-->

Menjejakkan Kaki di Negeri Naga Kecil Asia

Da'i Ambassador Oleh: Ustadz Rochmad (Dai Ambassador Dompet Dhuafa, 2018 - Taiwan) Jumat, 18 Mei 2018 pukul 21.00 waktu setempat saya tiba di Bandara Internasional Taiwan dan langsung disambut oleh beberapa mahasiswa NCU (National Central University) yang berada di Taoyuan County dengan senyuman dan tatapan yang penuh makna. Seakan mereka berpesan bahwa mereka rindu Indonesia namun tengah berjuang meraih mimpi dengan segala resiko yang ada di negara orang lain. Esoknya dilanjutkan salat subuh berjamaah dan tausiyah keagamaan sekaligus perkenalan bersama para mahasiswa. Walaupun pertemuan di NCU cukup singkat tetapi pertemuan tersebut terasa hangat dan para mahasiswa nampak mendapat ‘bingkisan’ salam dari negara tercintanya, Indonesia. Setelah Dzuhur melanjutkan silaturahim ditemani oleh Ketua Forum Mahasiswa Muslim Indonesia (FORMIT) ke Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taiwan sekaligus buka bersama. Setelah salat tarawih berjamaah saya langsung menuju ke pelabuhan Lamongo, Yilan pesisir Taiwan sebelah Timur ditemani oleh kepala bagian ketenagakerjaan KDEI. Perjalanan yang cukup jauh menuju Yilan tidak melunturkan semangat dakwah saya di Taiwan, terlebih ketika sampai di Masjid pelabuhan, para nelayan Indonesia menyambut kami dengan aneka macam hidangan. Namun, lagi-lagi tatapan mereka seakan berbicara bahwa mereka memerlukan kawan baru untuk sekedar berbagi liku-liku perjuangan mengais rezeki yang halal di negeri orang. Di sinilah awal mula dakwah yang sesungguhnya dimulai. Dan benar, tidak lama setelah perkenalan mereka pun langsung meceritakan semua masalah yang mulai menggunung dalam diri mereka. Cerita demi cerita pun kami dengar dengan seksama dari beberapa nelayan yang memang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal para kapten Taiwan. Permasalahan mereka sangat beragam, mulai dari tindak kekerasan dari para kapten Taiwan kepada mereka, gaji yang tidak dibayarkan, fasilitas yang tidak dipenuhi dan lain sebagainya. Pihak KDEI pun telah melakukan berbagai macam upaya, namun permasalahan tersebut selalu terulang setiap tahunnya. Untuk itu dakwah saya di daerah tersebut harus menggunakan pendekatan yang berbeda. Saya pun mulai mengamati aktifitas mereka, mulai dari membaca Al-Qur’an, merokok, musik, bermain catur, bersepada, sepak bola, bela diri dan lain sebagainya. Dari sini terbesitlah kenangan masa lalu saya di pesantren ketika diajarkan untuk menguasai banyak hal meskipun sedikit, dan untungnya saya aktif dalam semua kegiatan yang ada. Spontan, jiwa kami pun bertemu, merasa tidak ada yang berbeda di antara kami, dan yang paling inti dalam berdakwah adalah do what they do dan jangan mudah menyalahkan mereka. Karena hari mulai malam saya pun langsung diantarkan ke kamar yang telah disiapkan, dan betapa takjubnya saya, ketika memasuki lorong ruangan mereka, tidak ada sampah yang berceceran, pakaian tertara rapi, ruangan bersih, termasuk dapur dan kamar mandi. Penilaian kebanyakan orang tentang pelaut yang identik dengan hal negatif tidak sepenuhnya benar. Para ABK yang 95% berasal dari Jawa Tengah bagian pantura dan pesisir, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan dan Batang, kemudian sisanya berasal dari Jawa Timur, Madura dan Bali mampu bersinergi dengan baik dalam sebuah wadah organisasi yang kuat yaitu, FKPIT (forum Komunikasi Pelaut Indonesia Taiwan). Organisasi yang selalu dibina oleh KDEI tersebut memiliki aturan-aturan yang kuat dalam mengontrol keseharian para anggotanya baik dalam ranah pribadi maupun kelompok. Dan yang membuat saya mulai menitikkan air mata bahwa mereka sangat rajin dan disiplin dalam beribadah, seperti membaca Al-Qur’an, salat berjamaah dan berpuasa. Di setiap ruangan terdapat doa-doa sehari-hari yang ditulis dengan rapi lengkap dengan maknanya, tulisan kaligrafi yang menghiasai masjid atau musholla dan beberapa aturan kedisiplinan. Subhanallah, ma kholaqta hadza batila.

Bagikan Konten Melalui :