-->

Pengembalian Barang Yang Sudah Dibeli

Da'i Ambassador
Assalamu'alaikum Wr Wb.
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berkonsultasi mengenai fiqih Islam.
Belum lama ini saya melakukan transaksi jual beli langsung di sebuah toko yang cukup besar. Di toko itu saya membeli suatu barang yang sangat saya butuhkan.
Namun ketika barang tersebut sudah saya beli dan ingin saya gunakan, barang tersebut ternyata ada cacatnya. Ada beberapa fungsi barang yang tidak bisa gunakan. Saya jelas kecewa, tapi saya bingung Ustaz, apakah menurut hukum Islam, barang tersebut boleh saya kembalikan kepada penjual? Karena saya tidak tahu dan juga ada kekhawatiran terjadi perselisihan antara saya dengan penjual, akhirnya saya memutuskan untuk menerima apa adanya dan tidak mengembalikan barang tersebut.
Nah, apakah kasus saya ini ada bahasannya dalam Fiqih Islam?
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr Wb.
Kasus yang Anda alami tentunya ada pembahasannya dalam fiqih islam. Pada dasarnya, salah satu syarat jual beli dalam Islam adalah adanya kerelaan (rida) kedua belah pihak antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi.
Agar kerelaan antara penjual dan pembeli tetap terjaga setelah akad transaksi, maka ada hak khiyar (memilih antara meneruskan transaksi atau membatalkannya). Hak khiyar dimiliki oleh penjual dan pembeli. Tujuan adanya hak khiyar adalah untuk menghindari kezaliman atau juga kerugian yang dialami oleh penjual dan pembeli. Dari sini sudah jelas bahwa islam sangat memperhatikan kenyamanan dan keamanan dalam jual beli.
Khiyar terbagi 3, yaitu khiyar majlis, khiyar syarat dan khiyar aibi. Karena terbatasnya waktu, maka kami akan fokus pada khiyar aibi saja. Khiyar aibi inilah yang sangat relevan dengan kasus anda.
Khiyar aibi adalah khiyar yang terjadi karena ditemukan cacat pada barang yang diperjualbelikan. Konsekuensi dari khiyar aibi ini adalah kebolehan mengembalikan barang kepada penjual ketika ditemukan adanya cacat. Namun, khiyar aib ini ada syaratnya, diantaranya: [1]
  • Cacat itu diketahui sebelum dan sesudah akad tetapi belum serah terima barang dan harga, atau cacat itu merupakan cacat lama.
  • Pembeli tidak mengetahui bahwa barang yang itu ada cacat ketika akad berlangsung.
  • Ketika akad berlangsung, pemilik barang (penjual) tidak mensyaratkan bahwa apabila ada cacat tidak boleh dikembalikan.
  • Cacat itu tidak hilang sampai dilakukan pembatalan akad.
Nah, jika kita seudah mengethaui beberapa syarat khiyar aibi di atas, tinggal kita ketahui apakah di saat transaksi, pihak penjual tidak mensyaratkan pengembalian barang jika ditemukan cacat? (lihat point 3). Jika ini yang terjadi, maka Anda berhak mengembalikan barang tersebut kepada penjual. Namun sebaliknya, jika penjual mensyaratkan begini, “Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan dengan alasan apapun.” Jika ini yang terjadi, maka Anda tidak bisa mendapatkan hak khiyar untuk mengembalikan barang tersebut kepada penjual.
Demikian jawaban kami menurut Fiqih Islam mazhab Syafi’i. Namun, jika ada undang-undang negara kita yang mengatur perlindungan konsumen, misalnya pembeli diberikan hak untuk mengembalikan barang cacat dan penjual wajib menerimanya, maka yang hukum yang kita pakai adalah hukum berdasarkan undang-undang tersebut. Apa alasannya? Karena hak khiyar aibi tetap berlaku menurut mazhab Maliki. Berarti, hak khiyar aibi ini masih ada perbedaan pendapat para Imam Mazhab. Ketika ada perbedaan pendapat ulama mazhab dalam menetapkan suatu hukum, maka pemerintah diperkenankan untuk memilih salah satu pendapat dan menetapkannya sebagai hukum positif.
Demikian dan semoga manfaat.
Wallahu A’lam.
---------- [1] Lihat Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, Wahbah Az-Zuhali, Juz 4, Dar Al-Fikr, Damaskus, Cetakan kedua, 1405 H, Juz 4, hal. 559.

Bagikan Konten Melalui :