Ikut Rasulullah atau Ikut Ulama?

???? ??????????? ???????????? ???? ????????? ????? ?????????? – ??? ???? ???? ???? – ????? ????????? ?????? ??????????? ????? ???????? ???? ??????????? ??????? ????? ?????? ???????????????
Artinya : “Dari Ibrahim At-Taymi dari Aisyah RA bahwa sesungguhnya Nabi SAW pernah mencium sebagian dari istri-istri beliau kemudian beliau salat tanpa berwudu” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i). Hadis lainnya, masih riwayat Aisyah RA :???? ????????? ??????? ???????? ???????? ??????? ?????? ??????? ???????? ????????? ???????? ???? ?????????? ??????????????? ?????????? ?????? ????? ?????? ?????????? ?????? ??? ???????????
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anhuma, dia berkata, “Suatu malam aku kehilangan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari tempat tidur, kemudian aku mencarinya, lalu tanganku mengenai kedua telapak kaki beliau sebelah dalam ketika beliau sedang di tempat sujud”.(HR. Muslim dan Tirmidzi) Dari kedua hadis di atas, tentu dapat dipahami bahwa bersentuhan kulit antara Rasulullah SAW dengan Aisyah RA tentu tidak dalam keadaan syahwat. Dengan demikian, menurut mazhab ini , makna “menyentuh perempuan” dalam surat An-Nisa ayat 43 diartikan dengan “menyentuh kulit perempuan dengan syahwat”. Dengan begitu, bersentuhan kulit antara istri atau suami apabila disertai dengan syahwat adalah membatalkan wudu. Tapi apabila bersentuhan kulit tidak disertai dengan syahwat maka tidak membatalkan wudu. Namun, Mazhab Malik dan Hambali agak sedikit berbeda menghukumi persentuhan kulit laki-laki dan perempuan sebagai berikut :- Mazhab Maliki tidak membatasi apakah yang disentuh itu perempuan, laki-laki, anak kecil yang belum balig, menyentuhnya dengan penghalang atau tidak. Patokannya adalah menyentuhnya dengan diiringi syahwat.
- Mazhab Hambali mensyaratkan bahwa yang disentuhnya itu adalah khusus perempuan (laki-laki tidak ternasuk) dan tidak menggunakan penghalang. Apabila seorang laki-laki bersentuhan kulit dengan perempuan dan disertai syahwat dan tanpa penghalang, maka batal wudunya walau pun kulit perempuan yang disentuhnya itu adalah jenazah.
- Batal apabila menyentuh yang bukan mahram. Yang dimaksud mahram di sini adalah mahram yang disebabkan karena keturunan (anak dengan orang tua, kakak dengan adik dll), atau karena persusuan, atau karena hubungan pernikahan (menantu dengan mertua). Adapun pesentuhan suami dan istri adalah batal.
- Menyentuh lawan jenis yang bukan mahram tidak membatalkan apabila ia adalah anak kecil yang belum balig dan secara adat tidak menimbulkan syahwat.
- Maksud “menyentuh perempuan” dalam surat An Nisa ayat 43 adalah menyentuh kulit, bukan jima’. Mazhab ini mengartikan kata tersebut secara tekstual, bukan kontekstual atau majas.
- Adapun hadis Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW mencium sebagian istrinya kemudian salat tanpa wudu lagi adalah hadis lemah dan mursal sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
- Ada pun hadis Aisyah RA bahwa kedua telapak kaki Rasulullah SAW perah tersentuh tangan Aisyah RA ketiau beliau SAW sujud, diduga bahwa persentuhan tersebut disertai penghalang sehingga tidak langsung terkena kulit antara keduanya. Penghalang itu bisa saja kain atau selimut Aisyah RA.
- Para ulama adalah pewaris nabi. Yang namanya pewaris, tentu mengikuti yang mewarisi, yaitu Rasulullah. Lihatlah bagaimana para ulama sangat hati-hati dalam menentukan suatu hukum. Mereka sudah pasti berdalil dan sudah pasti mengikuti Rasulullah. Jadi, jika ada pertanyaan seperti ini misalnya, “Mau ikut Rasulullah apa mau ikut Ulama?” maka pertanyaan tersebut adalah pertanyaan sangat bodoh. Pertanyaan atau statement semacam ini sangat berpotensi memecah belah umat dan sangat memaksakan agar orang yang ditanya menjadi ragu terhadap guru yang mengajarkannya atau ulama yang mengajarkannya.
- Merasa benar dengan amalan yang dilakukan memang harus. Tapi merasa paling benar dan orang lain salah itu jelas kesombongan. Perbedaan penafsiran terhadap suatu teks ayat atau hadis itu suatu keniscayaan. Suatu kelompok tidak boleh memonopoli penafsiran dan menganggap bahwa penafsiran atau pemahaman teks tersebut adalah pemahaman Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya, kelompok lain dituduh tidak memahami dalil dan tidak ikut dalil, tidak ikut Rasulullah.
- Amalan seperti Yasinan, maulidan, Tahlilan, Qunut Subuh dan lain-lain seperti yang sudah umum dilakukan oleh mayoritas umat Islam Indonesia tentu bukan karangan. Amalan tersebut sudah dilakukan oleh ulama-ulama sejak dulu. Di antara mereka banyak yang ahli Ushul Fikih, ahli Fikih, ahli Tafsir, ahli Hadis dan ahli-ahli lainnya. Tidak mungkin mereka “Los Dalil” dan bertentangan dengan Rasulullah.
- Anda tidak perlu risau, teruskan saja amalan –amalan yang diajarkan oleh ulama-ulama Anda. Anda harus ekstra sabar meladeni teman Anda tersebut. Hindari perdebatan dan tetap jaga silaturahim dengannya.