Kabar Terbaru

Hadis palsu seputar keutamaan surat Al-Fatihah

Al-Fātiḥah; Penawar Racun.

فاتِحَةُ الْكِتَابِ شِفَاءٌ مِنَ السَّم

“Al-Fātiḥah adalah penawar dari racun”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bayhaqī dalam Syu‘ab al-Īmān. Di dalam sanadnya terdapat dua periwayat yang dianggap lemah oleh ulama jarḥ danta‘dīl. Pertama, Salām al-Ṭawīl. Ia adalah Salām bin Salam al-Sa‘dī al-Tamīmī al-Madā’inī. Imam Abū Ḥātim dan Abū Zur‘ah sepakat mengatakan bahwa Salām sebagai periwayat yang lemah. Abū Hātim menambahkan bahwa para ulama ahli hadis meninggalkan periwayatannya.[1] Imam Aḥmad dan Yaḥyá bin Ma‘īn juga sepakat mengatakan bahwa Salām tergolongmunkar al-ḥadīts. Imam al-Nasā’ī menilainya seorang matrūk.[2]

Kedua, guru dari Salām, yaitu Zayd al-‘Umyi. Imam al-Bukhārī sebagaimana dinukil oleh Imam Ibn ‘Adī mengatakan bahwa riwayat Salām dari Zayd dipermasalahkan oleh ulama hadis.[3]

Dalam hal ini, terlihat bahwa penilaian Salām sebagai seorang yang munkarsekaligus matrūk lebih kuat dan lebih dominan. Jika lebih diperketat maka hadis ini dinilai matrūk, semi palsu. Ini berbeda dengan Albānī yang dengan jauh lebih ketat mengatakannya sebagai hadis palsu alias mawdhū‘. Sepertinya, Albāni menyadari bahwa Salām al-Ṭawīl adalah seorang yangmuttaham bi al-waḍ‘i (tertuduh membuat hadis palsu), sehingga tidak sama dengan pemalsu hadis. Ini dikarenakan Salām baru pada tataran “tertuduh”. Hadis seseorang yang tertuduh berbohong atau memalsukan suatu hadis dinilai sebagai matrūk.

Substansi hadis ini -walaupun tidak sampai kepada derajat shahih- namun secara substansi dapat ditemukan dalam hadis al-Bukhārī dan Muslim. Hadis tersebut menceritakan sahabat yang sedang menempuh perjalanan tanpa disertai oleh Nabi Saw.

       عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانُوا فى سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ. فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ». ثُمَّ قَالَ « خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ ».

            Abū Sa‘īd al-Khudrī meriwayatkan bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi Saw melakukan perjalanan jauh. Suatu kali mereka melewati salah satu suku Arab. Para sahabat Nabi Saw meminta untuk dijamu, tetapi mereka tidak mau menjamu para sahabat. Lalu mereka berkata: “Apakah ada di antara kalian yang bisa meruqyah (menjampi)? Sesungguhnya pemimpin kami digigit oleh binatang berbisa (atau sedang mendapat musibah).” Maka salah seorang sahabat Nabi Saw menjawab: “Ya, ada”. Lalu sahabat tersebut mendatangi pemimpin kaum, dan membacakan ruqyah dengan al-Fātihah, sehingga pemimpin tersebut sembuh. Oleh karena itu, para sahabat Nabi Saw diberikan beberapa kambing. Namun ia enggan menerimanya sampai disebutkan permasalahan ini kepada Nabi Saw. Lalu sahabat tersebut menceritakan pengalaman mereka kepada Nabi Saw ketika datang kepada mereka. Sahabat tersebut berkata: “Aku tidak meruqyah kecuali dengan al-Fātihah”. Nabi Saw tersenyum, lalu bersabda: “Apa yang membuatmu tahu bahwa itu ruqyah?”. Beliau bersabda lagi: “Ambil saja pemberian tersebut, dan sisihkan bagiku satu bagian.” (HR. Bukhāri dan Muslim).

Pertanyaan Nabi Saw, “Apa yang membuatmu tahu bahwa itu ruqyah?” bukanlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban pada konteks hadis ini. Oleh karena itu, tidak dibutuhkan jawaban dari sahabat Nabi Saw. Adapun ungkapan beliau, “Ambil saja pemberian tersebut, dan sisihkan bagiku satu bagian” menunjukkan bahwa menerima upah dari ruqyah diperbolehkan. Kebolehan tersebut bukan sebuah aib, sehingga beliau pun ikut memakanya. Ini terlihat dari kalimat terakhir agar menyisihkan sebagian untuk beliau.

Riwayat Imam al-Bukhari ini adalah hadis paling shahih dalam mengenai keutamaan al-Fātiḥah sebagai obat dari penyakit dan racun atau bisa. Namun, Nabi Saw tidak pernah mengatakan hal tersebut secara langsung dalam hadis qawlī. Hadis ini merupakan persetujuan Nabi Saw terhadap perbuatan sahabat. Hadis dalam kategori ini biasa disebut dengan hadistaqrīrī.

 

Kesimpulan: Hadis al-Fatihah adalah penawar racun adalah matruk atau semi palsu. Adapun yang shahih adalah riwayat Imam al-Bukhari yang menyebutkan keutamaan al-Fatihah untuk ruqyah terhadap racun atau bisa.

 


[1] Ibn Abī Hātim, al-Jarḥ wa-al-Ta‘dīl, iv/260.

[2] Ibn ‘Adī, al-Kāmil, iii/299; al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl, xii/279.

[3] Ibn ‘Adī, al-Kāmil, iii/299

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *