Allah Menyelamatkan Orang Beriman

Apakah orang beriman pasti ditolong Allah? Pasti! Silakan simak artikel berikut agar tidak ada sedikitpun rasa putus asa ketika ditimpa percobaan berat!

Da'i Ambassador

Iman merupakan nikmat besar yang harus dicari, diusahakan dan dijaga sampai hembusan nafas kita berakhir. Iman merupakan salah satu syarat masuk surga. Dengan iman, hidup kita menjadi lebih bersih dan tertata.

Dengan iman, seseorang akan menjaga dirinya dari memperoleh harta-harta haram. Dengan iman pula, orang akan menjaga dirinya dari kemusyrikan dan perilaku haram, serta menjaga adab dan moral. 

Iman yang dimiliki seseorang tidak bisa dijamin stabil setiap waktu. Iman yang stabil hanya dimiliki oleh para malaikat dan para nabi dan rasul. Dengan demikian, iman kita ini harus diusahakan terus naik atau minimal stabil dan jangan berkurang. Banyak dalil baik dari Al-Qur’an dan hadis yang menunjukkan hal ini, sehingga para ulama Ahli Sunah Wal Jamaah menyimpulkan demikian. Salah satu ulama yang mewakilinya Adalah Al-Allamah Abu Amr Ad-Dani, sebagai berikut:

 الإيمانُ يزيدُ بالطَّاعةِ، ويَنقُصُ بالمعصيةِ، ويَقْوى بالعِلمِ، ويَضعُفُ بالجَهلِ، ويَخرُجُ بالكُفرِ.[1]

“Iman bisa bertambah dengan ketaatan, berkurang karena bermaksiat, menjadi kuat dengan ilmu, menjadi lemah dengan kebodohan dan bisa hilang (keluar) dengan kekufuran.”

Salah satu keistimewaan orang beriman adalah selalu ditolong oleh Allah. Sudah banyak kisah yang sampai kepada kita mengenai hal ini. Salah satu kisah yang sangat menyentuh adalah pertolongan Allah kepada Nabi Yunus AS dikeluarkan dari perut ikan raksasa. 

Tulisan yang kita baca kali ini tidak perlu lagi menceritakan kisah Nabi Yunus ini dari awal. Yang ingin digaris bawahi dalam kisah ini adalah cara Allah menolong Nabi Yunus keluar dari perut ikan. Firman Allah SWT:

وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَٰضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿٨٧﴾ فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَنَجَّيْنَٰهُ مِنَ ٱلْغَمِّ وَكَذَٰلِكَ نُۨجِى ٱلْمُؤْمِنِينَ ﴿٨٨﴾ 

"Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, "Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (Q,S. Al-Anbiya: 87-88).

Kita tentu dapat membayangkan betapa menderitanya Nabi Yunus di dalam perut ikan. Jangankan di dalam perut ikan, ketika AC ruangan mati sebentar saja kita sudah mengeluh panas! Lalu bagaimana dengan nabi Yunus yang berada di dalam perut ikan itu selama 40 hari seperti yang disampaikan Al-Imam Al-Qusyairi, sebagai berikut:

وأوحى الله إلى السمك: لا تَخْدِشْ منه لَحْماً ولا تَكْسِرْ منه عَظْماً، فهو وديعةٌ عندك وليس بِطُعْمَةٍ لك. فَبَقِي في بطنه - كما في القصة - أربعين يوماً.[2]

“Allah mewahyukan (memberi perintah, pent) kepada ikan itu agar tidak merobek daging Nabi Yunus dan tidak mematahkan tulangnya karena dia merupakan titipan (amanah) dan bukanlah makanan untukmu. Maka dia (Nabi Yunus AS) berada di dalam perut ikan itu selama 40 hari sebagaimana yang ada dalam kisah.”

 Di dalam kepayahan yang sangat itulah Nabi Yunus As bertasbih dan berdoa: 


لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ.

“Tiada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.”

Dengan bertasbih inilah, Nabi Yunus diselamatkan oleh Allah SWT. Seandainya beliau tidak bertasbih, tentu Nabi Yunus sampai saat ini bahkan sampai hari kiamat akan tetap berada di dalam perut ikan, sebagaimana firman Allah SWT:

فَلَوْلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلْمُسَبِّحِينَ ﴿١٤٣﴾ لَلَبِثَ فِى بَطْنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ ﴿١٤٤﴾ 

“Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak bertasbih niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai hari kebangkitan.” (Q.S. As-Shaffat: 143-144).

Mengenai tasbih Nabi Yunus ini, ada hadis sahih dari Rasulullah yang menyatakan tentang keistimewaannya, yaitu:

 عَنْ سَعْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْوَةُ ذِي النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنْ الظَّالِمِينَ فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ.

"Dari Sa'd ia berkata; Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam bersabda: "Doa Dzun Nuun (Nabi Yunus) ketika ia berdoa dalam perut ikan paus adalah; LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya). Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam suatu masalah melainkan Allah kabulkan baginya."

Dari penjelasan ayat, hadis dan tafsir di atas, maka dapat dipahami bahwa ketika kita dalam keadaan yang sangat sulit, bahkan di luar batas kemampuan kita sebagai manusia, maka berdoalah dengan doa Nabi Yunus AS.

Dan ingatlah, bahwa setiap orang yang beriman pasti ditolong oleh Allah jika ia meminta pertolongan. Coba perhatikan sekali lagi ujung ayat 88 Q.S. Al-Anbiya:

وَكَذَٰلِكَ نُۨجِى ٱلْمُؤْمِنِينَ.

 “Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.”

 Mengenai ayat ini, penyusun kitab Fath Ar-Rahman Fi Tafsir Al-Qur’an berkomentar:

(وَكَذَٰلِكَ نُۨجِى ٱلْمُؤْمِنِينَ ) من كل كرب اذا استغاثوا بنا.[3]

 “Maksud dari (Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman) adalah jika mereka memohon pertolongan kepada kami.”

Melalui tadabur ayat ini, maka tidak ada alasan lagi bagi orang-orang beriman berputus asa. Seberat apa pun persoalan yang sedang dihadapi, pasti ada pertolongan Allah jika berdoa dengan sungguh-sungguh terutama berdoa dengan tasbih Nabi Yunus ini.

 Wallahu A’lam.

Foto : Freepik

 _________


[1] Abu Amr Ad-Dani Utsman Ibn Said Al-Qurhubi, Ar-Risalah Al-Wafiyah, Dar Al-Bashirah Republik Arab Mesir, 1426 H/2005, Hal. 51.

[2] Al-Qusyairi, Abdul karim Ibn Hauzan An-Naisaburi As-Syafi’I, Lathaif Al-Isyarat, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, Cetakan Kedua 1428 H/2007 M, Juz 2, Hal. 304.

[3] Mujiruddin Ibn  Muhammad Al-Ulaimi Al-Maqdisi Al-Hanbali, Fath Ar-Rahman Fi Tafsir Al-Qur’an, Kementrian Waqad Dan Urusan Keagamaan Suriah, Beirut, Cetakan Pertama 1430 H.2009 M, Juz 4, Hal. 385.

Bagikan Konten Melalui :