Pada dasarnya, saling memberi dan berbalas hadiah merupakan tanda penghormatan atau kasih sayang. Murid memberi hadiah kepada guru atau sebaliknya, orang tua memberi hadiah kepada anaknya atau sebaliknya dan juga banyak contoh lainnya. Hukumnya sunnah jika memang tujuan memberi dan berbalas hadiah adalah murni seperti itu. Rasulullah SAW sendiri yang menganjurkan hal demikian dalam salah satu hadis berikut:
Bahkan ada anjuran juga dari Rasulullah agar saling berbalas hadiah dengan tetangga:
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Hendaknya kalian saling memberikan hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan sifat benci dalam dada, dan janganlah seseorang meremehkan pemberian tetangganya walaupun hanya secuil kaki kambing.” (HR. Tirmidzi).
Tapi, lain ceritanya jika motif dari pemberian hadiah adalah untuk mengambil hati si pemberi hadiah agar melakukan hal-hal tertentu yang dilarang syariat Islam. Misalnya hadiah dari keluarga terdakwa kepada jaksa agar ringan dalam memberikan tuntutan atau hadiah kepada hakim agar memberikan vonis ringan. Jika ini yang terjadi, maka namanya bukan lagi hadiah, tapi sogokan atau suap!
Satu hal lagi yang mesti dicermati oleh si pemberi hadiah untuk kehati-hatian dan memastikan bahwa hadiah yang diberikan adalah bersumber dari harta yang halal. Perhatikan ilustrasi berikut ini!
Pak Abdullah adalah petani miskin yang hidup di daerah terpencil. Ia mempunyai anak tunggal yang baru tiga tahun menjadi PNS di salah satu kementerian.
Suatu ketika sang anak menelpon sang ayah dan memberikan kabar gembira bahwa dia akan memberikan rumah untuk Pak Abdullah seharga 2 (dua) milyar. Alih-alih gembira mendengar kabar tersebut, justru sang Ayah marah besar kepada sang anak dan berkata: ”Kamu mau berikan bapakmu hadiah rumah seharga 2 M? uang dari mana? Baru tiga tahun jadi staf saja kok sudah mau belikan bapakmu rumah? Bapak ora percoyo! Gajimu piro, Le? Jangan khianati negerimu!
Begitulah sosok Pak Abdullah yang bukan Ustaz itu. Menurutnya, sang anak tidak mungkin punya uang secepat dan sebanyak itu. Di zaman ini, masih adakah Pak Abdullah yang lain?
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa
[1] Hadis tersebut terdapat di dalam Kitab Al-Adab Al-Mufrad karya Imam Bukhari, juga oleh Abu Ya’la dan Al-Baihaqi.