Pemimpin Adalah Orang Terbaik

Semua orang bisa menjadi makmum, namun tidak untuk imam. Jangan pernah memaksaksakan diri untuk menjadi imam jika memang merasa belum layak.

Da'i Ambassador

Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Dari interaksi ini, muncul kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Agar kerja sama tersebut berjalan dengan baik, teratur, dan terukur, kehadiran seorang pemimpin atau imam menjadi hal yang sangat penting.

Jangankan negara, keluarga saja harus ada pemimpinnya, yaitu kepala rumah tangga. Oleh karena itu, memilih pemimpin bukanlah perkara sepele, karena keputusan ini memiliki dampak besar terhadap pencapaian tujuan dan cita-cita yang diharapkan.

Syariat Islam sendiri telah memberikan petunjuk yang mendalam tentang bagaimana seharusnya memilih seorang pemimpin. Dalam hal salat berjamaah, Rasulullah SAW memberikan kriteria yang jelas untuk pemimpin salat. Berikut ini adalah hadis yang menjelaskan hal tersebut:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَائَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَ فِي رِوَايَةٍ: سِنًّا، وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. [رواه مسلم]


Dari Ibnu Mas'ud RA, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Yang mengimami suatu kaum, hendaklah yang paling baik dalam membaca kitab Allah (Al-Quran). Jika di antara mereka sama dalam hal bacaan, maka hendaklah yang paling tahu tentang Sunah. Jika dalam hal Sunah mereka sama, maka pilihlah yang paling dahulu berhijrah. Jika mereka sama dalam hal hijrah, pilihlah yang paling dahulu memeluk Islam. Dalam riwayat lain disebutkan, pilih yang paling tua usianya. Janganlah seorang menjadi imam salat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali dengan izinnya." (HR. Muslim)

Dari hadis di atas, kita dapat memahami bahwa memilih imam salat bukanlah hal yang sembarangan. Setelah iqamat dikumandangkan, tidak semua jamaah bisa maju menjadi imam, meskipun dia adalah orang yang mewakafkan tanah untuk masjid. Tidak semua profesor atau orang berpendidikan tinggi bisa menjadi imam jika mereka tidak fasih membaca Al-Quran dan kurang ilmu agama. Inti dari hadis ini adalah bahwa pemimpin, seperti imam, adalah orang terbaik di antara jamaah yang ada.

Begitu pula dalam memilih pemimpin negara, seperti presiden, gubernur, atau wali kota. Kita harus berhati-hati dan tidak tertipu dengan penampilan atau citra politik yang hanya "menonjolkan" kandidat dengan cara yang tidak substansial. Jangan seperti monyet yang didandani dengan jas lengkap, sepatu mahal, dan aksesoris lainnya. Monyet tetaplah monyet! Jika ada yang mengatakan bahwa monyet akan tampak lebih ganteng setelah didandani, mereka jelas perlu diperiksa ke rumah sakit jiwa dan jangan dipaksakan pulang sebelum sembuh total!

Imam bukanlah tuhan. Ia manusia biasa yang tentu berpotensi melakukan kesalahan atau lupa. Tentang imam yang lupa atau salah, makmum wajib menegur dengan cara yang tepat. Jika salah bacaan atau gerakan, atau juga jumlah rakaat, makmum diwajibkan untuk “tanbih”, makmum pria dengan mengucapkan subhanallah dengan niat zikir. Adapun makmum wanita dipersilakan dengan “tashfiq” yaitu dengan cara menepuk telapak tangan kiri bagian luar dengan telapak tangan kanan bagian dalam.

Begitu pun dalam kehidupan sehari-hari, pemimpin harus siap dikritik dan diingatkan jika melakukan kesalahan.

Namun jika imam batal, tanbih dan tasfiq sudah tidak bisa. Suka tidak suka dia harus mundur agar salah satu jamaahnya bisa menggantikannya menjadi imam.


Dengan begitu, pemimpin harus jujur dan berintegritas. Jika ternyata ia tidak mampu atau terlibat dalam kasus kriminal, ia harus mundur. Imam salat yang batal harus mundur dari salatnya, meskipun makmum tidak tahu bahwa sang imam telah batal. Jika imam kentut saat salat, ia harus mundur untuk memberi kesempatan bagi makmum lainnya untuk menggantikan posisi imam dan melanjutkan salat. Begitu juga dengan pemimpin, ia harus mundur jika ada cacat dalam kepemimpinannya, apalagi jika hal tersebut diketahui publik!

Imam yang jelas-jelas telah batal, seperti kentut yang terdengar dan baunya tercium, dia harus mundur. Jika ia tetap memaksakan diri untuk melanjutkan salat, maka jamaah harus mufaraqah (berpisah) dan mencari imam yang sah untuk melanjutkan salat.

Jika makmum masih saja mengikuti imam, bahkan berupaya menutupi batalnya imam, maka salat makmum menjadi batal.

Dan tentunya, makmum juga harus baik. Jika imam tidak batal, jangan dituduh batal. Jangan memprovokasi jamaah dan menjatuhkan kehormatan imam. Jangan melakukan manuver menjijikkan dengan membunuh karakter sang imam dan memaksa jamaah agar salat menjadi batal atau bubar!

Semua orang bisa menjadi makmum, namun tidak untuk imam. Jangan pernah memaksakan diri untuk menjadi imam jika memang merasa belum layak.

Wallahu A'lam.

Foto : Freepik

Bagikan Konten Melalui :