Perselisihan Panitia Kurban Dengan Mudhohi

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Begini, Pak Ustaz! Tahun lalu saya sempat berselisih dengan panitia kurban yang dibentuk pengurus masjid yang ada di dekat rumah saya.
Saya menyerahkan hewan kurban saya berupa kambing yang harganya di atas rata-rata, mungkin boleh dibilang kambing super. Sewaktu menyerahkan, kambing saya itu tentu segar bugar dan tidak kurang suatu apapun.
Namun terjadilah hal yang sangat disayangkan. Menjelang H-1 penyembelihan, saya dikabarkan oleh panitia kurban bahwa kambing saya mati. Mendengar info tersebut tentu saya sangat panik dan kecewa. Saya gagal kurban!
Saya tidak terima dan menuntut agar mereka bertanggung jawab. Saya tidak mau tahu penyebab kematian kambing saya. Intinya saya menilai bahwa panitia lalai menjaga kambing saya. Saya tidak menerima alasan apapun dari panitia, yang saya tahu kambing saya mati, itu saja!
Saya meminta ganti rugi berupa uang tunai seharga kambing tersebut atau panitia menyediakan kambing pengganti untuk saya.
Tapi yang membuat saya lebih kecewa lagi, mereka tidak mau bertanggung jawab. Mereka berdalih bahwa mereka sudah menjaga sesuai prosedur dan tidak mungkin mengganti.
Walhasil, saya gagal kurban dan panitia tidak bertanggung jawab!
Nah, bagaimana pandangan Pak Ustaz terhadap kasus saya tersebut?
Demikian, terima kasih atas pencerahannya.
Wassalam.
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Sudah menjadi hal yang umum bahwa setiap tahun, pengurus masjid, mushalla bahkan instansi membentuk panitia kurban. Keberadaan panitia kurban memang sangat dibutuhkan demi kelancaran pelaksaan kurban itu sendiri. Memang sih, afdalnya kita memotong sendiri hewan kurban kita dan membagikan daging dan sejenisnya sebagai sedekah atau hadiah kepada orang lain jika kita memang mampu melakukannya sendiri. Jika tidak mampu, sebaiknnya menyerahkan hewan kurban kita kepada panitia.
Secara fikih, panitia kurban merupakan wakil dari mudhohi (orang yang berkurban). Mudhohi mewakilkan atau memberi kuasa kepada panitia untuk menyembelih dan mendistribusikan daging kurban kita kepada orang yang yang dinilai layak memperolehnya.
Nah, akad yang dilaksanakan oleh mudhohi dengan panitia kurban adalah akad wakalah. Oleh sebab itu, sebaiknya akad ini harus dibuat dengan seksama agar diketahui sejauh mana batasan-batasan yang harus atau tidak boleh dilakukan. Umumnya akad yang terjadi antara mudhohi dengan panitia kurban hanya sebatas masalah pemotongan dan distribusi dagingnya saja. Ya, biasanya hanya itu, tidak lebih.
Kasus Anda mungkin bisa menjadi hikmah atau bahan pelajaran bagi panitia kurban agar membuat kesepakatan yang lebih rinci dan jelas dalam akad wakalah tersebut. Misalnya apa yang harus dilakukan kedua belah pihak jika hewan kurban yang dititipkan kepada panitia mengalami sakit, mati, hilang, buta atau pincang. Jika tidak ada kesepakatan terlebih dahulu, maka perselisihanlah yang terjadi dan ini tentu tidak diharapkan oleh kedua belah pihak.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa.
Foto : Unsplash