Morals Underattack
Krisis moral, akhlakul karimah dan etika yang kini menjangkit mereka tidak terlepas dari lemahnya pendidikan karakter, khususnya di bidang keagamaan.

Anak-anak kecil itu sejenak menatapku. Mereka cengengesan. Ada yang khusyuk merapikan jilbab lusuhnya. Ada yang asik merapikan kopiahnya yang tak kunjung lurus. Ada yang menggaruk kepalanya. Menggali emas di hidungnya. Ada pula yang serius melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tak tahu apakah yang ia lihat sama persis dengan apa yang ia bayangkan dalam benaknya.
Perkenalkan, mereka adalah anak-anakku. Meskipun sebenarnya aku adalah guru mereka, aku tidak akan pernah menganggap mereka sebagai muridku. Toh, kalian juga beranggapan kalau guru adalah orang tua mereka selama di sekolah bukan ?
Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat sosial media kembali dihebohkan dengan sejumlah berita yang memuat tentang kekerasan seksual dan pemerkosaan terhadap anak-anak. Dan kali ini, seorang gadis belia asal Bengkulu menjadi korban kebinatangan sekelompok remaja yang tengah dimabuk arak. Hasil visum menunjukan bahwa gadis itu tetap disantap dan dinikmati oleh mereka walau nyawa tak lagi di kandung badan.
Bisa dikatakan, untuk kasus yang serupa, dimana kasus seperti ini terus berulang dan mengalami peningkatan, pemerintah dianggap layaknya petugas pemadam kebakaran. Yang hanya bergerak saat alarm tanda kebakaran membuat keributan, lantas baru bergegas menuju lokasi kebakaran untuk meredam jilatan api.
Melalui peristiwa tragis ini, seharusnya sudah cukup bagi kita untuk terbangun dari tidur yang panjang. Melepas jeratan mimpi dan melihat lebih jauh ke depan. Kawan lihatlah, negeri ini hampir punah. Generasi-generasi muda yang kita harapkan mampu meneruskan cita perjuangan para pendahulu sedang terpuruk.
Krisis moral, akhlakul karimah dan etika yang kini menjangkit mereka tidak terlepas dari lemahnya pendidikan karakter yang didapat, khususnya di bidang keagamaan. Generasi muda lebih banyak bersentuhan dengan dunia teknologi yang belum mereka pahami dengan baik sepenuhnya ketimbang bimbingan langsung yang mereka terima dari para orang tua dan guru.
Membangun mentalitas atau karakter, moral, akhlak dan etika memang bukan perkara mudah. Tetapi jika para orang tua dan guru saling bekerja sama untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan secara intensif kepada anak-anak mereka sejak usia dini, merupakan langkah paling mendasar dan penting untuk membentuk pribadi bangsa yang bersahaja. Layaknya mengukir di atas batu, sulit membuatnya, sulit juga untuk dihilangkan.
Selama di rumah, orang tua perlu adanya untuk terus membangun komunikasi yang baik dengan sang anak. Memberikan perhatian serta kasih sayang yang cukup guna mendapatkan hatinya. Agar nantinya orang tua bisa dengan mudah berteman dengan anak-anak mereka.
Hal yang sama sebaiknya juga dilakukan oleh para guru kepada murid-muridnya. Selain juga saling berkoordinasi dengan para orang tua. Karena bagaimanapun, guru berperan sebagai orang tua bagi sang anak selama di sekolah. Walau tidak menutup kemungkinan peran orang tua bagi sang guru juga ia terapkan di luar lingkungan sekolah demi proses pembentukan akhlak anak yang lebih baik.
Lihatlah bagaimana al Quran menceritakan kisah keluarga Imran dan Lukman. Keluarga Imran bukanlah keluarga seorang Nabi, tapi namanya diabadikan di dalam kitab paling suci sebagai keluarga yang berhasil membina pola pendidikan anak yang baik bahkan sejak anak mereka belum dilahirkan. Begitu juga dengan Lukman. Seorang ayah yang penuh kebijaksanaan dan kearifan yang mendidik anak-anaknya untuk senantiasa mendekatkan diri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Kini gadis malang itu sudah terbujur kaku, kembali menyatu dengan asal mula ia tercipta. Menyisakan rasa bersalah, perih dan doa di hati semesta yang mengiringi.
Setitik air mataku terjatuh saat mengenang tragedi itu. Secepat mungkin ku hapus.
Semoga setelah ini, para orang tua, guru dan pemerintah saling bekerja sama untuk menjadikan kasus ini sebagai yang terakhir. Tidak ada lagi anak yang harus kehilangan kebahagiaan dan masa depannya. Tidak ada lagi orang tua yang perlu menitikan air mata atas nama penyesalan. Semoga kepergianmu menjadi momentum kekuatan bagi kami untuk lebih berdaya maksimal melindungi, menjaga, dan mendidik anak-anak Indonesia. (M. Azzam Algifhary)