generasi Islam. Hampir dua puluh empat jam, para santri dibina, dan dididik agar menjadi pribadi yang bertakwa dan berakhlak mulia. Lulusan pesantren tidak mutlak wajib menjadi ustaz atau kyai. Tapi lulusan pesantren adalah orang yang siap untuk menjadi masyarakat Indonesia yang religius dan siap bekerja dengan baik, apapun profesinya.
Para orang yang menitipkan putra-putri mereka di pesantren tentu memiliki harapan besar agar suatu saat nanti para santri mampu menjadi orang yang saleh dan berguna bagi masyarakat, minimal di lingkungan tempat tinggal masing-masing. Sebagian besar motivasi para orang tua menitipkan anak mereka di pesantren juga untuk menghindari putra-putri mereka dari pergaulan bebas di zaman sekarang ini. Terhindar dari kenakalan remaja, narkoba dan bahaya pornografi. Tentu harapan dan motivasi seperti ini sangatlah mulia dan wajar.
Tapi bagaimana jadinya jika ada oknum pengelola atau pelaksana pesantren yang justru melakukan hal-hal yang jauh dari harapan. Sepanjang ini, ada saja oknum kyai atau ustaz yang mencederai harapan para orang tua santri dan umat Islam. Penulis tidak tega memaparkan kelakuan para oknum yang sangat tidak terpuji itu. Jika ini kasusnya, pesantrennya tidak perlu ditutup. Tangkap saja oknumnya dan pihak pesantren dapat mengganti oknum tersebut dengan kyai atau ustaz beneran, bukan kyai kaleng!
Tapi lain ceritanya jika sang pimpinan atau pengelola pesantren mengajarkan pemahaman menyimpang alias sesat. Jika ini yang terjadi, maka level kerusakan di pesantren tersebut sudah berada pada titik ‘darurat’! Apa jadinya jika para santri dijejali doktrin sesat? Bisa-bisa lulusan pesantren sesat ini menghasilkan teroris, perusak syariat Islam, musuh umat Islam dan musuh negara! Bahaya! Kalo sudah begini, negara harus menutup pesantren tersebut.
Lalu siapa yang bisa memvonis bahwa suatu pesantren dikatakan sesat? Ya MUI lah. Namanya juga Majelis Ulama Indonesia. Fatwa MUI dikeluarkan berdasarkan ijtihad para ulama yang sangat kompeten. Fatwa MUI bukan fatwa perorangan. Fatwa ini dikeluarkan berdasarkan kajian mendalam, komprehensif dan ekstra hati-hati.
Sambil menunggu fatwa ulama yang tentu tidak sebentar, sebetulnya kita juga bisa sekilas menilai kok. Bagaimana tidak bisa dinilai sesat jika pimpinan pesantren mengajarkan syiar-syiar Yahudi dan ajaran-ajaran ‘nyeleneh’ dan diingkari oleh para ulama dan meresahkan masyarakat? Sudah begitu, sang pimpinan pondok dengan sangat arogan menantang siapa saja yang mau berdebat dengannya. Kyai kok sombong? Ya ada, seorang kyai memiliki karakter tawadu' dan santun dan bukan seperti atlit MMA yang lagi emosi! Sudahlah, jika masih ragu juga, ya sabar saja menunggu fatwa MUI!
Pelajaran untuk para orang tua agar hati-hati dan super selektif memilih pesantren yang benar-benar pesantren, bukan pesantren abal-abal!
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa.
Foto : Unsplash