Selalu ada yang tersisa dari masa lalu yang ingin kita tinggalkan. Selalu ada bagian dari lampau yang tertinggal yang hendak kita lupakan. Sebab kita manusia, perubahan yang menikung tajam dan menyuluruh pun masih akan meninggalkan sebercak noda yang tak tuntas.
Umar bin Abdul Aziz adalah sebuah contoh perubahan tajam itu. Inilah lelaki pendakwah yang gaya hidupnya ketika menjadi khalifah bertolak belakang dari apa yang dinikmatinya di masa muda.
Seorang sahabat pernah tertawa ketika Sang Khalifah mengusap kain murahan seharga 3 dirham dan berkata, “bahan kain ini terlalu halus untukku.” Saat ‘Umar berkata mengapa ia tertawa, sahabatnya menjawab, “aku takjub padamu, wahai Amiral Mukminin. Dulu saat kau masih seorang pemuda di Madinah, kau mengatakan bahwa kain seharga 30.000 dirham terlalu kasar untukmu, sedang kini bahan baju seharga 3 dirham pun kau katakan terlalu halus untukmu.”
Hari ini kita mengenal beliau sebagai Sang Khalifah Penakluk Kemiskinan, karena dalam masa kepemimpinannya Allah mencicipkan kembali kepada kaum Muslimin kehidupan yang bernaung keadilan, hinggal pembayar zakat kesulitan mencari penerimanya, dan serigala enggan memangsa domba-domba. Hanya dua setengah tahun memang, tapi masa itu seakan jarum waktu diputar kembali ke masa Khulafa’ur Rasyidin yang jaya.
Tapi dalam masa yang singkat itu pula, jasad Sang Khalifah seakan rontik, tak kuasa mengimbangi bakti yang menderu dari jiwanya. ‘Umar kian kurus dan nampak ringkih, tapi tunduknya hanya kepada Allah membuat para penjahat gemetar gentar di hadapan tubuh lemahnya. Di mata para musuhnya, tubuh lemahnya membuat dirinya terlihat megah dan agung.
Sang Istri, Fathimah binti ‘Abdil Malik mengenang, “mungkin ada yang shalat, puasa atau ibadahnya lebih banyak dari ‘Umar, tetapi, demi Allah, aku belum mengetahui di zamannya ada orang yang lebih takut kepada Allah daripada ‘Umar. Aku selalu melihatnya bangun untuk sholat malam, dia membaca Al Qur’an dan sampai pada ayat yang menyebut tentang akhirat, lalu dia menangis sampai pagi.”
Bagi para pendakwah yang masih menyalahgunakan masa lalu, Umar bin Abdul Aziz adalah sosok yang bukan hanya menjadi cermin permata, beliau menjadi pemecut semangat menghadirkan bersusun-susun kobaran hijrah.
(M. Azzam/Cordofa)