Dungu Syariah

Semagat beragama tentu bagus, namun yang menjadi buruk adalah merasa diri sendiri paling sunah. Simak artikel berikut agar kita terhindar dari merasa diri paling sunah!

Da'i Ambassador

Suatu ketika, di salah satu pesantren tengah mengadakan perhelatan Haflah Khatam Al-Qur’an Dan Akhirusanah. Haflah diadakan untuk penobatan gelar Al-Hafizh kepada para santri yang telah menyelesaikan  hafalan Al-Qur’an 30 juz dan lulus uji. Selain itu ada juga penampilan keterampilan para santri. Kegiatan tersebut biasa dilakukan di akhir semester genap untuk syukuran kenaikan jenjang atau pelepasan santri yang telah menyelesaikan pendidikan di pesantren tersebut.

Perhelatan tahunan tersebut tentunya dihadiri oleh seluruh asatidz dan pimpinan tertinggi pesantren. Seluruh orang tua santri juga hadir, terutama orang tua santri yang akan dinobatkan tersebut. Dan yang lebih istimewa lagi, acara tersebut juga dihadiri oleh beberapa ulama besar dari berbagai daerah.

Seperti biasanya, acara diseting selesai menjelang zuhur. Namun acara molor hingga 30 menit setelah azan Zuhur. Di saat azan Zuhur berkumandang, acara dihentikan sementara. Setelah azan selesai dan hampir seluruh hadirin berdoa, acara terus dilanjutkan hingga selesai. 

Namun, ada seorang wali murid yang gelisah karena acara tetap dilanjutkan setelah azan selesai. Bukan hanya gelisah, ia terlihat “ngedumel” dan berkata agak sinis kepada wali murid di sekitarnya. “Ini pesantren gimana sih, sudah tau azan malah nerusin acara! Salat dulu kan bisa nanti baru lanjutin! Pesantren justru harus nyontohin yang baik, jangan malah nyontohin yang jelek kaya gini. Panggilan Allah kok dientar-entar? Mana yang lebih penting? Acara ini apa salat? Itu lagi, Kiai dan ulama-ulama yang hadir kok gak ada yang bangkit dari kursi terus ke masjid? Ilmu banyak tapi pengamalan kaya gini? Apa mereka gak tau kalo salat harus dikerjakan tepat waktu? Ulama macam apa mereka ini? Ayo pak, bu, kita salat aja duluan, ngapain ikut acara yang gak mau duluin panggilan Allah!” 

Terlihat jelas raut kesal di wajahnya saat meninggalkan acara itu untuk menunaikan salat di masjid pesantren. Dan yang membuatnya lebih kesal lagi, sesampainya di masjid, hanya ada beberapa santri yang hadir untuk salat jamaah.

Jika kita amati sepintas, wali santri yang “ngedumel” itu benar. Dia memiliki semangat pengamalan agama yang cukup tinggi. Selain itu, ia sangat kecewa dengan para asatidz dan kiai pimpinan pondok juga kepada para ulama yang hadir. Dalam hatinya, mungkin saja ia menilai bahwa para ulama itu tidak mengerti. 

Mungkin saja “Pak Ngedumel bin Pintar” ini mengartikan bahwa salat itu harus tepat waktu dan tidak boleh ditunda kecuali alasan darurat. Alasan ini tidak selalu benar. Yang benar adalah menunda salat karena malas atau lalai karena sibuk dengan senda gurau atau urusan dunia yang lebih diunggulkan. Berbeda jika salat ditunda beberapa saat karena ada hajat atau keperluan. Rasulullah sendiri menjelaskan waktu salat kepada salah seorang sahabat yang bertanya. Jawaban Rasulullah dilakukan dengan praktek yang kemudian beliau berkomentar singkat. Berikut Hadisnya:


 عَنْ أَبِي بَكْرٍابْنِ أَبِى مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَتَاهُ سَائِلٌ يَسْأَلُهُ عَنْ مَوَاقِيتِ الصَّلَاةِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ شَيْئًا قَالَ فَأَقَامَ الْفَجْرَ حِينَ انْشَقَّ الْفَجْرُ وَالنَّاسُ لَا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالظُّهْرِ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ وَالْقَائِلُ يَقُولُ قَدْ انْتَصَفَ النَّهَارُ وَهُوَ كَانَ أَعْلَمَ مِنْهُمْ ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْعَصْرِ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْمَغْرِبِ حِينَ وَقَعَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ ثُمَّ أَخَّرَ الْفَجْرَ مِنْ الْغَدِ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا وَالْقَائِلُ يَقُولُ قَدْ طَلَعَتْ الشَّمْسُ أَوْ كَادَتْ ثُمَّ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى كَانَ قَرِيبًا مِنْ وَقْتِ الْعَصْرِ بِالْأَمْسِ ثُمَّ أَخَّرَ الْعَصْرَ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا وَالْقَائِلُ يَقُولُ قَدْ احْمَرَّتْ الشَّمْسُ ثُمَّ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى كَانَ عِنْدَ سُقُوطِ الشَّفَقِ ثُمَّ أَخَّرَ الْعِشَاءَ حَتَّى كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ ثُمَّ أَصْبَحَ فَدَعَا السَّائِلَ فَقَالَ الْوَقْتُ بَيْنَ هَذَيْنِ. (رواه مسلم).

Dari Abu Bakr bin Abu Musa dari Ayahnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa seseorang datang menemui beliau dan bertanya tentang waktu-waktu salat, namun beliau tidak menjawabnya sama sekali. Kata ayah Abu musa; "Kemudian beliau mendirikan salat fajar ketika fajar baru merekah dan antara sahabat satu dengan yang lain belum bisa mengenal, kemudian beliau memerintahkan (untuk mendirikan salat subuh), setelah itu beliau mendirikan salat zuhur ketika matahari condong, lantas penanya berkata; "Siang telah berlalu separuhnya.!" seolah-olah dirinya orang yang paling pandai diantara mereka, kemudian beliau memerintahkan lalu beliau mendirikan salat asar ketika matahari masih tinggi, kemudian beliau memerintahkan supaya mendirikan salat magrib ketika matahari tenggelam, setelah itu beliau memerintahkan supaya beliau mendirikan salat isya, yaitu ketika mega merah telah hilang, keesokan harinya beliau mengakhirkan salat fajar, seusai salat (fajar) laki-laki itu berkata; 'Matahari telah terbit atau nyaris terbit.!" Setelah itu beliau mengakhirkan salat zuhur hingga mendekati waktu asar seperti waktu kemaren, kemudian beliau mengakhirkan salat asar, setelah selesai salat penanya berkata; "Matahari telah memerah.!" kemudian beliau mengakhirkan salat magrib hingga syafaq (mega merah) menghilang, setelah itu beliau mengakhirkan salat isya hingga sepertiga malam pertama berlalu, di pagi hari beliau memanggil si penanya, lalu beliau bersabda: 'Waktu-waktu salat ada diantara dua waktu ini." (HR. Muslim).

Hadis di atas tentu memberikan pemahaman kepada kita bahwa adakalanya salat tidak dikerjakan di awal waktu.  Bagi orang yang memiliki alasan penundaan yang dibenarkan, baik karena darurat atau tidak darurat karena hajat tertentu diperkenankan mengerjakan salat selama waktunya masih ada. 

Jika kita membuka kitab-kitab fikih, terutama kitab klasik, bahasan waktu salat tentu ada. Secara garis besar, waktu salat terbagi tiga:

  1. Waktu afdal, yaitu di awal waktu sebagaimana yang dilakukan oleh Pak ngedumel Bin Pintar dalam tulisan ini.
  2. Waktu ikhtiar, yaitu memilih waktu salat ketika tidak bisa mengerjakan di waktu afdal dan tidak dikerjakan di akhir waktu. Contohnya adalah yang dilakukan oleh para kiai dan seluruh hadirin dalam tulisan ini. Mereka bukan tidak mengerti waktu afdal, namun mereka mengambil waktu ikhtiar karena ada acara tahunan dan tidak setiap hari.
  3. Waktu jawaz, yaitu ketika salat dikerjakan di akhir waktu yang hampir habis. Hal ini diperkenankan dalam keadaan darurat.

Ada hadis yang juga sangat menarik untuk disimak oleh Pak Ngedumel Bin Pintar ini, seperti:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَدْرَكَ مِنْ الْعَصْرِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ وَمَنْ أَدْرَكَ مِنْ الْفَجْرِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ. (رواه مسلم)ز 

Dan telah menceritakan kepada kami Hasan bin Rabi' telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Mubarak dari Ma'mar dari Ibnu Thawus dari Ayahnya dari Ibn Abbas dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mendapatkan satu rakaat salat asar sebelum matahari terbenam, berarti ia telah dapatkan salat asar, dan barangsiapa mendapatkan satu rakaat salat subuh sebelum matahari terbit, berarti ia telah dapatkan salat subuh. (HR. Muslim).

Jika salat hanya wajib dikerjakan di awal waktu dan hanya boleh ditunda jika darurat, maka sungguh menyulitkan kita. Oleh karena itu, syariah Islam sungguh tidak memberatkan namun tidak untuk diremehkan.

Yang disesalkan oleh kita adalah sikap Pak Ngedumel Bin Pintar yang merasa paling sunah dan berilmu. Dan saking jengkelnya, dia menilai para ulama tidak bisa mencontohkan yang baik. Sikap ini tentu menggambarkan kebodohannya. Jika saja Rocky Gerung masuk Islam, boleh jadi ia menyebut Pak Ngedumel Bin Pintar ini dengan “Dungu Syariah.”

Wallahu A’lam.

Foto : Freepik

Bagikan Konten Melalui :