Sebuah Catatan Perjalanan. Oleh: Totok Hadi Fitoyo, M.Pd
Hari pertama kami di Makassar (6/7/2019) lebih banyak kami isi dengan koordinasi, kami coba menghubungi beberapa teman yang mungkin bisa diminta untuk silaturahim, ditambah jadwal keberangkatan kapal laut selanjutnya dari pelabuhan Makassar yang tidak sesuai jadwal. Jadi ada beberapa perubahan yang harus kami sesuaikan, agar kehadiran kami di Makassar tidak hanya jalan-jalan semata, namun bisa memberikan manfaat lebih kepada sesama. Alhamdulillah, kami bersilaturahim ke beberapa objek di Makassar, di antaranya Masjid Raya Makassar, Pantai Losari serta Masjid Amirul Mukminin.
Di hari yang kedua, kami check-out hotel sekitar jam 11.00 WITA, kemudian kami menuju DD Sulsel untuk membahas lebih lanjut mengenai kegiatan selama di Makassar. Alhamdulillah DD Sulsel sangat baik, menyambut kami dengan ramah, namun ke depan jika dikoordinasikan jauh hari akan lebih bisa bermanfaat lebih luas.
Setelah diskusi dengan Mas Syarif, salah satu staff di DD Sulsel, sore harinya kami mengunjungi salah satu kampung ternak yang dimiliki DD Sulsel, letaknya di Kab. Gowa, jarak dengan kantor sekitar 30 menit perjalanan. Ini merupakan salah satu dari empat kampung ternak yang dimiliki. Selain kambing, DD sulsel ternyata juga memiliki peternakan sapi dan ayam, yang lahannya merupakan aset wakaf dan semua dana operasionalnya berasal dari donatur.
Uniknya lagi, di sini juga dilengkapi dengan gerakan menanam cabai. Selain itu, ke depan tempat ini akan dipergunakan sebagai edu wisata, mengenai peternakan, pertanian, dll. Ternyata juga sudah ada beberapa TK yang berkunjung di tempat kampung ternak milik DD Sulsel ini. Alhamdulillah, bersyukur bisa berkunjung, dan secara pribadi salut dengan program DD Sulsel yang pemberdayaannya begitu luas. Tidak hanya diberikan langsung, tetapi lebih kepada pemberdayaan agar masyarakat yang membutuhkan bisa benar-benar merasakan, serta donatur bisa benar-benar puas dengan rezeki yang dikeluarkan.
Hari ketiga kami sangat antusias, karena berkunjung ke salah satu daerah yang terkena longsor. Sebagai informasi bahwa di Makassar ini unik, kenapa? Karena cuaca di tiap daerah bisa berbeda. Ada yang kemarau, namun di daerah lain bisa terjadi hujan bahkan banjir. Namun sebelum kami ke Sepaya, alhamdulillah kami berkesempatan silaturahim di Masjid Wartawan Indonesia di Makassar, memperkenalkan DD sekaligus Cordofa dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama mensyukuri harta yang diberikan kepada kita dengan mensedekahkannya sebagian.
Selesai Shalat Dzuhur dan silaturahim, kami melakukan perjalanan ke Kel. Sepaya, Kec. Bungaya, Kab. Gowa. Perjalanan lumayan jauh, medan yang dilalui juga cukup terjal, sempat kami mengabadikan beberapa bekas longsor, dan beberapa tempat ditemukannya korban yang meninggal.
Daerahnya sangat jauh dari kota, namun warga sangat menerima apa yang diberikan oleh Allah. Kedatangan kami alhamdulillah sangat dinantikan oleh mereka. Meskipun tidak bisa berlama-lama, namun alhamdulillah sebentar kunjungan memberikan kesan yang luar biasa. Di akhir saya berdoa semoga semua warga ditetapkan iman dan islamnya. Aamiin.
Alhamdulillah banyak sekali hikmah yang dapat kami ambil dari perjalanan kami ke tempat longsor, menandakan bahwa bencana yang Allah berikan bisa datang kapan saja. Kami bersyukur atas yang diberikan kepada kami sekarang, karena ternyata masih banyak yang belum seberuntung kita. Semoga kita semakin bisa bersyukur kepada Allah SWT. Aamiin.
Menjelang kepulangan kami ke daerah masing-masing, kami menyempatkan diri berkunjung ke beberapa objek wisata yang ada di kota Makassar, di antaranya Masjid 99 Kubah dan Benteng Rotterdam. Masjid 99 Kubah merupakan hasil dari daerah reklamasi yang dibuat oleh pemerintah propinsi Sulsel, meskipun belum bisa digunakan, namun kami memanfaatkan untuk sekedar berfoto dengan latar belakang masjid.
Kemudian setelah dari majid tersebut, kami ke benteng Rotterdam. Benteng peninggalan Belanda yang dijadikan objek wisata. Tidak ada tiket masuk, namun ketika masuk musem harus membayar 5 ribu rupiah. Konsepnya seperti benteng dan museum pada umumnya, yang menampilkan kearifan lokal, sejarah, dll
Hingga waktu menunjukkan pukul 13.00 WITA kami bergegas kembali ke kantor DD Sulsel, karena ingin bertemu dengan assatidz Cordofa DD Sulsel yang baru saja ditugaskan untuk menjadi dai pedalaman, yang bertugas satu bulan penuh selama Ramadhan di beberapa daerah di propinsi Sulawesi. Menarik ketika kami mendengar beberapa laporan dari para assatidz tentang pengalamannya.
Mulai dari daerah pegunungan hingga pesisir, mulai daerah yang hanya memiliki satu masjid sampai daerah yang sama sekali tidak ada suara adzan. Hingga kemudian mereka datang dan alhamdulillah menjadi ada kegiatan keagamaan di lingkungannya. Program ini saya kira bagus untuk bisa diterapkan di berbagai cabang yang ada di Indonesia, karena masih banyak orang yang belum paham mengenai agama Islam. Semoga bisa diadopsi dengan menyesuaikan beberapa kondisi yang ada di daerah masing-masing.
Sore hari tiba, kami berpamitan sekaligus berfoto bersama tim DD Sulsel, kami ucapkan terimakasih karena sudah disambut dan diberikan tempat untuk istirahat. Semangat selalu dalam membentangkan kebaikan ke penjuru negeri.
Keesokan harinya tiba saatnya kami harus pulang ke tempat asal kami masing-masing, akh Robi ke Jakarta dan saya ke Semarang. Saya ucapkan terima kasih kepada akh Robi yang sudah menemani selama perjalanan, sukses ditempat mengabdinya. Aamiin.
Kami ucapkan terima kasih juga kepada Ust Lukman mewakili Cordofa Pusat, yang sudah memberikan kesempatan saya dalam berlayar membentangkan kebaikan selama lebih kurangnya satu minggu. Pengalaman ini akan saya simpan baik sampai kapanpun, sukses terus untuk Dompet Dhuafa, Allah memberkahi setiap usaha dari direksi, pegawai, muzakki maupun mustahiknya. Insya Allah akan bertemu dengan kebaikan-kebaikan yang lain. Aamiin.
Baca Juga: Menerjang Ombak Melewati Batas Mengarungi Samudra (https://cordofa.org/menerjang-ombak-melewati-batas-mengarungi-samudra)