“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim : 7)
Kemerdekaan merupakan salah satu karunia besar dari Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya. Ia merupakan nikmat urutan kedua sesudah nikmat kehidupan. Namun ia tetap berada pada satu urutan di bawah nikmat termahal, yakni nikmat keimanan. Sebagaimana nikmat-nikmat lainnya Allah SWT memerintahkan kita untuk mensyukurinya. Sebab mensyukuri nikmat akan menghasilkan pelipat gandaan nikmat itu sendiri. Sedangkan kufur nikmat akan menyebabkan nikmat itu berubah menjadi sumber bencana bahkan azab.
Sebagian ‘ulama mendefinisikan syukur nikmat dengan “memanfaatkan nikmat di jalan ketaatan sehingga nikmat tersebut bertambah.”
Apabila kita sebagai suatu bangsa pandai memanfaatkan nikmat kemerdekaan dengan menjalani kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara penuh dengan berbagai aktivitas ubudiyah serta uluhiyah berupa ketaatan kepada Allah SWT, niscaya nikmat tersebut akan Allah SWT tambah kepada kita semua. Namun sebaliknya bilamana kemerdekaan itu kita sikapi dengan menjalani kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara jauh dari tuntunan ilahi, maka sudah sewajarnya nikmat kemerdekaan malah terasa menjadikan datangnya murka Allah kepada kita.
Adalah suatu ironi bila sebagai suatu bangsa yang berjuang berabad-abad mengusir para penjajah dengan semangat takbir lalu saat meraih kemerdekaan justru membesarkan faham nasionalisme, materialisme dan sekulerisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masihkah kita perlu heran mengapa setelah hidup di alam kemerdekaan berpuluh tahun justru kita sebagai bangsa semakin terpuruk? Bukankah apa yang sedang kita alami sekarang hanyalah sebuah bukti kebenaran firman Allah di atas? dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Mengingkari nikmat maknanya di sini adalah tidak memanfaatkan nikmat kemerdekaan di jalan Allah SWT, artinya tidak menjadikan Islam dan ajaran Rasulullah SAW sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita lebih percaya dan bangga dengan man-made ideology daripada way of life yang telah digariskan Allah SWT. Padahal saat sedang terjepit oleh para penjajah hanya Allah SWT yang kita panggil dan mohonkan pertolongan-Nya.
Menurut seorang ‘ulama hakikat kemerdekaan atau kebebasan adalah: “keberadaan manusia sebagai hamba Allah baik dari sudut penciptaan, perasaan maupun akhlaq.” Artinya, seorang manusia, menurut pandangan Islam, barulah akan disebut merdeka bilamana ia sadar dan berusaha keras mamposisikan dirinya selaku hamba Allah SWT saja dalam segenap dimensi dirinya, baik penciptaan, perasaan maupun akhlaq. Dan segera ia akan divonis tidak merdeka atau belum merdeka bilamana ia masih menghambakan dirinya kepada selain Allah SWT.
Oleh karena itu, dengan kata lain, kemerdekaan seseorang atau suatu bangsa sangat ditentukan pada seberapa besar upaya individu atau bangsa tersebut menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman hidup. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk istiqomah bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW, karena perlu di ingat betul bahwa sebaik-baiknya amalan adalah yang istiqomah. Semoga Allah menetapkan hati kita dalam taat, memudahkan kita mencari rizki yang halal. Semoga Allah selalu memberi kita kekuatan niat yang ikhlas dalam bersyukur untuk istiqomah berbuat baik dan ilmu yang bermanfaat. Wallahu a’lam bisshowab.